tirto.id - Harga telur ayam masih terus mengalami kenaikan setelah Lebaran 2018 lalu. Kenaikan harga telur Ayam saat ini juga telah melampaui batasan yang dipatok Kementerian Perdagangan (Kemendag), yakni Rp22 ribu per Kilogram (Kg).
Menyikapi kenaikan harga ini, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita menyatakan akan menggelar pertemuan dengan para pelaku usaha yang terkait dengan sektor hulu bisnis telur ayam, pada Senin pekan depan.
"Mulai dari peternak mandiri, layer [penyedia], integrator, penjual pakan, baik pengusaha yang besar dan kecil, Senin akan kami undang untuk dievaluasi, kenapa bisa terjadi kenaikan harga," ujar Enggartiasto di Kantor Kemendag, Jakarta, pada Jumat malam (13/7/2018).
Pertemuan pada 16 Juli 2018 itu, menurut Enggartiasto, digelar untuk menelisik faktor-faktor pemicu kenaikan harga telur ayam secara lebih mendetail.
Sementara ini, dia memperkirakan kenaikan harga pakan ayam impor, yang terjadi seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar, menjadi salah satu pemicu makin mahalnya telur ayam.
"Kami mau mendengarkan semua dari pelaku apakah faktornya hanya sekedar nilai tukar [rupiah]? Komponen impor pakan itu ada sekian persen untuk [menyebabkan] terjadi kenaikan [harga]. Tapi, itu bukan satu-satunya faktor," kata Enggartiasto.
Setelah pertemuan Senin mendatang, dia berharap, Kemendag memiliki data valid dari para pelaku usaha mengenai beragam faktor pendorong kenaikan harga telur.
Berdasar Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, pada hari ini, harga telur ayam tertinggi di Maluku Utara, yakni mencapai Rp37.850 per Kg. Sementara di Provinsi Papua dan Maluku, masing-masing harganya sudah mencapai Rp35.850 per Kg dan Rp35.150 per Kg.
Harga telur tersebut jauh melampaui ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 58 tahun 2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen.
Permendag itu mematok harga acuan penjualan telur di konsumen, cuma Rp22 ribu per Kg. Sementara, batas atas harga acuan telur di tingkat petani ialah Rp19 ribu per Kg dan batas bawahnya, Rp17 ribu per Kg.
Tiga Pemicu Utama Harga Telur Makin Mahal Versi Peternak
Kepada Tirto, Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (PLN), Musbar mengatakan ada 3 penyebab utama harga telur melambung, yaitu produktifitas ayam petelur menurun, harga pakan naik, dan munculnya segmen konsumen baru.
Penyebab pertama, kata dia, tercermin dari angka penyusutan populasi ayam (deplasi) yang lebih tinggi dari normalnya. Normalnya deplasi 8-10 persen dari populasi. Namun, sekarang bisa mencapai 20 persen. Situasi ini, menurut Musbar, telah terjadi sejak 2 tahun terakhir.
"Pada waktu catur wulan terakhir 2017, anak-anak ayam banyak yang mati saat periode grower. Tingkat kematian dari 20 persen sampai 100 persen," ujar Musbar pada Rabu kemarin.
Dampak Tren deplasi itu diperparah oleh penjualan ayam afkir yang meningkat menjelang Ramadan dan Lebaran 2018. Ayam afkir tergolong ayam indukan berumur di atas 70 minggu yang dijual.
"Indukan yang diafkir itu tidak tergantikan sepenuhnya oleh ayam-ayam muda, karena pada November-Desember [2017] tingkat kematian [sedang] tinggi-tingginya. Tingkat produksi ayam itu berpengaruh pada kontinyuitas suplai telur," kata Musbar.
Mengenai penyebab kedua, kata Musbar, memicu kenaikan harga telur karena 30 persen komponen pakan ayam jadi selama ini ialah barang impor.
"Dengan dolar naik, harga pakan naik. Yang tadinya biaya pakan 60 persen dari total biaya produksi, sekarang biaya pakan naik menjadi 70 persen," sebut Musbar.
Dia menambahkan, untuk penyebab ketiga, bisa memicu kenaikan harga telur karena ada segmen konsumen baru dari kalangan ekonomi menengah ke bawah pada tahun politik. Maksud Musbar ialah pembagian sembako "politik" yang marak.
Musbar juga menduga segmen konsumen baru itu muncul akibat program bantuan non tunai pemerintah, yang digencarkan mulai 2017, berupa pemberian subsidi ke warga miskin berbentuk bahan pokok pangan, salah satunya telur.
"Masyarakat yang termarginalkan [miskin] dibelikan paket-paket sembako. Nah ini yang kelihatannya berpengaruh ke harga juga, yang mana di satu sisi suplainya turun," kata Musbar. "Ini masih menjadi suatu pengamatan belum suatu kepastian."
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom