Menuju konten utama
Mozaik

Heinrich Rudolf Hertz dan Pembuktian Gelombang Elektromagnetik

Dengan Spiral Riess yang telah dimodifikasi, Heinrich Rudolf Hertz berhasil mengungkap seluk-beluk gelombang elektromagnetik.

Heinrich Rudolf Hertz dan Pembuktian Gelombang Elektromagnetik
Header Mozaik HERTZ. tirto.id/Tino

tirto.id - “Selalu mengejutkan bagi saya bahwa Maxwell sepertinya tidak pernah berusaha mendapatkan bukti eksperimental apa pun tentang keberadaan gelombang elektromagnetik,” ujar Ambrose Fleming, murid terakhir James Clerk Maxwell di Cavendish Laboratory, University of Cambridge, Inggris.

Setelah Michael Faraday menemukan keterikatan antara magnet dan listrik, Maxwell mengungkap seluk-beluk di balik fenomena yang kemudian dikenal sebagai elektromagnetik ini lewat hitungan matematika.

Menurut Maxwell, seperti dikutip Lewis Coe dalam Wireless Radio (2006), persamaan matematika merupakan alat terkuat yang dimiliki dunia fisika untuk memahami alam. Di tataran terdasar, persamaan matematika dapat memprediksi hasil suatu eksperimen tanpa perlu melakukan eksperimen, misalnya dibuktikan melalui keindahan Teorema Pythagoras.

Hitung-hitungan ala Maxwell mengungkap keterikatan ini dalam konsep bernama "luminiferous ether" atau "medan", zat yang diyakini memenuhi seluruh ruang dan berfungsi sebagai medium gelombang elektromagnetik.

Gelombang alamiah yang dihasilkannya dari keterikatan tersebut kemudian dikenal sebagai Maxwell’s Wave. Ia bergerak dengan cara merambat secara konstan ke segala penjuru.

Mencoba membuktikan keyakinan Maxwell, dua fisikawan asal Amerika Serikat, Albert A. Michelson dan Edward W. Morley, melakukan eksperimen untuk membuktikan keberadaan "medan" pada 1887 dengan cara mengukur gerak relatif Bumi terhadap matahari.

Namun, eksperimen yang kemudian dikenal sebagai Percobaan Michelson–Morley ini gagal menghasilkan kesimpulan apa pun karena keterbatasan peralatan saintifik.

Seakan tak mau mengakui Maxwell, kondisi ini membuat mayoritas ilmuwan abad ke-19 percaya bahwa keterikatan fenomena listrik dan magnet timbul tanpa hubungan fisik atau perantara apa pun, alias bekerja berdasarkan teori jadul bernama "action at a distance".

Teori ini merupakan pondasi Newton dalam memahami gravitasi sebelum diluruskan Einstein. Dan frasa teori ini dipinjam Einstein untuk istilah kesohornya, "spooky-action-at-distance".

Karena keterbatasan pula, mayoritas ilmuwan lebih percaya bahwa perambatan gelombang elektromagnetik tidak dibatasi kecepatan cahaya, tetapi bergerak lebih cepat, sangat cepat, atau berkecepatan tak terbatas (infinity).

Seturut Hermann von Helmholtz, Ketua Departemen Fisika University of Berlin, perambatan gelombang elektromagnetik yang berkecepatan tak terbatas adalah aneh, khususnya jika gelombang tersebut merambat selain di udara (ruang vakum).

Maka, lagi-lagi atas keterbatasan yang dimiliki, Helmholtz mencoba berkompromi antara keyakinan Maxwell dan mayoritas ilmuwan dengan menerima teori "action at a distance" untuk ruang bebas, tetapi mengadopsi teori Maxwell dalam kasus dielektrik.

Namun, karena tak terlalu yakin dengan komprominya sendiri, lewat Berlin Academy of Science, pada 1879 Helmholtz mengadakan sayembara. Ia mencoba mencari tahu jawaban sebenarnya tentang fenomena elektromagnetik untuk mencari pembuktian saklek non hitung-hitungan matematis.

Sebuah sayembara yang dijawab dengan brilian oleh , murid sekaligus anak buahnya sendiri di University of Berlin.

Pembuktian Hertz

Dalam memoarnya berjudul Electric Waves (1893), Hertz mengatakan bahwa yang mendorongnya mengikuti sayembara adalah hadiah, yakni pengakuan dunia fisika tentang kemampuannya.

Lahir pada 1857 dari keluarga terpandang di Jerman, Hertz ditakdirkan untuk meneruskan kehidupan khas keluarganya: berlena menikmati hidup.

Namun, karena tertarik dan memiliki bakat di semua bidang—kecuali musik karena dia tuli--Hertz tak ingin terbuai dengan kemewahan yang dimiliki sejak orok dan menyia-nyiakan bakatnya.

Setelah menyelesaikan sekolah menengah, Hertz bertekad untuk menjadi seorang insinyur. Mula-mula dia mengabdi di kantor sipil Frankfurt. Karena pekerjaannya tidak terlalu banyak, maka ia masih punya waktu untuk belajar. Hertz tersadar tentang kehadiran ilmu baru: telegrafi.

Sadar bahwa komunikasi adalah masa depan manusia, Hertz memutuskan berhenti dari pekerjaannya untuk belajar lebih jauh soal telegrafi di Dresden Technical University. Namun, karena merasa pengajaran yang diberikan kurang, ia keluar dan melanjutkan hidup dengan bergabung bersama Angkatan Bersenjata Jerman sebagai serdadu infanteri.

Selesai bertugas di dinas militer, pertualangannya berlanjut dengan mendaftar sebagai mahasiswa di Munich Technical University, tetapi berubah pikiran dan akhirnya memilih berlabuh di University of Berlin.

Di kampus inilah Hertz bertemu dengan Hermann von Helmholtz sebagai guru sekaligus pimpinannya di laboratorium fisika.

Hertz lulus dengan predikat summa cumlaude. Ya, dia memang brilian, sehingga Helmholts hendak menjadikannay sebagai "anak ideologi"-nya. Helmholts meminta sang murid membahas komprominya soal teori "action-at-a-distance" dan teori Maxwell sebagai tema disertasinya.

Namun, karena menganggap sulit dilakukan atas ketiadaan alat yang dapat mendeteksi gelombang elektromagnetik dengan presisi, Hertz menolak tema tersebut hingga membuat hubungan guru-murid ini renggang. Tema yang dianjurkan Helmholts kemudian dijadikan sayembara.

Selain itu, penolakan Hertz atas tema tersebut dilakukan karena ia ingin keluar dari bayang-bayang Helmholts. Ini ia buktikan dengan hengkang dari University of Berlin selepas memperoleh gelar master di bidang fisika untuk menjadi privatdozent, ilmuwan tanpa gaji, di University of Kiel.—universitas paling mengenaskan di Jerman kala itu dengan ketiadaan laboratorium penelitian.

Infografik Mozaik HERTZ

Infografik Mozaik HERTZ. tirto.id/Tino

Karena tidak ada laboratorium, Hertz hanya dapat melakukan penelitian-penelitian teoritis. Atas dasar inilah dia kemudian pergi lagi ke tempat lain, yakni Technical University of Karlsruhe.

Di kampus yang terletak 700 kilometer barat daya Berlin ini Hertz akhirnya menjadi tuan di rumahnya sendiri. Ia menjadi orang paling pintar di sana, maka itu ditunjuk untuk memimpin laboratoriumnya sendiri dengan peralatan yang cukup lengkap.

Salah satu peralatan yang tersedia adalah Spiral Riess, semacam sepasang konduktor (primer dan sekunder) yang digulung secara spiral dengan bola logam di ujungnya. Saat arus listrik dialiri pada konduktor primer, perubahan listrik dapat dideteksi dan diamati dengan baik di sisi konduktor sekunder.

Menurut Hertz, usai bermain-main dengan alat ini terus-menerus bak terhipnotis, satu-satunya alasan mengapa arus listrik dapat diamati dengan baik lewat alat ini karena perambatan ruang dari radiasi elektromagnetik.

Atas pemikirannya inilah, alat yang dapat mendeteksi gelombang elektromagnetik dengan presisi tercipta. Hertz melakukan modifikasi pada Spiral Riess dengan menggunakan sepotong kawat tembaga yang dibentuk melingkar dan tertutup kecuali untuk celah udara kecil di antara kedua ujungnya.

Dipercik aliran listrik, spektrum elektomagnetik akhirnya berhasil "dilihat" oleh Hertz.

Dengan alat tersebut, perilaku dasar gelombang elektromagnetik akhirnya terungkap dengan pembuktian saklek, yakni pemantulan, pembiasan, difraksi, interferensi, dan polarisasi. Persis seperti sifat yang dimiliki cahaya.

Keyakinan James Clerk Maxwell tentang gelombang elektromagnetik yang hanya berdasarkan hitung-hitungan matematis memang benar adanya.

"Sangat indah [...] dengan eksperimen tersebut Hertz berhasil mensejajarkan diri dengan Faraday dan Maxwell,” puji Einstein.

Baca juga artikel terkait ELEKTROMAGNETIK atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Irfan Teguh Pribadi