tirto.id - Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus membenahi kompetensi dan kapasitas personel-personelnya menjadi "pejuang cendekiawan". Hal ini diungkapkan pengamat militer dan intelijen, Dr Susaningtyas Kertopati dalam rangka memperingati hari ulang tahun ke-72 TNI.
Menurutnya, jika TNI bisa memperbaiki kompetensi, maka personel TNI bisa setara dengan prajurit negara maju.
"Kapasitas prajurit TNI harus mencapai tingkatan intelektual akademik dan mampu menganalisis berbagai operasi militer secara ilmiah," kata dia, di Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Pembenahan TNI, lanjut dia, juga diarahkan untuk mencapai efisiensi organisasi agar lebih responsif menghadapi berbagai jenis ancaman mulai dari ancaman militer, ancaman non-militer dan ancaman nirmiliter.
Menurut peraih gelar doktor bidang komunikasi intelijen dari Universitas Padjadjaran, Bandung, itu organisasi TNI harus dibenahi agar struktur dan posturnya lebih tanggap mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis global, regional dan nasional.
Pemerintah telah mengantisipasi tantangan jaman untuk TNI berupa proyeksi postur yang ingin dituju, yaitu program Kekuatan Esensial Minimum (MEF) atau sering disebut sebagai "rencana strategis", yang dibagi dalam tiga tahap. MEF I: 2009-2014, MEF II: 2015-2019, dan MEF III: 2020-2024.
Berbagai bahasan resmi pemerintah tidak pernah menyinggung perwujudan postur pertahanan fisik negara secara ideal karena biaya yang diperlukan bisa tidak terbatas.
Dari 100 persen target pemenuhan postur minimal yang ditetapkan, pemerintah memecah itu lagi menjadi tiga jentang tahapan dan capaian, yaitu 30 persen pada MEF I, 30 persen pada MEF II, dan 40 persen pada MEF III. Pertimbangan penting dari ketetapan ini adalah biaya yang sangat besar.
"Dalam rencana strategis pertama telah dicapai kurang lebih 27 persen. Sementara dalam rencana strategis kedua, dalam tiga tahun terakhir ini masih 0 persen," kata mantan anggota Komisi I DPR ini.
Seharusnya, kata dia, dalam rencana strategis kedua ini sudah harus tercapai, di antaranya, pengadaan pesawat tempur TNI AU, kapal selam TNI AL, dan rudal taktis TNI AD.
Kementerian Pertahanan yang turut menjadi penentu pos anggaran militer, kata dia, harus mendorong agar program pembangunan sistem kesenjataan TNI dapat diwujudkan sesuai rencana strategis itu.
"Membangun dan memperkuat TNI tidak boleh terhambat mengingat hakekat ancaman yang semakin nyata di depan kita. Dua titik yang menjadi perhatian kita terutama di wilayah Natuna dan perbatasan dengan Filipina tidak boleh diabaikan," kata politikus Partai Hanura ini.
Tuntutan terhadap profesionalitas TNI menuntut pemerintah untuk memenuhi kebutuhan asasi TNI. Pemerintah harus melengkapi TNI dengan peralatan tempur modern agar seimbang dengan kompetensi prajurit TNI.
Menurut dia, pemerintah dapat memenuhi kebutuhan fasilitas dan sarana-prasarana untuk menyelenggarakan pendidikan dan latihan. Pemerintah dapat menyediakan alokasi anggaran sesuai benefit-cost analysis antara tugas TNI dan dukungan logistiknya.
"Pada intinya, jangan sampai tuntutan terhadap kompetensi prajurit TNI tidak seimbang risiko yang dihadapi di medan tugas," kata dia, seraya mencontohkan tunjangan kinerja TNI seharusnya mendapat alokasi yang paling tinggi karena ada resiko kematian.
Resiko kematian prajurit militer lazim digunakan dalam perhitungan gaji atau tunjangan lain.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra