Menuju konten utama
7 Januari 1989

Hirohito, Kaisar Jepang yang Lolos dari Percobaan Pembunuhan

Pada masa pendudukan Jepang, orang Indonesia diwajibkan membungkuk sedalam-dalamnya kepada Tenno Heika Hirohito.

Hirohito, Kaisar Jepang yang Lolos dari Percobaan Pembunuhan
Ilustrasi Mozaik Michinomiya Hirohito. tirto.id/Tino

tirto.id - Seikerei, istilah yang tak mudah bagi kebanyakan orang Indonesia untuk melakukannya pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Orang-orang harus membungkukkan badan sedalam-dalamnya ke arah Tokyo, untuk menghormati Tenno Heika, yang dianggap sebagai keturunan Dewi Amaraterasu atau Dewi Matahari.

Tindakan ini tentu begitu menjengkelkan terutama bagi kelompok Islam pada masa itu. Namun, bagi mereka yang menolak melakukan Seikerei, maka harus siap menerima "hadiah" hukuman dari para prajurit Angkatan Darat Kekaisaran Jepang yang bengis.

Kala itu, ritual Seikerei harus dilakukan sepenuh hati dan sedalam mungkin saat menundukkan badan. Bila seseorang ketahuan membungkuk kurang dalam, menurut pengakuan Francisca Fanggidaej dalam Memoar Perempuan Revolusioner (2006:47), hukuman yang diberikan adalah tamparan.

Siapa Tenno Heikai?

Tenno Heika adalah sebutan untuk kaisar Jepang. Tenno Heika berarti Yang Mulia Kaisar. Di masa perang, serdadu-serdadu Jepang yang merasa menang atau yang ingin membakar semangat biasa berteriak: “Tenno Heika Banzai” atau “hiduplah kaisar.”

Posisi Tenno saat Perang Pasifik terjadi dipegang oleh Hirohito, ia bertakhta sejak 25 Desember 1926 hingga 7 Januari 1989. Hirohito bukanlah sosok berbadan kekar atau terlihat macho. Ia memang mendapat pangkat-pangkat militer, tapi hobinya cukup unik untuk seorang yang punya takhta kerajaan. Penelitian studi biologi laut jadi kegemarannya.

Namun, bagaimanapun Hirohito adalah kaisar yang mendapatkan tempat khusus di hati orang Jepang dan hari kelahirannya selalu diperingati. Setelah Jepang menduduki Indonesia, tak ada lagi peringatan 31 Agustus untuk merayakan kelahiran Ratu Wilhelmina dari Belanda.

Peringatan semacam itu diganti dengan peringatan ulang tahun sang Kaisar Jepang, Hirohito. Ulang tahun Hirohito jatuh setiap 29 April. Kebetulan Hindia Belanda menyerah pada Jepang pada 8 Maret 1942 di Kalijati, Jawa Barat. Maka, sebulan lebih setelah menyerahnya Belanda, ulang tahun sang kaisar pun wajib pula dirayakan pula orang-orang Indonesia, yang diklaim sebagai Saudara Muda.

“Di Bandung orang ramai menjual bendera Nippon untuk merayakan hari ulang tahun Tenno Heika atau Kaisar Hirohito,” tulis Rosihan Anwar dalam Sejarah kecil Petite Histoire Indonesia- Volume 1 (2004:159).

Menurut Barlan Setiadijaya dalam 10 November: Gelora Kepahlawanan Indonesia (1992:2), penanggalan Jepang mulai dipakai. Pada 1942 Masehi menjadi 2602 Syoowa. Tak lupa, Gerakan Tiga A—yang dikenal dengan slogan Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia pun dibentuk pada hari ulang tahun Tenno Heika.

Menurut Rosihan, pada 1942 perayaan itu meriah, karena orang-orang Indonesia masih merasa Jepang adalah pembebas dari Belanda. Setahun kemudian--seiring makin loyonya Jepang dalam Perang Pasifik--perayaan ulang tahun Tenno Heika pun ikut loyo.

Meski dirayakan di Indonesia, setiap 29 April pada zaman pendudukan Jepang, tak pernah sekalipun Tenno Heika Hirohito menampakkan diri di hadapan orang-orang yang merayakan ulang tahunnya di Indonesia. Hanya segelintir orang Indonesia saja yang pernah bertemu Tenno Heika di zaman pendudukan Jepang.

“Pada 10 November 1943, Sukarno, Muhammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo diundang oleh Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo dalam kunjungan selama 17 hari di Jepang,” tulis Rhien Soemohadiwidjojo dalam Bung Karno Sang Singa Podium (2013:12).

Ketika bertemu Kaisar Hirohito, mereka bertiga dianugerahi Bintang Kekaisaran (Ratna Suci). Hatta dan Sukarno termasuk penasihat pemerintah militer Jepang, sementara itu Ki Bagoes dikenal sebagai sosok yang menolak seikerei. Kala itu, Jepang sedang berusaha mengambil hati orang-orang Indonesia agar mau membantu Jepang melawan Sekutu.

Lolos dari Lubang Maut

Hirohito lebih banyak menghabiskan waktu di Tokyo, terutama di istana. “Setelah Pearl Habour [diserang], Hirohito praktis menjadi tawanan di istananya,” tulis buku rilisan Time-Life yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Jepang Tersulut Perang (1986:90).

Ia pernah berada di bunker anti bom di istana kaisar Jepang pada 1945 karena terancam nyawanya. Hirohito juga pernah mengalami percobaan pembunuhan. Pada 27 Desember 1923, Namba Daisuke mencoba menembakkan pistolnya ke arah kaisar, tapi usaha itu gagal.

Di tahun yang sama, seorang Korea bernama Park Yeol dan pasangan Jepangnya, Fumiko Kaneko, ditangkap terkait rencana pembunuhan terhadap Hirohito. Kisah pasangan itu tergambar dalam film Anarchist from Colony (2017).

Infografik Mozaik Michinomiya Hirohito

Infografik Mozaik Michinomiya Hirohito. tirto.id/Tino

Saat Jerman punya Adolf Hitler yang begitu besar kuasanya, maka Hirohito seolah hanya sebuah simbol di Jepang. Kekuasaan Negeri Matahari Terbit itu dipegang oleh perwira-perwira Angkatan Darat yang haus kemenangan.

Sedari awal pemerintahan Hirohito, Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang berisikan para perwira yang tidak mau sejalan dengan Hirohito, yang lebih mengusahakan kemakmuran dengan cara damai. Namun, ia tak berdaya mengatur tentara. Para tentara berkuasa dan mengekspansi Asia sejak 1930-an.

Berdasarkan kebiasaan kuno, Hirohito yang masih bayi diasuh keluarga terpandang. Hirohito diasuh oleh keluarga Laksamana Count Kawamura dan istrinya. Ia belajar layaknya anak-anak aristokrat, antara lain belajar politik, sejarah, militer, sains, teknik, bahasa asing (Inggris, Jerman Prancis) dan biologi. Hirohito muda suka berenang dan berlayar di sekitar Teluk Tokyo.

Ketika usianya 20 tahun, setelah berkunjung ke Inggris, Hirohito muda merasa kehidupan di istananya kaku. “Saya mengalami apakah artinya hidup lebih bebas itu,” kata Hirohito dalam Jepang Tersulut Perang (1986:84).

Ia agak iri melihat Pangeran Wales yang makan di restoran umum dan berdansa dengan gadis-gadis cantik di klub malam. Dia memang tidak bebas begitu kembali ke Jepang.

Namun, ia jadi senang berpakaian Barat, bermain tenis, sarapan telur dan roti panggang. Selain itu, Hirohito tak mau poligami seperti kebanyakan raja-raja di dunia Timur. Di luar itu semua, Hirohito yang jadi kaisar sejak 25 Desember 1926, tak bisa bebas dari ambisi-ambisi perwira Angkatan Darat.

Sejarah mencatat bagaimana Hirohito harus menanggung malu dan kehancuran negaranya pada Agustus 1945. Setelah Kota Hirosima dan Nagasaki dibom atom, negaranya harus menyerah kalah.

==========

Artikel ini terbit pertama kali pada 7 Januari 2018. Redaksi melakukan penyuntingan ulang dan menayangkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait JEPANG atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Suhendra & Irfan Teguh Pribadi