Menuju konten utama
Newsplus

Hemat Anggaran Pemerintah Timbulkan Risiko PHK di Bisnis MICE

Bagaimana Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja akan mempengaruhi ekonomi, utamanya bisnis MICE?

Hemat Anggaran Pemerintah Timbulkan Risiko PHK di Bisnis MICE
Ilustrasi hotel. foto/istockphoto

tirto.id - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sudah genap memasuki 100 hari masa kerja, semenjak dilantik pada 20 Oktober 2024. Beragam kebijakan ekonomi pun telah dikeluarkan dalam masa 100 hari pertama kerja tersebut, salah satunya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN serta APBD Tahun Anggaran 2025.

Melalui Inpres ini, Presiden Prabowo memerintahkan langkah pengurangan anggaran pada kegiatan yang dianggap kurang mendesak. Hal ini dilakukan agar anggaran negara dapat lebih fokus pada pembangunan dan peningkatan layanan publik. Pemerintah juga berupaya menjaga stabilitas fiskal tanpa harus menambah beban utang negara.

Dalam Inpres tersebut disebutkan total anggaran yang dipangkas ditaksir senilai Rp306,69 triliun dari total belanja negara 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun. Hal ini mencakup anggaran belanja K/L sebesar Rp256,1 triliun, dan transfer ke daerah (TKD) sebesar RP 50,59 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengakui pemangkasan anggaran sebesar Rp306 triliun oleh Presiden Prabowo Subianto dilakukan untuk membiayai kebijakan yang dirasakan langsung masyarakat, misalnya Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Presiden (Prabowo) menyampaikan dalam instruksi untuk melakukan fokus anggaran agar makin efisien dan penggunaan anggaran akan ditujukan kepada langkah-langkah yang memang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat langsung, seperti Makan Bergizi Gratis,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta pada Jumat (24/01/2025).

Sesuai arahan Prabowo, Sri Mulyani mengatakan pos anggaran yang tidak dirasakan manfaat langsung ke masyarakat akan menjadi target efisiensi.

“Termasuk kegiatan seremonial, rapat, seminar, pengadaan barang, hingga perjalanan dinas,” ungkapnya.

Dia menambahkan, efisiensi yang dimaksudnya adalah anggaran tersebut akan diprioritaskan untuk mendukung program-program yang dinilai produktif yang menciptakan lapangan kerja hingga mendukung industrialisasi.

“Jadi kalau pertanyaan dampak pada pertumbuhan ekonomi, ya justru ini akan memberikan, diharapkan dampak pada pertumbuhan ekonomi. Seperti makan bergizi gratis, apabila nanti struktur dari supply chain di pemerintah, atau lokasi masing-masing makin diperkuat,” ucapnya.

Adapun langkah penghematan anggaran ini menurutnya, dilakukan untuk meningkatkan kualitas belanja negara dalam negeri.

“Itu adalah fokus untuk memperbaiki quality dari spending. Kita bilang ya better spending, quality of spending itu dilakukan. Karena memang APBN tadi yang saya sampaikan, kalau akan terus menjadi instrumen yang penting, maka kualitas yang dari belanja, baik kementerian, lembaga, dan daerah itu perlu diperbaiki,” katanya.

Lalu, apa saja pos anggaran yang dipangkas?

Demi Makan Bergizi Gratis: Rapat Hingga Infrastruktur Dipangkas

Seperti yang disampaikan Sri Mulyani, pos anggaran yang tidak dirasakan manfaat langsung ke masyarakat akan menjadi target efisiensi. Oleh karena itu, anggaran belanja bantuan sosial (bansos) tidak terdampak kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto.

“Oleh karena itu, yang tidak dipotong adalah anggaran-anggaran belanja bantuan sosial. Tidak ada sedikitpun pengurangan di situ,” ungkap Sri Mulyani dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025 di ICE BSD, Tangerang, Kamis (30/01/2025).

Melalui Surat Nomor S-37/MK.02/2025 yang merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 terdapat 16 pos anggaran yang harus dipangkas K/L. Pos-pos tersebut di antaranya alat tulis kantor (ATK) sebesar 90 persen; kegiatan seremonial sebesar 56,9 persen; rapat, seminar, dan sejenisnya sebesar 45 persen; kajian dan analisis sebesar 51,5 persen; serta diklat dan bimbingan teknis (bimtek) sebesar 29 persen.

Pengurangan lain terlihat di honor output kegiatan dan jasa profesi, percetakan dan souvenir, sewa gedung, kendaraan, dan peralatan, lisensi aplikasi, jasa konsultan, bantuan pemerintah, pemeliharaan dan perawatan, perjalanan dinas, peralatan dan mesin, infrastruktur, dan belanja lainnya.

Dampak Positif dan Negatif Pemangkasan Anggaran

Peneliti bidang ekonomi di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan, menilai ada dua sisi positif dan negatif dari rencana pemangkasan anggaran ini. Dari sisi positif, ia melihat adanya kebijakan ini sebagai upaya dari pemerintah untuk mengurangi beban utang.

“Di tengah situasi pendapatan perpajakan itu sangat rendah tahun lalu hanya tercapai realisasi sekitar 97 persen dari target. Penghematan ini diharapkan bisa mengurangi penarikan utang baru yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem dan kebijakan fiskal kita,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Senin (3/2/2025)

Lebih lanjut, ia juga melihat kebijakan ini menjadi sinyal positif dan momentum bagi K/L dan instansi lain untuk mengencangkan ikat pinggang agar tidak lagi menghamburkan anggaran untuk kegiatan yang dirasa kurang bermanfaat.

Meski begitu, ia menyoroti masuknya pos infrastruktur yang masuk dalam rencana pemangkasan anggaran. Menurutnya, ini cukup mengkhawatirkan karena anggaran infrastruktur dinilai paling memberikan stimulus untuk ekonomi daerah di antaranya melalui penyerapan tenaga kerja.

“Tenaga kerja yang diserap itu biasanya bukan yang formal tapi informal gitu ya, pekerja-pekerja lepas. Dan mereka itu sangat berharap dari proyek-proyek pemerintah ini terutama dari infrastruktur gitu. Nah mudah-mudahan yang dihemat itu bukan dari pembangunan infrastrukturnya tapi perawatan-perawatannya,” katanya

Sektor lain yang berpotensi terdampak dari adanya pengematan anggaran ini adalah perhotelan seiring dengan pemangkasan anggaran seremonial, rapat hingga perjalanan dinas.

Data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) merekam, perjalanan dinas pemerintah punya sumbangan besar terutama untuk hotel bintang tiga dan empat, dengan market share sebesar 40 persen.

Bahkan di daerah-daerah seperti Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, hingga Papua, kontribusi kegiatan perjalanan dinas pemerintah bisa mencapai 70 persen.

“Saat ini langkah yang harus dilakukan oleh perhotelan itu ya, memaksimalkan kerjasama dengan kementerian pariwisata untuk memacu wisatawan asing atau dalam negeri ke hotel mereka gitu, agar pengurangan dari kegiatan di KL itu bisa menutupi lewat peningkatan dari wisatawan ini,” kata Abdul dari INDEF

Dilema Pemangkasan Anggaran: Potensi Timbulkan Efek Kesejahteraan Rakyat

Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyebut pemangkasan anggaran memang berpotensi menimbulkan dampak efek negatif ke bisnis MICE (Meeting, Incentives, Convention and Exhibition).

Hal ini disebabkan, sebagian besar pelaku usaha MICE andalkan pendapatan dari event pemerintah. Ia mengkhawatirkan ada risiko seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor jasa akomodasi dan makan minum imbas efisiensi belanja pemerintah

“Dampak ekonomi dari berkurangnya pendapatan sektor MICE mencakup potensi kehilangan lapangan kerja 104.000 orang. Sementara dari sisi PDB setidaknya potensi MICE terancam hingga Rp103,9 triliun,” ujar Bhima kepada Tirto, Senin (3/2/2025)

Menurut Bhima, tak cukup bagi industri jika hanya berharap dari kunjungan wisatawan. Dengan potensi gejolak geopolitik dan ekonomi global, maka belanja pemerintah memang diharapkan jadi motor pemulihan sektor MICE dan harapan itu pupus begitu ada efisiensi anggaran.

“Perlu ada paket kebijakan khusus untuk kompensasi kehilangan potensi pendapatan sektor MICE misalnya berupa pemangkasan PPh 21 karyawan, diskon tarif listrik, hingga fasilitasi promosi event internasional,” kata Bhima.

Sementara itu, menurut Abdul dari INDEF, masih ada pos-pos anggaran lain yang tidak memiliki manfaat langsung kepada masyarakat yang bisa dihemat seperti pengadaan mobil dinas bagi pejabat, renovasi rumah dinas, serta belanja pejabat lain yang jumlahnya diprediksi meningkat signifikan seiring gemuknya pos kabinet pemerintahan

Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan arah pemangkasan anggaran ini jika dilakukan hanya untuk menyokong program Makan Bergizi Gratis.

Menurutnya, ini menimbulkan suatu dilema, dimana di satu sisi pemangkasan anggaran ini hal yang baik tapi harusnya peruntukannya itu dialokasikan pada sektor-sektor vital bagi perekonomian.

Misalnya, perbaikan masalah pangan, perbaikan infrastruktur, pemberian stimulus terhadap industri, penerapan industri padat karya. Hal ini dilakukan agar kebijakan pemangkasan anggaran ini memberikan dampak pertumbuhan ekonomi pada kuartal berikutnya.

“Tidak salah sebetulnya diarahkan ke MBG gitu ya, tapi harus ada proporsi yang bisa dialokasikan juga ke program yang lainnya gitu. Karena sayang sekali kalau gitu itu harus dialokasikan semua ke MBG,” katanya

Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), menyoroti efisiensi pos anggaran baru menyasar pada 16 item di atas, padahal masih banyak item kegiatan K/L yang dapat diefisiensikan lebih lanjut.

Lebih lanjut, FITRA memberikan rekomendasi ke pemerintah untuk melakukan efisiensi terhadap pos lain seperti belanja pengadaan mobil dinas, belanja renovasi rumah dinas, penggunaan voorijder, belanja makan dan minum pejabat dan lainnya.

Soal ini, FITRA menyarankan pemerintah untuk melakukan perampingan kabinet, terutama bagi Menteri dan Wakil Menteri yang tidak perform hingga 100 hari kerja pemerintah saat ini.

“Bahwa semangat efisiensi anggaran (APBN/APBD) bertolak belakang dengan kebijakan penambahan jumlah Kementerian, Menteri, dan Wakil Menteri,” Ujar FITRA melalui keterangan resmi yang diterima Tirto, Senin (3/2/2025)

FITRA juga meminta pemerintah untuk melakukan transparansi penggunaan belanja hasil efisiensi anggaran agar digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat di antaranya peningkatan akses dan kualitas publik dasar.

Di antaranya, peningkatan akses dan kualitas pelayanan publik dasar, akuntabilitas implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG), pengurangan kemiskinan dan kesenjangan, serta kelestarian lingkungan hidup dan SDA.

Baca juga artikel terkait EFISIENSI ANGGARAN atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - News
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Farida Susanty