Menuju konten utama

Helm Jokowi dan Risiko Memilih Helm Sepeda Motor

Ada berbagai jenis helm yang memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan, faktor harga dan produk impor atau lokal bukan jadi patokan utama.

Ilustrasi helm. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Pekan lalu saat pembukaan Asian Games 2018 dihelat, publik cukup terperangah dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sempat beraksi di atas sepeda motor Yamaha FZ1. Beberapa perintilan berupa penampakan helm yang menjadi aksesoris aksi Jokowi juga jadi sorotan.

Di salah satu adegan video, Jokowi membuka chin bar di helm modular merek Nolan N104 untuk menyapa seorang anak SD yang hendak menyeberang jalan. Pada adegan lain Jokowi seolah sedang memberi contoh bagaimana seorang pengendara roda dua harus memakai helm saat berkendara.

“Helm berfungsi mengurangi risiko cedera serius pada kepala dan otak dengan mereduksi dampak dari benturan ke kepala," tulis World Health Organization (WHO) dalam pernyataan resminya ihwal betapa pentingnya helm untuk pengendara sepeda motor. Pemakaian helm dapat mengurangi kemungkinan cedera fatal bahkan kematian ketika terjadi kecelakaan.

Berdasarkan data WHO, cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas menyebabkan 88 persen pengendara sepeda motor di negara berkembang meninggal dunia. Sekalipun tidak membuat penderitanya tewas, cedera kepala dan otak sangat mungkin membuat penderitanya cacat dan membutuhkan biaya perawatan yang tinggi.

Secara sederhana, prinsip kerja helm ialah mengurangi dan menyerap energi ketika terjadi benturan di area kepala sehingga tekanan ke tulang tengkorak tidak begitu hebat. “(Helm) menyebarkan tekanan dari benturan ke area yang lebih luas, sehingga tidak berpusat pada satu area di tulang tengkorak saja,” jelas WHO.

Buat menjalankan fungsi tersebut, konstruksi helm disusun dari beberapa bagian. Pertama, outer shell (cangkang) yang terbuat dari material solid polycarbonate (keluarga plastik), lalu ada impact-absorbing liner—bagian lunak berupa Styrofoam untuk menyerap benturan. Di bagian dalam terdapat padding, bahan lembut terbuat dari busa dilapis kain halus untuk menyesuaikan ukuran helm dan membuat kepala nyaman. Selanjutnya retention system (tali pengikat) bertugas menjaga helm tidak terlepas dari kepala saat ada benturan.

Tanpa mengesampingkan fungsi dan standar konstruksi, produsen membuat beragam variasi model helm, seperti half face, full face, dan modular. Ketiganya punya plus-minus soal keamanan dan kenyamanan. Jenis helm ini juga mempengaruhi harga jual di pasaran.

Struktur helm half face hanya menutupi area kepala bagian atas sampai belakang, sementara wajah hingga dagu dibiarkan terbuka atau biasanya ditutupi visor (kaca) yang bisa dibuka. Pelindung kepala jenis ini menjadi favorit para pemotor, karena bentuk yang ringkas dan bobotnya ringan.

Mencuplik Motorbike writer, helm half face memungkinkan udara dengan mudah masuk ke area kepala, sehingga penggunanya merasa sejuk. Keuntungan lain dari model helm ini, yaitu visibilitas luas karena tidak ada penghalang di area wajah, sehingga memudahkan pengendara melihat situasi lalu lintas di depannya.

Sayangnya, helm half face tidak begitu optimal buat menghindari risiko cedera kepala, karena tidak ada pelindung dagu (chin bar), besar kemungkinan wajah pemakai helm half face "berciuman" langsung dengan aspal ketika terhempas dari sepeda motor saat terjadi insiden. Selain itu, wajah pemakai helm “parsial” ini rentan terkena benda asing, seperti pasir, debu, maupun air hujan yang bisa menggangu konsentrasi.

“Helm half face itu diperuntukkan untuk jarak pendek dan tidak high speed, tapi kalau perjalanan jauh saya tidak merekomendasikan half face. Helm ini membuat penggunanya nyaman, dia bisa ngobrol, atau makan,” jelas General Manager PT Prakarsa Abadi Sentosa—distributor resmi helm Nolan, X-Lite, dan Grex Avant Tjen saat dihubungi Tirto (23/8/2018).

src="//mmc.tirto.id/image/2018/08/23/jenis-helm--mild--nadya.jpg" width="860" alt="Infografik jenis helm" /

Untuk mendapatkan perlindungan lebih baik, pengendara sepeda motor sebaiknya memilih helm full face. Struktur helm full face menutupi keseluruhan bagian kepala, mulai dari atas, belakang, samping, sampai dagu.

Paper bertajuk “Motorcycle Helmet—A State of The Art Review” yang dihimpun F.A.O. Fernandes dan R.J. Alves de Sousa pada 2013, mengungkapkan luka parah karena kecelakaan sepeda motor bisa terjadi di area wajah. Helm jenis full face yang memiliki pelindung dagu bisa memberikan proteksi lebih baik dari tipe yang lain.

Pernyataan tersebut diperkuat penelitian berjudul “Effectiveness of Different Types of Motorcycle Helmets and Effects of Their Improper Use on Head Injuries” yang dilakukan oleh Wen-Yu Yu, Chih-Yi Chen, Wen-Ta Chiu, dan Mau-Rong Lin (2011), pengendara motor yang menggunakan helm full face memiliki perilaku berkendara lebih baik ketimbang pengguna helm half face.

Penelitian itu mengungkap hanya 50 dari 436 kecelakaan yang melibatkan pengendara dengan helm full face, sedangkan 106 kecelakaan terjadi pada pengguna helm half face, 274 kecelakaan dialami pengguna helm half-coverage (helm batok). Pengendara sepeda motor dengan helm full face juga memiliki risiko cedera kepala dan otak lebih kecil.

Namun kelemahannya, karena dimensi helm full face yang besar dan struktur lebih kompleks dari jenis helm lain, helm full face memiliki bobot lebih besar yang dapat membuat leher penggunanya terasa pegal. Minimnya ruang udara pada model helm ini menghambat aliran udara masuk, sehingga kepala menjadi gerah.

Ada pula jenis helm modular, yang mana helm ini memiliki konstruksi sama seperti helm full face, tapi dengan chin bar yang bisa dibuka-tutup, seperti helm Nolan N104 yang dipakai Jokowi. Di toko online, helm tipe ini dibanderol Rp5 jutaan.

Namun, kualitas proteksi helm modular masih diragukan, sebab pelindung dagu di helm tersebut tidak sekokoh pada helm full face. Lembaga pengujian kualitas helmet, seperti Departmen of Trasportation (DOT) Amerika Serikat tidak melakukan pengetesan terhadap chin bar di helm modular, sementara Economic Commision for Europe (ECE)—lembaga pengujian kualitas helm di Eropa memperbolehkan helm modular absen dari pengujian chin bar. Pelindung dagu di helm modular rentan memiliki kualitas penyerapan benturan yang buruk.

Saat memilih helm, pertimbangan terbesar ialah kualitas helm sesuai standar yang ditetapkan. Di Indonesia, sesuai Peraturan Menteri (Permen) Perindustrian Nomor 40/M-IND/PER/6/2008 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib, setiap helm yang dijual harus melalui pengujian di Badan Standar Nasional (BSN).

Aspek-aspek yang diuji, meliputi uji penyerapan kejut, uji penetrasi, uji efektivitas sistem penahan, uji kekuatan sistem penahan dengan tali pemegang, uji untuk pergeseran tali pemegang, uji ketahanan terhadap keausan dari tali pemegang, uji dampak miring, dan uji pelindung dagu (helm full face) dan uji sifat mudah terbakar. Helm yang sudah memenuhi kriteria dari pengetesan tersebut tersertifikasi dan dianggap aman untuk digunakan.

Selain soal kualitas, masalah harga pun kerap diperhitungkan oleh pembeli helm. Menurut Avant Tjen, harga helm dipengaruhi kualitas material serta brand helm itu sendiri. “Helm impor jelas lebih mahal karena terkena pajak dan sebagainya. Kualitas helm juga mempengaruhi harga, misalnya material plastik untuk cangkang helm itu kan ada berbagai jenis plastik. Ada juga yang bahannya karbon, baik itu full karbon atau carbon composite. Teknologi yang digunakan di pabrik, cost RnD juga mempengaruhi harga,” ujar Avant.

Helm yang beredar di pasar banyak macamnya, mulai dari jenis, merek, harga, dan desain. Saat seseorang menentukan pilihan, masalah harga bisa jadi bagian dari pertimbangan, tapi yang terpenting apakah helm yang ada di kepala kita sudah memenuhi standar.

Baca juga artikel terkait SEPEDA MOTOR atau tulisan lainnya dari Yudistira Perdana Imandiar

tirto.id - Otomotif
Penulis: Yudistira Perdana Imandiar
Editor: Suhendra
-->