Menuju konten utama

IDI: Indonesia Belum Siap Berdamai dengan COVID-19

Menurut Zubairi situasi Indonesia belum siap untuk menyamakan virus COVID-19 dengan flu biasa.

IDI: Indonesia Belum Siap Berdamai dengan COVID-19
Petugas bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 dosis ketiga kepada warga di Senayan Park, Jakarta, Jumat (11/2/2022).ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.

tirto.id - Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru berdamai dengan pandemi COVID-19. Menurut Zubairi situasi Indonesia belum siap untuk menyamakan COVID-19 dengan flu biasa.

"Ada sejumlah negara seperti Inggris dan Perancis yang berdamai dengan COVID-19 menganggap bahwa penyakit itu sama seperti flu atau penyakit umum lainnya. Namun Indonesia belum bisa melakukannya sekarang," kata Zubairi saat dihubungi Tirto pada Selasa (15/2/2022).

Ada sejumlah alasan mengapa Indonesia belum siap untuk berdamai dengan COVID-19, kata Zubairi. Antara lain kasus COVID-19 di Indonesia masih tinggi, target vaksinasi belum tercapai dan varian Delta masih banyak ditemukan di sejumlah daerah.

"Baru mulai mikir damai kalau gelombang tiga sudah melandai tajam, vaksin dosis kedua dan booster sudah mencapai target dan jika Omicron sudah mendominasi. Ada banyak daerah terutama luar Jawa dan Bali yang masih ditemukan varian Delta," terangnya.

Senada dengan Zubairi, epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad menilai Indonesia masih belum bisa berdamai dengan COVID-19. Menurutnya, Indonesia masih harus menjaga aturan protokol kesehatan, terutama dalam mengubah kebiasaan berkumpul masyarakat Indonesia sehingga rentan dengan penularan COVID-19.

"Ada sejumlah negara yang mulai tidak mewajibkan masker untuk warganya, namun itu hanya di ruang terbuka dan mereka tidak berkerumun dan tidak suka berkumpul seperti di Indonesia. Apabila kebijakan itu diterapkan di Indonesia tentu berbeda, karena masyarakat kita masih suka berbaur dan itu memudahkan penularan COVID-19," ujarnya.

Selain itu sosok yang akrab disapa Doni ini menyampaikan kepada pemerintah, agar setiap kebijakan baik pelonggaran atau pengetatan protokol kesehatan COVID-19 berdampak atau tidak terhadap kebijakan masyarakat.

"Hal itu dapat dilihat dari kebijakan kelonggaran karantina yang semula 5 hari menjadi 3 hari. Kebijakan itu merupakan hasil analisa bahwa penularan virus COVID-19 banyak terjadi di Indonesia daripada di luar negeri," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menjelaskan bahwa saat ini angka COVID-19 di DKI Jakarta mulai terlihat melewati masa puncak, namun peningkatan mulai terlihat di daerah lainnya.

"Kasus di DKI Jakarta menunjukkan tanda-tanda mulai melewati puncaknya, baik kasus harian, kasus aktif maupun rawat inap. Semuanya mulai menunjukkan penurunan. Namun peningkatan mulai terjadi di DIY, Jawa Timur dan Jawa Barat tetapi itu pun masih di bawah puncak varian Delta," terangnya.

Baca juga artikel terkait PANDEMI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto