tirto.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat di level 7.084 (+0,04 persen) pukul 09.00 WIB, pada perdagangan Kamis (1/12/2022). Posisi tertinggi indeks mencapai 7.087 dan terendah ada di level 7.073.
Mengutip RTI Business, nilai transaksi IHSG pagi ini sudah Rp586 miliar dan kapitalisasi pasar mencapai Rp9.605 triliun. Selain itu, setidaknya ada 217 saham yang bergerak menguat dan 78 saham melemah. Sementara sisanya 227 stagnan.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih mengatakan, pergerakan indeks hari ini diprediksi bergerak mixed dalam range 6.990 - 7.103. Setelah perdagangan kemarin 30 November 2022 IHSG ditutup menguat sebesar +0,99 persen atau +69,24 poin di level 7.081.
Pergerakan indeks akan dipengaruhi beberapa faktor. Pertama pemerintah mencatat ekspor produk antara bahan baku baterai, mixed hydroxide precipitate (MHP), telah mencapai 1,72 miliar dolar AS pada tahun ini atau tumbuh 454,8 persen YoY.
Melesatnya ekspor mixed hydroxide precipitate (MHP) karena belum terciptanya industri lanjutan dalam negeri untuk mengolah produk tersebut, sementara kapasitas produksi MHP dalam negeri sudah mencapai 386 ribu ton setiap tahun.
Dari Bank Indonesia melaporkan telah meluncurkan white paper pengembangan rupiah digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) yang akan menjadi payung berbagai inisiatif eksplorasi atas berbagai pilihan desain arsitektur digital rupiah. Proyek pengembangan rupiah digital tersebut diberi nama Proyek Garuda.
Dari mancanegara, NBS Manufacturing PMI China bulan November 2022 tercatat pada level 48, lebih rendah dibanding periode sebelumnya yang tercatat 49.2, NBS Non Manufacturing PMI pada November 2022 tercatat berada di level 46.7 lebih rendah dibanding periode sebelumnya yang tercatat di level 48.7.
Sementara itu, Bank of Korea (BOK) memutuskan untuk kembali menaikan suku bunga 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 3,25 persen. Adapun bank sentral Korea ini juga memproyeksikan pertumbuhan ekonominya dapat melambat di tahun 2023 dengan proyeksi menjadi 1,7 persen, turun dibanding proyeksi sebelumnya yang diperkirakan 2,1 persen.
Hal tersebut disebabkan oleh perlambatan ekonomi global dan dampak kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin