Menuju konten utama

Hari Udara Bersih Sedunia 7 September 2021: Sejarah, Tujuan, Tema

Hari Udara Bersih Internasional 7 September 2021: sejarah dan tema peringatan.

Hari Udara Bersih Sedunia 7 September 2021: Sejarah, Tujuan, Tema
Ilustrasi Polusi Udara. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Setiap tanggal 7 September, seluruh dunia akan memperingati Hari Udara Bersih Internasional. Tema Hari Udara Bersih Internasional 2021 adalah “Healthy Air, Healthy Planet”.

Semua mahluk hidup membutuhkan udara bersih, termasuk manusia. Tidak heran jika kebutuhan udara bersih juga menjadi salah satu hak asasi manusia.

Hari Udara Bersih Internasional diperingati dengan adanya latar belakang bahwa udara yang bersih sangat mempengaruhi kualitas hidup setiap mahluk hidup.

Udara dapat menentukan kesehatan hidup seseorang. Maka itu, menurut laman unenvironment.orgDewan Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan perintah kepada UN Environment Programme (UNEP) untuk mengkaji kewajiban HAM yang berhubungan dengan lingkungan yang sehat, aman, dan berkelanjutan.

Dalam misi ini, UNEP bekerja sama dengan pelapor khusus untuk HAM dan Lingkungan David R. Boyd. Apalagi, sembilan dari sepuluh anak dikabarkan menghirup udara kotor dan 600.000 anak di dunia meninggal setiap tahun karena polusi udara.

Faktor utama penyebab kematian anak di bawah usia lima tahun adalah Pneumonia. WHO menyebut polusi udara dapat berperan sebagai pembunuh senyap (silent killer).

Oleh karena itu, polusi udara tidak hanya berdampak buruk bagi paru-paru, polusi udara juga berdampak pada jantung dan otak. Polutan, partikel kecil dalam polusi udara dapat menginfeksi paru-paru dan pembuluh darah sekitar jantung.

Polutan yang terdiri dari arsenik, timbal, nitrat, karbon organik, sulfat, dan karbon hitam, bisa menembus pembuluh darah dan menyebabkan sumbatan. Lalu, sumbatan tersebut dapat menyebabkan stroke.

Tema Hari Udara Bersih Internasional 2021

Dilansir dari laman United Nations, tema Hari Udara Bersih Internasional tahun 2021 adalah “Healthy Air, Healthy Planet”. Peringatan hari ini bertujuan untuk menekankan aspek kesehatan dari polusi udara, terutama pada masa pandemi COVID-19.

Fokus tahun ini adalah memprioritaskan kebutuhan udara yang sehat untuk semua, sambil menjaga hubungan antarpribadi agar dapat tetap peduli betapa pentingnya isu tentang perubahan iklim, kesehatan manusia, planet serta tujuan pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, Hari Udara Bersih Internasional juga berfungsi sebagai seruan untuk menyelaraskan upaya dan mengklaim hak tiap orang atas udara bersih dengan kampanye #HealthyAirHealthyPlanet.

Dampak dari Udara Kotor

Terjadinya pandemi COVID-19 membuat isu tentang air bersih menjadi dua kali lipat lebih penting. Hal tersebut dipengaruhi oleh dua dampak berikut.

Dampak kesehatan: partikel polusi kecil yang tidak terlihat menembus jauh ke dalam paru-paru, aliran darah, dan tubuh mahluk hidup.

Polutan ini bertanggung jawab atas lingkungan hidup dan berakibat pada sepertiga kematian akibat stroke, penyakit pernapasan kronis, kanker paru-paru, serta seperempat kematian akibat serangan jantung.

Ozon di permukaan tanah yang dihasilkan dari interaksi berbagai polutan di bawah sinar matahari, juga merupakan penyebab asma dan penyakit pernapasan kronis.

Dampak iklim: polutan iklim berumur pendek atau short-lived climate pollutants (SLCP) adalah salah satu polutan yang paling terkait dengan efek kesehatan dan pemanasan jangka pendek di bumi.

Polutan ini bertahan di atmosfer hanya selama beberapa hari atau hingga beberapa dekade, sehingga menguranginya dapat memiliki manfaat kesehatan dan iklim.

Hari Udara Bersih Internasional 2021

Hari Udara Bersih Internasional 2021 bertujuan untuk mencegah dan mengurangi polusi udara, sehingga dapat meningkatkan kualitas udara secara global. Polusi adalah satu-satunya faktor utama kualitas kesehatan manusia dan salah satu penyebab utama kematian yang sulit dihindari secara global.

Berdasarkan data ditemukan bahwa sebanyak 6,5 juta kematian terjadi pada tahun 2016 di seluruh dunia. Penyebabnya, dikaitkan dengan polusi udara dalam dan luar ruangan.

Khususnya di negara berkembang, polusi udara dengan mudah mempengaruhi kesehatan perempuan, anak-anak, dan orang tua. Apalagi penduduknya, seringkali membakar bahan bakar kayu dan minyak tanah.

Tidak hanya sering membakar kedua hal itu, di negara berkembang penduduknya juga gemar memakai transportasi jarak jauh. Hal ini menyebabkan tingginya kemungkinan kematian atau sebanyak 50 persen pada tahun 2050 akibat polusi udara.

Oleh karena itu, kualitas udara yang buruk merupakan tantangan dalam konteks pembangunan berkelanjutan bagi semua negara, khususnya di kota dan kawasan perkotaan negara berkembang.

Beberapa polutan udara, seperti karbon hitam, metana, dan ozon di permukaan tanah, juga merupakan polutan iklim berumur pendek dan penyebab dari sebagian besar matinya tanaman dan turunnya ketahanan pangan.

Maka dari itu, negara-negara Anggota PBB menyadari kebutuhan untuk secara substansial mengurangi jumlah kematian dan penyakit akibat bahan kimia berbahaya dan polusi udara, air dan tanah.

Tidak hanya itu, hal ini juga bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan per kapita yang merugikan kota, termasuk dengan memberikan perhatian khusus pada kualitas udara, pengelolaan sampah kota, dan lainnya pada tahun 2030.

Atas hal ini, Majelis Umum memutuskan untuk menetapkan 7 September sebagai Hari Bersih Internasional udara untuk langit biru (Clean Air for blue skies).

Dalam dokumen hasil Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan yang berjudul "Masa depan yang kita inginkan," ("The future we want"), negara-negara berkomitmen untuk mempromosikan kebijakan pembangunan berkelanjutan untuk mendukung kualitas udara yang sehat dalam konteks kota dan pemukiman manusia secara berkelanjutan.

Agenda Hari Udara Bersih Internasional pada tahun 2030, yaitu untuk Pembangunan Berkelanjutan dengan menguraikan peta jalan agar dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan, dan kemakmuran bagi semua.

Baca juga artikel terkait HARI PENTING atau tulisan lainnya dari Ega Krisnawati

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ega Krisnawati
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Dipna Videlia Putsanra