Menuju konten utama

ICJR: KUHP Baru Sudah Diundangkan, Eksekusi Mati Wajib Ditunda

Dalam KUHP baru hukuman mati tidak lagi dikategorikan sebagai jenis pidana pokok melainkan pidana yang bersifat khusus.

ICJR: KUHP Baru Sudah Diundangkan, Eksekusi Mati Wajib Ditunda
Ilustrasi Hukuman Mati. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) setuju dengan pemerintah soal pemberlakuan KUHP baru wajib menunda eksekusi pidana mati saat ini.

Pemerintah, yang diwakili oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, berkata ketentuan pidana mati dalam KUHP baru yang memuat masa percobaan 10 tahun bagi terpidana mati dapat diterapkan sejak undang-undang tersebut disahkan, meski pemberlakuannya secara efektif akan dimulai pada 2 Januari 2026.

Eddy menjelaskan berdasar Pasal 3 ayat (1) KUHP baru, jika terjadi perubahan peraturan perundang-undangan, maka terlapor, terperiksa, tersangka, terdakwa, terpidana harus diuntungkan dari undang-undang tersebut. Sebagai konsekuensi, eksekusi terhadap seluruh terpidana mati perlu ditunda.

"ICJR mengapresiasi dan sepakat dengan pandangan Wamenkumham, yang merupakan salah satu asas utama hukum pidana yaitu asas “in favor reo”, yang juga berhubungan dengan asas “in dubio pro reo” apabila nantinya muncul keragu-raguan dalam pemeriksaan perkara," kata peneliti ICJR Iftitahsari, dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat, 3 Maret 2023.

Dalam hukum pidana materiel, kedua asas ini mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP lama yang masih berlaku saat ini, yang menyatakan bahwa “Jika undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya”.

Yang dimaksud lebih meringankan termasuk dalam konteks ringannya hukuman, bagian/elemen peristiwa pidana, jenis delik (aduan atau bukan), salah tidaknya terdakwa, dan sebagainya.

Iftitahsari berkata ketentuan pidana mati dalam KUHP baru jelas lebih meringankan bagi terdakwa jika dibandingkan dengan KUHP lama, sebab pidana mati dalam KUHP baru tidak lagi dikategorikan sebagai jenis pidana pokok melainkan pidana yang bersifat khusus.

"Sifat kekhususan pidana mati, yang di antaranya secara otomatis dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun untuk kemudian dilakukan asesmen komutasi/perubahan hukuman menjadi penjara seumur hidup sehingga dalam periode tersebut eksekusi wajib ditunda, merupakan kondisi yang lebih meringankan bagi terdakwa," terang dia.

Konsekuensi perubahan hukum tersebut akan berdampak pada seluruh terpidana mati yang saat ini ada dalam deret tunggu eksekusi, baik yang baru diputus dan terutama yang sudah lebih dari 10 tahun di dalam deret tunggu. Kebijakan ini tentu bukan hanya baru diputuskan sekarang. Kondisi yang lebih meringankan ini sudah diputuskan jauh sebelum pengesahan KUHP baru.

"Adanya ketentuan masa percobaan 10 tahun untuk terpidana mati bahkan sudah ada dalam draf KUHP sebelum dikirim kepada DPR pada tahun 2015 oleh Presiden Jokowi. Ketentuan yang sama juga sudah ada bahkan jauh di era sebelum Presiden Jokowi," tutur Iftitahsari.

Contoh vonis mati terbaru diterima oleh Ferdy Sambo, terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutuskan. Lantas dalam KUHP baru disebut hukuman mati hanya menjadi alternatif dan ada masa percobaan 10 tahun jika terpidana berkelakuan baik hukuman bisa diturunkan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, merespons hal tersebut. "Cut off Sambo sampai tahun 2026 itu sudah inkrah atau belum? Jadi ada banding, kasasi, peninjauan kembali," ucap dia kepada Tirto, Kamis, 16 Februari. Jika inkrah alias berkekuatan hukum tetap, maka yang berlaku adalah undang-undang lama, yakni Sambo dihukum mati.

"Tapi jika sampai tahun 2026 (kasus) Sambo belum inkrah, maka berlaku undang-undang baru," terang Hibnu. Ketika 10 tahun Sambo berlaku baik maka tidak menjadi hukuman mati. "Sepanjang ada asesmen dari Mahkamah Agung. Kuncinya ada pada penegak hukum sekarang, apakah dipercepat agar inkrah atau diulur hingga tahun 2026?"

Baca juga artikel terkait KUHP BARU atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky