tirto.id - Himpunan bank-bank milik negara (Himbara) melakukan berbagai persiapan untuk menghadapi era menjamurnya bank digital. Namun, Himbara tak mau tergesa-gesa dan tetap mempersiapkannya dengan penuh kehati-hatian.
“Cara merespons (era digital), tetap secara prudent melakukan transformasi di dua area: digital dan mindset, semua harus diedukasi untuk menyesuaikan dengan zaman yang baru,” jelas Dirut BRI Sunarso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (15/6/2021).
Sunarso menjelaskan, dalam dunia perbankan ada 8 risiko. Menurutnya, risiko yang paling berbahaya adalah terkait strategic risk. Risiko ini akan menggerogoti perbankan secara perlahan dan bisa menyebabkan kematian bank jika tidak dilakukan antisipasi lebih awal.
“Himbara terbiasa menghadapi strategic risk secara terstruktur, terencana. Kami yakin semua di Himbara sudah biasa menghadapi strategic risk, babak belur, restrukturisasi, transformasi,” jelas ketua Himbara ini.
Transformasi adalah cara untuk menghadapi strategic risk ini. Menurut Sunarso, bank-bank BUMN saat ini sudah mempersiapkan 1 unit kerja khusus untuk transformation office.
Transformasi ini diharapkan bisa menghadapi strategic risk yang muncul akibat adanya disrupsi. Misalnya dengan munculnya mata uang kripto, transaksi cashless.
“Semua dengan dalih mempercepat velocity of money untuk mendukung pertumbuhan. Tapi ini semua masih penuh ketidakjelasan, yang notabene ketidakjelasan ini sudah dikapitalisasi dengan meng-gopublic-kan bank digital,” tambah Sunarso.
“Kita tidak respons kita ketinggalan, kalau respons jangan-jangan langkah kita terlalu maju,” tambahnya.
Untuk itu, bank-bank BUMN merespons semua perkembangan ini dengan penuh kehati-hatian. Transformasi dilakukan dengan mendigitalisasi proses bisnis untuk menghasilkan efisiensi agar nasabah yang dilayani semakin banyak, dengan biaya yang semurah mungkin.
Sunarso tidak ingin meniru bank-bank digital yang belum proven dari sisi hasil, tapi sudah direspons dengan gegap gempita.
“Sekarang anak-anak muda, termasuk di Indonesia, mendigitalkan bisnis model untuk meng-create value. Contoh, bank belum ada apa-apa, masih rencana akan gini-gini, dinaikkan ke capital market. Dan kita tergiur,” katanya.
“Kalau bank kita yang ada barangnya, bener, ada UMKM, kalah bersaing dengan bank seperti itu, maka seperti apa kita? Kita akan mendigitalkan bisnis proses, tapi kita tidak akan meninggalkan core bisnis dan nasabah kita yang belum sepenuhnya digital,” tegasnya lagi.
Bank-bank digital sedang menjamur di Indonesia. OJK mencatat akan ada 12 bank digital yang hadir di Indonesia. Sebagian merupakan bank yang sudah go public.
Sejumlah bank yang dalam proses go digital yaitu:
- Bank BCA Digital
- PT BRIAgroniagaTbk
- PT Bank NeoCommerceTbk
- PT Bank CapitalTbk
- PT Bank Harda Internasional Tbk
- PT Bank QNB Indonesia Tbk
- PT KEB HanaBank.
Sementara bank-bank yang telah menyatakan diri sebagai bank digital adalah:
- Jenius dari Bank BTPN
- Wokee dari Bank Bukopin
- Digibank dari Bank DBS
- TMRW dari Bank UOB
- Jago dari Bank Jago.
Editor: Abdul Aziz