Menuju konten utama

Hitam Putih Koperasi di Usia Senja

Citra koperasi di Indonesia kian hari makin luntur. Maraknya kasus-kasus penipuan investasi berkedok koperasi membuat citranya semakin buruk. Hanya segelintir yang mampu menorehkan prestasi. Hari ini, 69 tahun lalu semangat membangkitkan koperasi pernah berkobar. Masihkah api untuk berkoperasi menyala di era kekinian?

Hitam Putih Koperasi di Usia Senja
Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga (tengah) meninjau proses pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Antara foto/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Beberapa waktu lalu, sejumlah kasus penipuan berkedok koperasi terungkap di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Selain bodong alias tak berizin, pengurusnya menerapkan praktik rentenir dengan mengatasnamakan koperasi. Setidaknya ada 32 koperasi yang dianggap meresahkan masyarakat di Tasikmalaya. Itu baru di Tasikmalaya, belum lagi kasus-kasus penipuan berkedok koperasi yang marak di sejumlah daerah.

Kenyataan ini memang sungguh ironis bagi pertumbuhan koperasi. Perkembangan ini tentunya bertolak belakang dengan ikrar para pegiat koperasi di Indonesia untuk membangkitkan kembali sistem ekonomi koperasi yang sempat terlantar di era revolusi kemerdekaan. Ikrar itu digaungkan 69 tahun lalu, di Tasikmalaya, yang kini ironisnya justru marak penipuan berkedok koperasi.

Cikal bakal hari koperasi lahir di Tasikmalaya. Pada 12 Juli 1947, untuk kali pertama digelar kongres gerakan koperasi di Tasikmalaya, yang dihadiri oleh 500 utusan pegiat koperasi dari Jawa, Sumatera, Kalimantan. dan Sulawesi. Kongres yang bersejarah itu telah menetapkan 10 keputusan, salah satunya tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi. Pada tanggal itu lahir Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI), kini telah berganti nama menjadi Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Kini, Dekopin terlibat dalam asosiasi koperasi dunia atau International Co-operative Alliance (ICA).

ICA mencatat koperasi mengambil peran penting bagi perekonomian banyak negara, misalnya di Perancis ada 21.000 koperasi berdiri yang menyediakan 1 juta lapangan kerja atau setara dengan 3,5 persen populasi tenaga kerja mereka. Di Amerika Serikat (AS), jumlah koperasi mencapai 30.000 unit usaha yang menyerap 2 juta tenaga kerja. Sebanyak 100 besar koperasi papan atas dunia ada di AS.

Di Indonesia, ada ratusan ribu orang yang bekerja langsung di koperasi. Sayangnya, kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih sangat minim. Pada 2014 hanya sebesar 2 persen dari total PDB sebesar Rp10.544 triliun. BPS mencatat, jumlah koperasi di Indonesia merupakan salah satu yang terbanyak di dunia dengan jumlah primer koperasi sebanyak 209.000 unit usaha.

Masih relevankah koperasi saat ini? Di tengah kasus-kasus negatif yang merusak citra buruk koperasi di Indonesia. Perjalanan koperasi di Indonesia yang sudah 69 tahun, ibarat manusia sudah menginjak usia melampaui dewasa bahkan sudah senja. Sudah seharusnya prestasi yang dicapai, bukan lagi persoalan-persoalan miris yang membelit koperasi seperti investasi bodong berbalut koperasi.

Investasi Bodong

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sepanjang triwulan I-2016 terdapat 400 badan usaha yang tidak memiliki izin, tapi menawarkan produk investasi ke masyarakat. OJK juga mencatat berapa tahun lalu total dana nasabah yang tersangkut di berbagai investasi bodong atau kategori mencurigakan mencapai Rp40 triliun lebih, termasuk yang tersangkut di koperasi bermasalah.

Nama Koperasi Langit Biru merupakan salah satu yang terkenal empat tahun lalu. Koperasi Langit Biru dengan 115.000 nasabah, dilaporkan telah membuat para nasabahnya rugi hingga Rp6 triliun. Kasus ini berawal dari oknum pengurus yang membawa kabur uang anggotanya.

Pada 2014 OJK mengidentifikasi 262 penawaran investasi yang terindikasi bermasalah. Setelah ditelusuri, sebanyak 218 penawaran investasi tersebut tidak memiliki kejelasan izin dari otoritas berwenang termasuk dari Kementerian UKM dan Koperasi. Di antaranya, sebanyak 14 koperasi yang masuk dalam daftar negatif.

Nama-nama koperasi itu antara lain Koperasi Bubur Pandawa Mandiri yang menawarkan investasi uang, Koperasi Cipaganti yang menawarkan investasi uang, Koperasi Jasa Hukum yang menawarkan investasi tanaman/perkebunan jabon, dan Koperasi Jasa Profesi Cipta Prima Sejahtera yang menawarkan investasi tanaman/perkebunan kelapa sawit.

Beberapa nama koperasi lain yaitu Koperasi Karya Mandiri yang menawarkan investasi uang, Koperasi Masyari yang menawarkan investasi uang, legalitas dipertanyakan, dan Koperasi Mitra yang menawarkan investasi uang, deposito dengan bunga 10 persen. Nama lainnya Koperasi Nasari yang menawarkan investasi uang, Koperasi Pandawa Mandiri yang menawarkan investasi uang, Koperasi Persada Madani yang menawarkan investasi berjangka, Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN) yang menawarkan investasi uang dengan imbal hasil yang besar, Koperasi Sejahtera Bersama yang menawarkan investasi uang. Selanjutnya Koperasi Sumber Insan Mandiri yang menawarkan investasi uang dengan imbal hasil yang besar, dan Koperasi Titian Utama yang menawarkan investasi uang berupa penghimpunan dana masyarakat.

Masuknya 14 koperasi dalam daftar OJK sebenarnya bukan tanpa alasan. Sejak awal 2013 OJK menerima 2.772 pengaduan masyarakat terkait kasus investasi bodong maupun sengketa industri keuangan. Adanya kasus ini, para pengurus organisasi koperasi bukannya mawas diri, justru melakukan pembelaan. Alasan mereka karena selama ini koperasi bukan perusahaan investasi.

"Sesuai dengan UU Perkoperasian, koperasi dilarang untuk melakukan investasi seperti di pasar saham, pasar uang, asuransi, reksa dana, dan lain-lain. Dan itu tidak kami lakukan," kata Ketua Umum Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo) Sahala Panggabean dikutip dari Antara.

Apapun alasannya, fakta bahwa koperasi yang merugikan anggotanya nyata terjadi. OJK menilai Undang-undang koperasi yang ada saat ini tidak mampu memberikan efek jera terhadap para pelakunya karena sanksinya tidak maksimal. Saat ini usaha koperasi diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

"Dalam undang-undang koperasi, tidak ada yang pidana atau hanya sebatas pembinaan. Jika ada investasi berkedok koperasi dan menipu nasabahnya, yang dilanggar itu undang-undang koperasi bukan undang-undang OJK, jadi sulit menjeratnya," kata Deputi Direktur Kebijakan Penyidikan OJK Regional VI, I Ketut Widiana dikutip dari Antara.

Kasus investasi bodong yang melibatkan koperasi hanya sepenggal cerita lain dari persoalan dasar koperasi. Sampai saat ini ada ribuan koperasi di Indonesia gulung tikar, megap-megap atau hanya tinggal papan nama. Sejak tahun lalu, ada sekitar 62 ribu koperasi tidak aktif, sehingga dikeluarkan dari basis data nasional Kementerian Koperasi dan UKM.

"Tercatat ada sekitar 200 ribu lebih koperasi di Indonesia, 62 ribu tidak aktif, sisanya 147 ribu masih aktif," kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga dikutip dari Antara.

Sebanyak 147.000 koperasi yang masih aktif mendapatkan nomor induk koperasi. Totalnya memiliki anggota aktif sekitar 35 juta orang.

Catatan miring koperasi belakangan ini seolah menutup keberhasilan peran koperasi dalam ekonomi Indonesia pada masa lampau. Pada masa Orde Baru Koperasi Unit Desa (KUD) berkembang pesat. KUD bersama Bulog, Pusri, BRI menggalakkan program swasembada pangan sekaligus mengatasi kemiskinan desa. Hasilnya Indonesia mencapai swasembada pangan pada 1985. Indonesia pun mendapatkan penghargaan dari organisasi PBB yaitu Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Sayangnya, akibat krisis ekonomi pada tahun 1998, dari sejumlah besar Koperasi Indonesia hanya sebagian kecil saja yang mampu bertahan dan berkembang.

“Koperasi Indonesia sebagai wadah pengamalan Pancasila, wadah gerakan ekonomi untuk pengentasan kemiskinan, dan sebagai sokoguru ekonomi rakyat telah terwujud secara nyata di Indonesia semasa Orde Baru, baik melalui KUD maupun koperasi karyawan,” kata Pengamat ekonomi dan koperasi, yang juga mantan Menteri Koperasi Subiakto Tjakrawerdaja dikutip dari Antara.

Apa yang disampaikan Subiakto masih mengena di masa kekinian. Perkembangan bisnis dan jenis usaha di Indonesia bisa jadi landasan baru bagi hadirnya ekonomi koperasi. Hadirnya bisnis transportasi online menjadi sebuah tantangan baru bagaimana koperasi bisa masuk dalam sendi-sendi roda bisnis baru era terkini, seperti koperasi di bidang transportasi online.

Kekinian Koperasi

Sistem koperasi dalam bisnis angkutan umum bukan barang baru di Indonesia. Nama Koperasi Wahana Kalpika (KWK) sudah lama berkibar sebagai wadah yang menaungi jasa angkutan perkotaan (angkot) di DKI Jakarta. Belum lama ini, GrabCar dan UberTaksi mencoba mengikuti jejak KWK dengan membentuk koperasi sebagai badan usaha.

Pada Maret 2016, pengajuan badan hukum koperasi oleh Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia (PRRI) yang terafiliasi dengan GrabCar dan UberTaksi resmi berdiri. Menjelmanya GrabCar dan UberTaksi sebagai sebuah koperasi secara langsung memecahkan persoalan legalitas transportasi online ini. Dengan badan hukum koperasi, para pengemudi pun sudah memiliki payung hukum. Mereka sudah bisa melakukan uji KIR melalui koperasi. Hingga Maret, jumlah anggota koperasi PRRI sudah mencapai 5.000 orang.

Para anggota koperasi PRRI bisa menikmati berbagai kemudahan dari pemerintah di antaranya fasilitas akses kredit usaha rakyat (KUR) dan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM dengan suku bunga rendah. Kredit ini bisa untuk uang muka mobil, misalnya pinjaman Rp25 juta tidak perlu memakai agunan yang bisa dinikmati oleh anggota koperasi.

"Dengan berkoperasi, artinya kita sudah memiliki wadah secara resmi untuk menjalankan usaha sewa mobil, termasuk yang menggunakan aplikasi teknologi. Kita disatukan dalam satu wadah koperasi," kata Ketua Koperasi Jasa PRRI Ponco Seno dikutip dari Antara.

Lahirnya koperasi-koperasi baru dengan lini bisnis baru diharapkan bisa menjadi darah baru bagi perkoperasian di Indonesia. Sudah saatnya koperasi-koperasi di Indonesia bisa cemerlang seperti koperasi-koperasi di berbagai belahan dunia yang sukses mengukir prestasi. Indonesia punya segelintir koperasi yang berprestasi.

The 2015 World Co-operative Monitor memasukkan daftar 300 besar koperasi di dunia dari sisi aset hingga perputaran uangnya. Pada 2013 tercatat ada 2.360,05 miliar dolar AS uang yang berputar dari 300 koperasi papan atas dunia. Sayangnya koperasi papan atas asal Indonesia yang masuk ke daftar teratas hanya segelintir.

Pada 2015 Koperasi Warga Semen Gresik (KWSG) masuk peringkat ke-232 dalam daftar koperasi besar dunia yang versi World Co-operative Monitor. Capaian gemilang KWSG tak hanya di atas kertas, pada 17 September tahun lalu, mereka resmi punyak pabrik fiber cement board gress board di Desa Pungging, Mojokerto, Jatim dengan investasi Rp250 miliar.

KWSG telah memiliki berbagai sektor usaha, seperti perdagangan, jasa, restoran, ritel, dan simpan pinjam. Pada 2010, KWSG membukukan pendapatan usaha sebesar Rp1,19 triliun. Berselang empat tahun, pendapatan KWSG pada 2014 mencapai Rp2,69 triliun. Hingga 2015, KWSG memiliki 2.000 karyawan dan 6.000 anggota. Beberapa nama koperasi lainnya masuk dalam survei World Co-operative Monitor 2015, antara lain Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa), Koperasi Karyawan Indocement, Koperasi Kredit Cu Lantang Tipo, KSWG, dan KPL Mina Sumitra.

Sistem koperasi masih sangat relevan diterapkan di Indonesia asal dikelola secara profesional. Koperasi papan atas yang berprestasi jadi buktinya. Negara-negara maju seperti AS, Jepang, dan Eropa menempatkan koperasi sebagai sisi penting ekonomi mereka. Koperasi pada dasarnya sebagai sarana kerja sama mencapai kesejahteraan bersama bukan untuk memperkaya diri perorangan atau pengurusnya. Apalagi saat usia koperasi Indonesia yang sudah tidak muda lagi.

Selamat Hari Koperasi.

Baca juga artikel terkait EKONOMI atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti