tirto.id - Usai dipastikan pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT-610 putus komunikasi dengan pihak Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, kabar bohong soal pesawat ramai di jagat media sosial.
Setidaknya, disinformasi awal muncul dari Juru Bicara #2019GantiPresiden, Mustofa Nahrawardaya. Dia mengaku mendapat kabar keberadaan pesawat Lion Air yang dikabarkan hilang kontak.
"Kabar dari temen saya di Halim, Lion Air sudah mendarat di Halim Perdana Kusuma Alhamdulillah," tulis Mustofa melalui akun Twitter miliknya, @AkunTofa pada pukul 09.18, Senin (29/10/2018). Sebelum twit tersebut dihapus, unggahan itu sudah disukai 241 akun Twitter.
Setelah itu, Mustofa kembali mentwit, "Kan, Pihak Lion Air sendiri yang mengatakan ada info pesawatnya mendarat di Halim. Kenapa para Cebong ngamuknya ke saya?" Dia melampirkan berita dari Liputan6 yang berisi, Direktur Umum Lion Air Grup Edward Sirait tengah menelusuri informasi yang menyebutkan pesawat tersebut mendarat darurat di Halim dan Karawang.
Disinformasi itu terlanjur tersebar. Johan, paman dari salah satu penumpang pesawat itu yang bernama Lutfi Nurramdhani, mengatakan, keluarga Lutfi sempat bahagia dengan kabar bohong tersebut. Mereka mengira Lutfi selamat.
Namun sekitar 12.00, mereka mendapat kabar resmi bahwa pesawat tersebut ternyata jatuh di Perairan Tanjung Karawang. "Kami lemas saja pas tahu gitu,” kata Lutfi kepada reporter Tirto di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Disinformasi yang beredar bukan hanya itu. Video dan foto kecelakaan pesawat yang pernah terjadi di masa lalu kembali dimunculkan oleh orang-orang yang tidak jelas, menjalar lewat grup WhatsApp dan media sosial.
Salah satunya adalah foto tentang orang-orang yang memakai masker pesawat dan berswafoto di dalam pesawat. Informasinya, foto itu adalah kondisi terakhir korban pesawat Lion Air sebelum hilang kontak. Namun ternyata itu adalah kabar bohong.
"Hoax. Foto ini kondisi penumpang pesawat Sriwijaya saat turbulensi beberapa waktu lalu. Semua penumpang dan pesawat selamat," twit Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.
Selain itu, beredar video yang diklaim berasal dari dalam kabin pesawat Lion Air JT-610. Video itu berjudul, "Detik Detik Jeritan Korban Pesawat Lion Air Jatuh." Video diunggah di akun Youtube Bayu Angga dan sudah ditonton sebanyak 28.818 kali.
Sutopo kembali menjelaskan, informasi itu hoaks. "Video ini bukan penumpang pesawat Lion Air JT-610. Tetapi ini penumpang pesawat Lion Air JT-353 Padang-Jakarta yang turbulensi dan semua penumpang selamat beberapa waktu yang lalu. Tidak ada video/foto kondisi penumpang sebelum JT-610 jatuh. Jangan ikut menyebarkan hoax," twit Sutopo.
Beredar pula hoaks berisi foto badan pesawat yang terbelah dan terdampar di dekat daratan. Foto itu disebut-sebut lambung pesawat Lion Air JT-610. Namun Sutopo kembali menjelaskan, foto tersebut hoaks. Menurutnya foto tersebut adalah bangkai pesawat Lion Air JT-904 yang mengalami musibah di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, Bali, pada 13 April 2013.
Selain munculnya hoaks, peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 itu juga dimanfaatkan untuk berternak akun. Misalnya setelah beredar nama Alfiani Hidayatul Solikah sebagai pramugari pesawat tersebut melalui pemberitaan maupun sosial media, muncul berbagai akun Instagram baru. Nama akun-akun baru itu mengacu pada nama asli sang pramugari.
Misalnya akun @alfianihidayatul_solikah, @alfiani_hidayatulsolikah07, @alfianihidayatulsolikahhh, @alfianihidayatulsolikah12, @alfiani_hidayatul_solikah, @alfianihidayatulsolikah02, @alfianihidayatulsolikaa, @alfianihidayatul98, dan sebagainya.
Kolom bio akun tersebut nyaris sama. Selain itu memiliki jumlah postingannya rendah bahkan sampai tak ada satu pun, namun pengikutnya ada yang lebih dari 10 ribu.
Penyebaran Hoaks Berakibat Pidana
Sejak melimpahnya penyebaran informasi palsu maupun menggali keuntungan dari kecelakaan Lion Air JT-610, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) buka suara.
Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu meminta, masyarakat tidak menyebarkan informasi di luar sumber resmi yang belum diketahui kebenarannya. Dia mengingatkan ada jerat pidana bagi penyebar hoaks.
"Kami ingatkan kembali bahwa setiap aktivitas kita di ruang siber [cyber space], termasuk aktivitas mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diaksesnya informasi hoaks diatur dengan UU RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik [UU ITE]," tulis Ferdinandus dalam keterangan resminya.
Kepala Basarnas Jakarta Hendra Sudirman juga ikut berkomentar. Ia bilang, tidak mungkin ada video atau foto yang diklaim saat detik-detik sebelum terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 lantaran alat-alat elektronik milik korban tentu belum bisa diakses.
"Tak mungkin. Keadaannya pesawat sudah tenggelam. Keadaan korban pun belum ditemukan lagi. Menurut saya sangat tiak mungkin,” katanya kepada reporter Tirto.
Hasrat Mencari Keuntungan di Tengah Bencana
CEO Virtual Consulting dan Technical Advisor Virus Communications, Nukman Luthfie yang dihubungi reporter Tirto, memberikan analisis bahwa terdapat sejumlah motif seseorang mencari keuntungan di sela ramainya kabar duka terkait Lion Air JT-610. Beberapa di antaranya mulai dari iseng, hingga viral, dan ingin mendulang keuntungan ekonomi.
"Ada yang memang agar terhindar dari bencana itu," kata Nukman saat dihubungi reporter Tirto, kemarin. "Dan ada juga orang-orang yang begitu saja percaya dengan informasi yang dia dapat. Yang ketiga adalah orang-orang yang memang ingin mencari sensasi," kata Nukman melanjutkan.
Orang-orang tipe ini, kata Lukman, hanya ingin dirinya viral tanpa memikirkan efek sampingnya. Mereka buru-buru membagikan berita atau informasi tanpa mengecek kebenaran lebih dahulu. Biasanya, mereka senang mendapatkan jumlah share unggahan yang banyak ataupun tanda like yang melimpah.
"Itu sengaja. Dia tahu. Tapi karena viral ya dia bikin. Itu selalu ada," lanjutnya. "Yang terakhir, ada juga yang pengen ngacau. Biar kacau aja."
Tipe terakhir menurut Nukman adalah mereka yang mau mencari keuntungan. Biasanya mereka membuat akun palsu dari korban bencana atau kecelakaan yang kemudian bisa mendapat pengikut di media sosial yang banyak. Ujungnya akun tersebut bisa menjadi bahan untuk jualan.
"Untuk mendapatkan traffic dari situ. Nanti ketemu dari dia terus dia jual. Abis itu berubah jadi akun apa, meme mungkin," kata Nukman.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dieqy Hasbi Widhana