tirto.id - Data Indonesia Police Wath, menyebutkan hampir 50 persen senjata api beredar di Indonesia Ilegal. Data itu sungguh mencengangkan, apalagi soal kepemilikan senjata api ini sudah diatur oleh Undang-Undang. Lalu masih perlukah sipil diperbolehkan memegang senjata api?
Menurut Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, seharusnya Kepolisian jangan hanya terus mengeluarkan izin kepemilikan senjata api, namun keamanan yang seharusnya ditingkatkan hingga ada kepercayaan dari masyarakat. “Iya, memang idealnya seperti itu. Harusnya polisi yang menjamin keamanan sehingga masyarakat kita tidak memakai senjata,” ujar Neta S Pane .
Berikut petikan wawancara Neta S Pane kepada Reja Hidayat dari tirto.id mengenai peredaran dan kepemilikan senjata api di kalangan sipil.
Bagaimana Anda melihat kepemilikan senjata di kalangan sipil, yaitu artis dan pengusaha?
Sesuai dengan Undang-Undang boleh seperti pengusaha, pengacara, hakim, jaksa, DPR dan lainnya menggunakan senjata secara legal dengan mengikuti ketentuan Undang-Undang. Jadi tidak masalah selama mengikuti Undang Undang dan memiliki izin dari Intelkam Polri (Intelijen Keamanan Kepolisian Republik Indonesia).
Artinya syarat kepemilikan senjata api ketat?
Tepat. cuma yang jadi masalah, banyak sekali mereka yang semula memegang izin lalu tidak memperpanjang izinnya. Seharusnya orang-orang yang tidak memperpanjang senjata itu di buat Daftar Pencarian Orang (DPO) sama polisi karena mereka memegang senjata ilegal. Jadi saran kita setiap Kepolisian Daerah itu melakukan invetarisir kepemilikan senjata oleh sipil yang awalnya legal, lalu tidak memperpanjang akibatnya illegal. Ini harus ditertibkan.
Berapa banyak yang tidak memperpanjang izin?
Kita memperkirakan mencapai 50 persen dari izin kepemilikan senjata yang dikeluarkan oleh polisi.
Berapa izin yang dikeluarkan oleh polisi?
Perkiraan kita lebih dari 25 ribu di seluruh Indonesia.
Bagaimana pendapat Anda dengan kepemilikan senjata api dengan alasan membela diri?
Kalau artis tidak dizinkan, dalam ketentuan Undang-Undang mereka tidak diizinkan karena mereka tidak termasuk yang berisiko. Kalau pengusaha, mengingat aset, bisnis dan risiko ekonomi sehingga diizinkan memiliki senjata.
Sebetulnya bagaimana pengawasannya senjata di kalangan artis dan pengusaha sendiri?
Kalau Gatot itu memang enggak ada izinnya. Senjata api itu dari mana, apakah ada orang yang meminjamkan kepada Gatot. Kalau ada, orang itu yang dikenakan Undang Undang dan diproses secara hukum, termasuk Gatot juga.
Sanksinya?
Ancaman Undang-Undang Darurat maksimal hukuman mati.
International Crisis Grup pernah menyebutkan senjata ilegal yang berada di tangan sipil akibat pratik korupsi di institusi pemerintah, bagaimana menurut Anda?
Saya kira enggak ada kaitan itu. Kita enggak tahu sumber penelitian ICG itu. Tapi yang pasti sumber senjata ilegal itu ada lima sumber.
Dari mana saja sumbernya?
Pertama senjata selundupan, kedua senjata rakitan, ketiga senjata purnawirawan yang sudah meninggal lalu senjatanya tidak terkontrol, keempat senjata dari daerah konflik terakhir senjata yang awalnya legal lalu menjadi ilegal karena tidak memperpanjang izin. Jadi lima sumber ini.
Bagaimana Anda melihat pengawasan di tempat pembuatan senjata rakitan yang ada di beberapa daerah di Indonesia, contohnya di Cipacing?
Iya, itu terus menerus di razia, dikontrol juga oleh aparatur. Tapi yang namanya senjata rakitan itu terlalu gampang. Di mana saja bisa buat.
Bagaimana Anda melihat pengawasan penjualan senjata di internet?
Itu mungkin senjata olahraga, senjata gas. Tapi yang seperti ini harus ditertibkan. Tidak hanya senjata glock atau senjata gas air mata, senjata peluru hampa tetap saja berbahaya. Karena itu harus ditertibkan.
Dari IPW, berapa data kepemilikan senjata api dikalangan sipil termasuk artis?
Kalau artis tidak pernah, tapi secara umum pernah kita publikasi tiga tahun lalu. Data kita ada 41.102 pucuk senjata api yang beredar di masyarakat, termasuk yang digunakan untuk perorangan atau institusi di luar Polri dan TNI (non organik TNI-Polri). Sebanyak 17.983 pucuk senjata api non organik TNI-Polri diperuntukkan untuk bela diri yang terdiri dari 3.031 pucuk senjata api peluru tajam, 9.783 senjata peluru karet dan 5.169 senjata peluru gas.
Sementara senjata api yang diperuntukkan untuk satauan pengamanan (Satpam) terdiri dari 4.699 pucuk yang terdiri dari senjata api peluru tajam 4.323 pucuk, 155 senjata peluru karet dan 221 senjata peluru gas. Untuk senjata api yang diperuntukan untuk Polisi Khusus terdiri dari 11.247 pucuk senjata api peluru tajam, 203 senjata peluru karet, dan 419 senjata peluru gas. Sementara untuk senjata api yang diperuntukan olah raga terdiri dari 6.551 pucuk.
Banyaknya sipil memegang senjata api, tentu ada kaitannya dengan masalah keamanan, bagaimana tanggapan Anda?
Iya, memang idealnya seperti itu. Harusnya polisi yang menjamin keamanan sehingga masyarakat kita tidak memakai senjata. Tapi undang-undangnya ada, jadi Undang Undang harus diubah dulu. Ketika diubah maka keamanan dipercayakan kepada polisi.
Apa saran anda kepada pemerintah terkait kepemilikan senjata di kalangan sipil?
Harus ada tindakan serius dari aparatur negara terutama polisi untuk melakukan operasi sapu jagat sehingga senjata ilegal itu bisa ditertibkan, terutama lima sumber senjata tadi. Harus ada keseriusan negara untuk menertibkan. Operasi sapu jagat harus dilakukan berkala.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti