Menuju konten utama

IDAI Minta Kemendikbud Aktif Terlibat di Program Imunisasi Difteri

Ikatan Dokter Anak Indonesia menyarankan program imunisasi Difteri perlu kerja sama intensif antara Kemenkes dan Kemendikbud.

IDAI Minta Kemendikbud Aktif Terlibat di Program Imunisasi Difteri
Seorang siswa SMA Negeri 33 mendapatkan imunisasi serentak atau Outbreak Response Immunization (ORI) Difteri, di Cengkareng, Jakarta, Senin (11/12/2017). ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf.

tirto.id - Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman B Pulungan menyarankan agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam pelaksanaan program imunisasi difteri. Menurut dia, Kemendikbud harus terlibat agar sekolah bisa mendata dan mengevaluasi jadwal imunisasi murid-muridnya dengan tepat.

"Kelemahan kita saat ini adalah jadwal imunisasi di sekolah sering tidak sesuai. Jadwalnya tidak tercatat dengan baik," kata Aman di Jakarta, pada Rabu (13/12/2017) seperti dikutip Antara.

Aman mengatakan orang tua seringkali tidak mencatat imunisasi yang sudah dilakukan terhadap anaknya. Di sisi lain, sekolah juga tidak terlalu memperhatikan imunisasi murid-muridnya.

Bila program imunisasi melibatkan Kemendikbud, Aman berharap sekolah bisa lebih memperhatikan imunisasi murid-muridnya. Dengan begitu, anak-anak Indonesia bisa diimunisasi sesuai jadwal.

Aman mengatakan anak yang sudah mendapatkan imunisasi difteri secara lengkap seharusnya tidak tertular penyakit tersebut. "Tetap jaminan itu dari Allah. Masalahnya imunisasi itu cukup dan lengkap atau tidak," kata dia.

Dia menambahkan satu-satunya cara untuk mencegah penularan difteri adalah melalui imunisasi. Sementara penyakit Difteri sangat mudah menular melalui udara, yaitu lewat nafas atau batuk penderita.

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium diphteriae dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak. Penyakit ini memiliki masa inkubasi dua hari hingga lima hari dan akan menular selama dua minggu hingga empat minggu. Penderita Difteri dapat mengalami kematian jika tidak ditangani secara cepat.

Gejala awal difteri bisa tidak spesifik seperti demam tidak tinggi, nafsu makan menurun, lesu, nyeri menelan dan nyeri tenggorokan, sekret hidung kuning kehijauan dan bisa disertai darah. Namun, difteri memiliki tanda khas berupa selaput putih keabu-abuan di tenggorokan atau hidung yang dilanjutkan dengan pembengkakan leher atau disebut dengan "bull neck".

Berdasar data Kemenkes pada Desember 2017, wabah Difteri tercatat meluas di 20 provinsi. Kemenkes menetapkan Indonesia sedang menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di beberapa daerah, termasuk di wilayah ibu kota negara Indonesia, DKI Jakarta.

Pada akhir tahun ini, Kemenkes langsung menggelar outbreak response immunization (ORI) pada 12 Kabupaten/Kota di 3 provinsi yang mengalami KLB Difteri yakni Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Imunisasi itu akan berlanjut pada 2018.

Baca juga artikel terkait DIFTERI

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom