tirto.id - Beredar unggahan di media sosial yang menyebut produk Coca-Cola akan dilarang dikonsumsi di Tiongkok. Unggahan tersebut menyebut Coca-Cola dan minuman bersoda lainnya akan masuk klasifikasi sebagai bahan pembersih, bukan minuman.
Klaim tersebut beredar di beberapa media sosial seperti Facebook dan Instagram.
"Di Tiongkok, Coca-Cola akan dijual sebagai pembersih limbah, bukan diminum. Minuman ringan Coca-Cola yang diproduksi oleh The Coca-Cola Company Amerika Serikat akan dipindahkan ke kategori "pembersih limbah" berdasarkan keputusan Komisi Kualitas Makanan dan Minuman Pemerintah Pusat Tiongkok," begitu petikan informasi yang disebarkan akun "Ki Pandir Kelana" (arsip) pada 31 Juli 2024 lalu.
Lebih lanjut, unggahan itu menyebut kalau Coca-Cola sekarang sudah masuk klasifikasi cairan sanitasi untuk membersihkan pipa di Tiongkok. Hal tersebut berdasar dari penelitian ilmiah terhadap kandungan jenama minuman tersebut bagi kesehatan manusia.
"Lebih dari 500 tahanan dipilih untuk eksperimen dan penelitian di penjara Tiongkok. Mereka disuruh minum Coca-Cola tiga kali sehari selama enam bulan. Eksperimen tersebut pada akhirnya mengakibatkan 75 kematian dan 150 infeksi. Yang lainnya adalah penyandang cacat, dan sisanya menderita penyakit kronis yang semakin parah dan gangguan kesehatan dengan tingkat yang berbeda-beda," bunyi cerita di unggahan tersebut.
Berdasarkan hasil tersebut, pihak berwenang menganggap minuman ringan seperti Coca-Cola berbahaya, kemudian menarik Coca-Cola dari semua toko kelontong di Tiongkok. Unggahan ini juga menyebut klaim adanya sifat positif cairan dalam Coca-Cola yang efektif membersihkan karat, plak pada sistem perpipaan dan kamar mandi.
Unggahan tersebut memang tidak banyak mendapat perhatian dari publik. Namun, Tirto menemukan setidaknya tiga unggahan dengan klaim serupa dari akun "Dewi Asri" (arsip), "Rusli Muhammad Yusuf" (arsip), dan "Ahmadinejad Sosial Power" (arsip) di Facebook. Kami juga menemukan unggahan serupa di Instagram lewat unggahan akun "travel_umrah_dijual" (arsip) dan "binjas2106" (arsip).
Lantas, bagaimana faktanya? Apakah benar Coca-Cola masuk golongan pembersih dan dilarang dikonsumsi di Tiongkok?
Penelusuran Fakta
Tirto mencoba melakukan penelusuran terkait klaim tersebut di internet. Pencarian dengan kata kunci seperti "coca-cola cleaner china" dan "coca-cola china ban" mengarahkan ke beberapa artikel periksa fakta dari sejumlah media di India dan Sri Langka.
Fact Crescendo, pemeriksa fakta asal Sri Langka, telah memberi memeriksa narasi tersebut pada November 2023. Sementara The Quint dan Factly menganalisis klaim tersebut pada Januari 2024. Ketiga pemeriksa fakta tersebut adalah bagian dari International Fact-Checking Network (IFCN), seperti halnya Tirto. Tiga media tersebut menyimpulkan bahwa informasi tersebut adalah hoaks.
Berdasar penjelasan dalam artikel, klaim Coca-Cola masuk klasifikasi produk pembersih di Tiongkok, berasal dari artikel di situs bernama Panorama, pada tahun 2018. Situs asal Rusia tersebut adalah situs yang berisikan konten-konten satir.
"Semua teks di situs ini adalah parodi realitas yang aneh dan bukan berita nyata," begitu tulis keterangan di bagian bawah artikel soal Coca-Cola sebagai produk pembersih di Tiongkok, dari Panorama.
Produk Coca-Cola juga telah melewati pemeriksaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia. Berdasarkan penelusuran Tirto di situs resmi BPOM, merek Coca-Cola terdaftar sebagai minuman berkarbonat dengan berbagai rasa, termasuk vanila dan ceri. Izin ini berlaku sampai tahun 2029. Artinya, berdasar standar BPOM, Coca-Cola sudah masuk kategori aman sebagai minuman.
Penelusuran kami ke situs resmi dari Coca-Cola Tiongkok juga tidak menemukan informasi adanya peralihan produk dari minuman menjadi pembersih limbah. Pun, di sumber kredibel lainnya, tidak ada informasi yang mendukung klaim ini.
Kesimpulan
Hasil pemeriksaan fakta menunjukkan klaim Coca-Cola masuk golongan pembersih dan dilarang dikonsumsi di Tiongkok bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
Narasi tersebut berasal dari artikel situs satir, Panorama pada tahun 2018. Klaim ini juga beredar di negara lain dan sudah mendapat cap hoaks.
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Farida Susanty