tirto.id - Kewajiban membayar zakat diberlakukan untuk setiap umat Islam yang telah memenuhi syarat sebagai muzakki (pembayar zakat). Bagaimana hukum membayar zakat dengan uang secara online atau digital?
Zakat termasuk dalam rukun Islam selain syahadat, salat, puasa, dan ibadah haji. Berbeda dengan rukun Islam lain yang lebih banyak berupaya membangun dan menguatkan hubungan antara orang beriman dengan Allah, zakat memiliki dimensi vertikal dan horizontal.
Selain membangun hubungan ketaatan seorang muslim dengan Allah, zakat juga membangun hubungan manusia dengan sesamanya. Hubungan itu antara si kaya dengan si miski, atau setidaknya antara muzakki dan mustahiq (penerima zakat). Saat seorang muslim menunaikan zakat, maka bersihlah dirinya dari dosa dan harta yang haram.
Syarat orang yang berzakat adalah Islam, merdeka, baligh dan berakal, serta memiliki harta milik sendiri yang mencapai nishab dan haul. Nisab adalah batas minimal harta untuk dizakati, sedangkan haul adalah harta telah dimiliki selama satu tahun
Di samping itu, harta yang dikeluarkan zakatnya harus melebihi kebutuhan yang diperlukan dan di luar utang. Jika seorang muslim memiliki harta mencapai nisab dan haul tapi memiliki hutang, maka hartanya dipakai untuk melunasi utang terlebih dahulu. Jika sisa harta masih tetep memenuhi nishab maka itulah yang dikeluarkan zakatnya dengan besaran sesuai ketentuan syar'i.
Penyaluran zakat juga tidak boleh sembarangan. Dalam Surah at-Taubah:60, Allah berfirman,"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’alaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Terdapat 8 golongan penerima zakat (asnaf). Mereka secara berurutan prioritasnya adalah fakir, miskin, amil, mualaf, riqab (hamba sahaya), gharim (orang terlilit hutang), fi sabilillah, dan ibnu sabil (orang dalam perjalanan). Penyaluran dapat pula dilakukan secara langsung oleh muzakki ke mustahiq.
Pembayaran Zakat Secara Online
Pada masa sekarang, muncul berbagai lembaga amil zakat (LAZ) yang turut membantu penyaluran harta zakat. Rata-rata pembayaran zakat dari muzakki ke LAZ dapat dilakukan secara tunai dan transfer (online). Pembayaran zakat secara online ini menimbulkan pertanyaan salah satunya amil tidak bisa melakukan doa sebagai tanda terima zakat dari muzakki karena tidak bertatap muka.
Laman Dompet Dhuafa menerangkan bahwa ijab qabul bukan menjadi syarat sah zakat. Dalam berzakat, unsur terpentingnya yaitu adanya muzakki, harta zakat, dan mustahiq. Sementara itu pernyataan zakat dan doa penerima zakat memang unsur penting, tapi tidak harus ada.
Menurut Yusuf Al Qaradhawi dalam Fiqh al-Zakat mengemukakan, pemberi zakat tidak mesti menyatakan secara terbuka pada mustahiq jika dana yang akan diberikan merupakan dana zakat.
Berdasarkan hal ini maka pembayaran dana dari muzakki tetap sah, tanpa perlu menyatakan pada penerima zakat jika uang yang diserahkannya adalah zakat. Sehingga, muzakki bisa menyerah dana zakatnya secara online.
Sementara itu, mengutip laman Antara, zakat tetap dianggap sah bila sudah ada niat berzakat dari muzakki dan terjadi perpindahan harta ke mustahiq melalui amil. Dari amil ini, harta dikumpulkan lalu didistribusikan ke 8 asnaf.
Kendati demikian, pastikan saat memiliki LAZ terdapat rekening zakat yang terpisah. Biasanya LAZ sudah membagi rekening ke berbagai peruntukan misalnya zakat, infak, atau sedekah. Pemisahan rekening ini untuk memastikan harta zakat tidak bercampur peruntukannya dengan yang lain.
Atau, untuk memperkuat penjelasan penggunaan dana zakat, muzakki dapat menuliskan pesan pada saat melakukan transfer dana ke amil. Sekarang ini berbagai jenis pengiriman uang baik lewat bank atau dompet elektronik telah menyediakan fitur ini.
Bolehkah Zakat Fitrah Berupa Uang?
Zakat fitrah atau zakat jiwa dikeluarkan pada bulan Ramadan untuk semua umat Islam yang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik anak-anak maupun orang tua. Tujuannya, membersihkan muslim dari perkataan kotor dan perilaku keji ketika ia melaksanakan ibadah puasa.
Diriwayatkan, Ibnu Abbas menyebutkan bahwa Rasulullah saw. "mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian orang yang berpuasa dari hal yang sia-sia, ucapan yang tidak perlu, dan sebagai bantuan makanan bagi orang-orang miskin." (H.R. Abu Dawud)
Berbeda dengan zakat lain yang melekat pada harta (kepemilikan), zakat fitrah melekat pada jiwa seseorang. Oleh karenanya, seorang kepala keluarga bertanggungjawab untuk membayar zakat fitrah anggota keluarga yang dinaunginya.
Menurut Buya Yahya dalam kanal Youtube, Al Bahjah TV, mahzab Syafi'i dan jumhur ulama mengatakan zakat fitrah adalah dengan makanan pokok dengan yang dimakan orang tersebut. Misalnya makanan pokoknya adalah nasi, maka zakatnya berupa beras.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, "Sesungguhnya Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadan 1 sha' kurma atau 1 sha' gandum kepada setiap orang yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, muda maupun tua.” (H.R. al-Bukhari)
Menurut Imam Nawawi dalam Al Majmu' Syarah al Muhadzdzab, standar satuan zakat fitrah berupa 1 sha' menggunakan takaran, bukan timbangan. Satu sha' setara dengan 4 mud, atau 4 kali raupan yang menggunakan kedua telapak tangan. Ukurannya sekitar 2,1 hingga 2,7 kilogram. Di Indonesia, ukuran itu cenderung dibualatkan jadi 2,5 kg.
Dalam Mazhab Imam Abu Hanifah, zakat fitrah dapat dikeluarkan dengan uang senilai dengan satu sha' beras pada waktu sekarang.
Yusuf Qardhawi dalam Fiqh al-Zakat menyebutkan, zakat fitrah dapat dibayarkan memaika uang dengan pertimbangan khusus. Pemberian zakat fitrah dengan uang lebih mudah pada zaman sekarang ketika lebih banyak orang bermuamalah dengan uang. Pada praktiknya model zakat demikian lebih bermanfaat bagi orang-orang fakir.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Fitra Firdaus