tirto.id - Hari Media Sosial diperingati setiap 10 Juni di Indonesia. Kali ini adalah tahun keenam peringatan yang pertama kali digagas pada enam tahun silam. Sayangnya, masih ada peristiwa yang mencoreng dunia digital, seperti kebocoran data pribadi penduduk Indonesia.
Ketua Communication & Information System Security Research Center (Cissrec) Pratama Pershada berpendapat ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam momen Hari Media Sosial. Pertama, soal penyusunan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang urgen untuk disahkan.
Ada beberapa kasus kebocoran data pribadi, akan tetapi tidak jelas apa bentuk pertanggungjawaban secara hukum dan juga langkah-langkah teknis dari negara maupun swasta. "Maka, ketika memilih aplikasi maupun situs internet harus selektif, terlebih dahulu melihat 'review' pada aplikasi. Bila mencurigakan, lebih baik tidak memasangnya," ujar dia ketika dihubungi Tirto, Kamis (10/6/2021).
Ketika publik mengakses aplikasi dan situs, lalu diminta memasukkan berbagai data yang tidak relevan, sebaiknya hindari saja karena ditakutkan itu adalah aplikasi dan situs phishing.
Berdasar skor National Cyber Security Index (NCSI) yang dikeluarkan oleh Estonia, peringkat Indonesia turun dari nomor 72 ke 77. Salah satu penyebabnya adalah pada regulasi undang-undang yang masih sangat kurang.
"Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dan Undang-Undang Ketahanan Keamanan Siber masih belum rampung. Padahal kedua undang-undang ini, bersama Undang-Undang ITE dianggap sebagai payung hukum dalam mengamankan wilayah siber di Tanah Air," terang Pratama.
Negara ini belum bisa memaksa para penyelenggara sistem transaksi elektronik atau pengendali data pribadi untuk membangun sistem yang tinggi standar keamanannya, mengingat belum ada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Sehingga, lanjut Pratama, setiap peretasan dan kebocoran data, tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
Ini terjadi pada kasus kebocoran data pribadi mana pun di Tanah Air, termasuk yang terbesar dalam kasus Tokopedia.
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) atau pengendali data pribadi hanya dianggap korban, tanpa ada kewajiban memeriksa apakah mereka ini alpa karena tidak mengaplikasikan standar keamanan yang layak seperti enkripsi, misalnya.
Pratama melanjutkan, jika ada UU Perlindungan Data Pribadi, seharusnya PSTE ini bisa didorong melakukan implementasi teknologi yang maksimal dalam membangun dan mengamankan sistem informasi mereka. Terutama PSTE yang ada di infrastruktur strategis seperti BPJS, PLN, Pertamina maupun Bulog.
"Juga tidak ketinggalan militer dan kepolisian harus melakukan perbaikan-perbaikan agar tidak mudah menjadi santapan serangan siber pihak lain," tutur dia.
Hari Media Sosial dicetuskan oleh Handi Irawan, CEO Frontier Group dan juga penggagas Hari Pelanggan Nasional. Gagasan ini muncul karena Handi melihat fenomena penggunaan media sosial di Indonesia. Esensi dari Hari Media Sosial adalah perilaku bijak dalam menggunakan media sosial, baik itu dalam membuat ataupun membagikan konten.
Hari Media Sosial bertujuan mengedukasi para warganet di Indonesia. Melalui peringatan ini, warganet dan pelaku usaha kembali diingatkan untuk memanfaatkan media sosial secara positif.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri