tirto.id - Hukum menonton film dewasa tidak diperbolehkan karena termasuk ke dalam zina mata (termasuk jenis zina majazi). Dalam konteks ketika seseorang tengah berpuasa Ramadhan, perkara ini tidak membatalkan puasa, namun dapat mengurangi pahalanya sehingga lebih utama untuk ditinggalkan.
Puasa Ramadan secara sederhana adalah ibadah menahan diri dari segala hal yang membatalkannya termasuk makan, minum, dan berhubungan badan antara suami-istri dari terbitnya fajar shadiq (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu magrib).
Syekh Ibnu Qosim Al Ghazi dalam kitabFathul Qorib menjabarkan 8 hal yang dapat membatalkan puasa sebagai berikut.
- Memasukkan benda ke dalam tubuh melalui lubang tubuh (seperti makan-minum)
- Memasukkan benda ke dalam dubur atau kubul (seperti obat atau benda lain)
- Muntah dengan sengaja
- Berhubungan suami-istri di siang hari Ramadhan
- Keluar sperma (secara sengaja karena persentuhan kulit)
- Haid atau nifas
- Gila
- Murtad (keluar) dari Islam.
Dari penjelasan Syekh Ibnu Qosim, tidak terdapat sebab batalnya ibadah puasa karena pandangan seorang muslim terhadap hal-hal tertentu (vulgar).
Tindakan menonton film dewasa tidak membatalkan puasa. Meskipun demikian, perkara seperti ini hendaknya ditinggalkan. Menonton film bergenre demikian termasuk ke dalam praktek zina majazi. Terdapat dosa yang dilakukan oleh anggota badan selain kelamin, yakni mata.
Syekh Abut Thayyin Abadi dalam kitab Aunul Ma’bud (syarah Sunan Abi Dawud) menjelaskan bahwa sekalipun tidak menyebabkan dosa besar layaknya perbuatan zina hakiki, umat Islam sebaiknya menjauhi zina majazi. Hal ini dilakukan sebab perkara ini dapat menjerumuskan kepada zina hakiki dan menyebabkan batalnya puasa.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya manusia itu telah ditentukan nasib perzinaannya yang tidak mustahil dan pasti akan dijalaninya. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berbicara, zina kedua tangan adalah menyentuh, zina kedua kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan semua itu akan ditindak lanjuti atau ditolak oleh kemaluan." (H.R Muslim).
Tidak hanya itu, tindakan menonton film dewasa tentu akan merusak makna dari ibadah puasa sebagai amalan menahan hawa nafsu. Memandang sesuatu hal dengan syahwat, semacam menonton film dewasa pasti merusak pahala puasa dan kualitas ibadah.
Menjauhi hal buruk meskipun tidak membatalkan puasa sangat dianjurkan, sebagaimana perkataan Rasulullah saw., “Banyak sekali orang yang puasa, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar,” (H.R. Ibnu Majah).
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Asqalani mengutip pernyataan Al-Imam Abdullah bin Abi al-Qasim Umar bin Muhammad al-Baidhawi bahwa "maksud pensyariatan puasa adalah bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, bahkan ada maksud lain, seperti mengekang syahwat, mengendalikan jiwa yang menyuruh untuk berbuat buruk dan mengubahnya menjadi jiwa yang tenang (muthma'innah). Apabila yang demikian itu tidak tercapai, maka Allah tidak akan melihat kepadanya dengan pandangan ridha dan menerima."
Bagi seorang muslim, terutama mereka yang dalam usia produktif dengan hasrat tengah meluap-luap, Rasulullah saw. menyarankan 2 piliihan, yaitu menikah atau berpuasa. Diriwayatkan, Nabi bersabda, "Barang siapa di antara kalian mampu (menikah), maka hendaklah ia menikah. Dan barangsiapa tidak mendapatkan (kemampuan), maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu bisa menjadi perisai baginya."
Puasa digunakan untuk menundukkan syahwat yang meluap, agar seseorang dapat mengendalikan dirinya seutuhnya. Oleh karena itu, akan ironis jika seseorang yang berpuasa, dengan tujuan mengontrol jiwanya, justru melakukan hal-hal yang tidak mencerminkan pengekangan diri, seperti menonton film dewasa atau hal-hal sejenis, bahkan meski hal tersebut tidak membatalkan puasa.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fitra Firdaus