Menuju konten utama

Hati-hati Beli Unit Linked!

Unit linked menjadi salah satu produk asuransi jiwa yang laris manis di Indonesia. Ia menggabungkan proteksi dan investasi. Tetapi jika dikalkulasi, investasi melalui unit linked tak begitu menguntungkan.

Hati-hati Beli Unit Linked!
Ilustrasi investasi Reksadana. Doc. Istimewa

tirto.id - Anda barangkali pernah didatangi agen asuransi yang kebetulan teman lama, saudara jauh, atau orang yang baru anda kenal di kereta. Lalu mereka bilang kepada Anda, “Hanya dengan Rp500 ribu perbulan selama sepuluh tahun, dapat asuransi kesehatan, dan nanti kalau pensiun bisa dapat Rp1 miliar.”

Produk yang dimaksud di agen asuransi itu bernama unit linked. Produk asuransi yang dibundel dengan investasi ini biasanya dijual oleh perusahaan asuransi jiwa. Bundelan proteksinya pun macam-macam, mulai dari hanya asuransi jiwa, asuransi kesehatan rawat inap, sampai asuransi khusus penyakit kritis.

Dalam buku Selami Asuransi demi Proteksi Diri, Joice Tauris Santi dan Nurul Qomariyah menuliskan bahwa produk unit linked sudah ada di Inggris sejak 1931. Namun, ia baru populer pada 1960-an. Unit linked baru masuk ke Indonesia pada 1988. Ketika pertama kali muncul, masyarakat menerimanya dengan baik karena dianggap sebagai alternatif investasi. Ia juga menjadi angin segar bagi masyarakat yang masih tidak rela membayar premi tanpa bisa menikmatinya dalam bentuk pengembalian.

Dalam skema unit linked, peserta asuransi atau pemegang polis membayar premi ke perusahaan asuransi. Sebagian premi itu kemudian diserahkan kepada manajer investasi untuk dikelola ke berbagai instrumen investasi. Ia bisa pasar uang, saham atau obligasi, konvensional atau syariah. Dengan skema ini, peserta hanya perlu membayar premi dalam waktu singkat untuk mendapat perlindungan lebih panjang.

Pengelolaan dana oleh manajer investasi itu persis seperti cara kerja reksa dana. Jadi nilai investasi keduanya akan bergantung pada naik-turunnya indeks saham. Hanya saja, pada reksa dana, peserta atau investor langsung menempatkan uangnya ke manajer investasi untuk dikelola melalui produk reksa dana yang dipilih. Tidak ada perantara perusahaan asuransi. Lalu, mana yang lebih menguntungkan?

Hendrick Tabor, wiraswasta asal Depok membeli produk unit linked lima tahun yang lalu. Setiap bulan, ia membayar Rp1 juta ke perusahaan asuransi untuk dia dan istrinya. Alasannya memilih unit linked karena sudah satu paket, asuransi kesehatan dan investasi.

Tetapi, Hendrick mengaku tak menggunakan fasilitas asuransi kesehatannya. Bulan lalu, saat ia mengalami kecelakaan yang membuatnya harus dirawat di rumah sakit. Hendrick menggunakan BPJS Kesehatan yang juga dibayarnya tiap bulan. Ini karena asuransi kesehatan swasta punya limit tertentu yang membuat pesertanya harus membayar jika limit sudah terlewati. Sementara BPJS bisa digunakan Hendrick hingga ia sembuh, tanpa harus membayar biaya selisih apa-apa.

Jika sejak lima tahun lalu, premi Rp1 juta yang dibayarkan Hendrick perbulan diinvestasikan ke salah satu reksa dana saham, nilai investasinya saat ini mencapai sekitar Rp69 juta. Angka tersebut didapat dari kalkulator reksa dana di Bareksa.com—tempat jual beli reksa dana online.

Hendrick memang tak mendapatkan proteksi jiwa dan kesehatan jika uang itu dibelikannya reksa dana. Tetapi toh dia juga tidak menggunakannya dan lebih memilih menggunakan BPJS Kesehatan.

Dua tahun lalu, penulis dan pembuat film, Iman Brotoseno lewat akun Twitter-nya menyampaikan keluhan dan penyesalannya membeli unit linked. Iman menyetor Rp3 juta per bulan, sampai tahun ke sembilan, total uang yang sudah disetorkannya Rp324 juta. Tetapi nilai investasinya pada produk unit linked hanya Rp207 juta.

“Mungkin karena ketidaktahuan, tetapi memang waktu itu, kombinasi asuransi dan investasi terlihat 'sexy',” ujar Iman lewat akun Twitternya.

Jika Iman memisahkan alokasi proteksi dan investasi, imbal hasil yang didapatnya jauh lebih besar. Katakanlah dia membayar premi asuransi Rp1 juta sebulan, lalu menginvestasikan Rp2 juta ke reksa dana saham. Premi Rp1 juta sebulan itu anggap saja uang hangus, karena memang seperti itulah sejatinya prinsip asuransi. Ia menjamin risiko yang bisa jadi ada, bisa tidak. Kalau risiko itu muncul, ada perusahaan asuransi yang menanggung, tetapi jika tidak, Iman setidaknya bisa lebih tenang.

Iman menceritakan pengalamannya itu di Twitter pada Februari 2014. Apabila diasumsikan ia membeli reksa dana saham sembilan tahun sebelumnya dengan besaran Rp2 juta sebulan, pada Februari 2014, nilai uangnya mencapai Rp504 juta. Angka ini dihitung berdasarkan pergerakan salah satu reksa dana saham selama sembilan tahun.

Meskipun tak membeli unit linked, Iman tetap bisa terproteksi sebab uang Rp1 juta bisa dialokasikan untuk premi asuransi tiap bulan. Dengan memisahkan proteksi dan investasi, Iman tetap mendapat manfaat keduanya dengan imbal hasil investasi maksimal, tentu saja.

Infografik Mau Pilih Investasi Apa?

Memisahkan proteksi dan investasi jauh lebih menguntungkan daripada menggabungkannya. Jika menggabungkan instrumen investasi dalam bentuk unit linked, tidak ada keleluasaan mencairkan dana investasi. Ada waktu tertentu yang harus dilewati untuk bisa mencairkan dana. Biasanya lima tahun atau sepuluh tahun.

Jika menempatkannya pada reksa dana, investor bisa leluasa mencairkan sebagian atau seluruh uangnya kapanpun. Yang menjadi pertimbangan hanyalah tidak mencairkan dana ketika indeks saham sedang turun karena akan merugi.

Reksa dana juga punya kelebihan dalam hal fee jual dan beli. Unit linked mematok fee 5 persen. Sedangkan reksa dana, besarnya fee sangat variatif, tetapi maksimal hanya 2 persen. Ada sangat banyak produk reksa dana yang fee-nya hanya 0,5 persen atau bahkan tak memungut fee sama sekali. Bayangkan jika dana investasi Anda mencapai Rp1 miliar, 5 persen dari Rp1 miliar adalah Rp50 juta.

Berinvestasi pada reksa dana juga memiliki kebebasan memilih manajer investasi dan portofolio reksa dana. Di tengah jalan, investor juga bebas gonta ganti manajer investasi. Ini berbeda dengan unit linked, pesertanya tak memiliki keleluasaan ini.

Selain leluasa gonta-ganti manajer investasi, investor reksa dana juga lebih leluasa menentukan jumlah uang yang diinvestasikan dan kapan mereka harus berinvestasi. Kita ketahui bahwa waktu terbaik berinvestasi adalah ketika harga saham anjlok yang membuat reksa dana memerah. Ketika kondisi ini terjadi, para investor reksa dana bisa membeli unit lebih banyak.

Tetapi unit linked tidak bisa, mereka membayar premi dengan tarif tetap minimal Rp500 ribu setiap bulan. Investor reksa dana bisa investasi minimal Rp100 ribu dan tak ada batasan maksimal.

Sampai Juli tahun ini, total dana kelolaan reksa dana di Indonesia mencapai Rp310,86 triliun. Ia tumbuh 14,14 persen dibandingkan total dana kelolaan pada akhir Desember tahun lalu, Rp272,34 triliun. Pertumbuhan dana kelolaan ini menunjukkan semakin banyak investor yang menggunakan reksa dana sebagai instrumen investasinya.

Kelebihan unit linked hanyalah persoalan kepraktisan. Pemegang polis tak perlu lagi memikirkan instrumen investasi apa. Cukup membayar sekali, sudah termasuk proteksi dan investasi. Namun, di era digital saat ini, membeli reksa dana bukan lagi perkara susah. Calon investor cukup datang ke bank-bank, memilih jenis reksa dana yang ingin dibeli, dan mengisi formulir.

Atau kalau malas datang ke bank, reksa dana bisa dibeli online. Ada beberapa situs online yang menjual reksa dana saat ini. Dengan segala kekurangannya dibandingkan reksa dana, maka Anda perlu berpikir lebih panjang sebelum membeli unit linked?

Baca juga artikel terkait REKSA DANA atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti