tirto.id - Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi menilai, keputusan Pertamina menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi seperti Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex sudah tepat. Terlebih harga minyak dunia saat ini masih tergolong tinggi, meskipun harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ ICP) Juli menurun.
Rata-rata ICP minyak mentah Indonesia pada Juli 2022 tercatat turun sebesar 10,89 dolar AS per barel dari 117,62 dolar AS per barel menjadi 106,73 dolar AS per barel. Faktor mempengaruhi penurunan harga minyak dunia karena meningkatnya pasokan minyak mentah global.
Meski tergolong turun, namun harga rata-rata ICP per Juli di angka 106.73 dolar AS per barel, masih lebih tinggi sekitar 24 persen dari harga ICP pada Januari 2022.
“[Yang] dilakukan Pertamina tepat. Karena harga minyak dunia masih tetap tinggi. Kalau dibuat macam tren dalam beberapa bulan masih cenderung naik ICP. Secara totalitas mereka [Pertamina] naikan. Jadi wajar selama harga Pertamax ke atas naik tidak masalah," kata Fahmy kepada Tirto, Rabu (3/8/2022).
Fahmy yang juga eks anggota Tim Tata Kelola Migas ini mengatakan, adanya penyesuaian harga BBM nonsubsidi, maka secara tidak langsung membiasakan konsumen Pertamax ke atas untuk mengetahui harga ditetapkan bergerak fluktuatif. Bisa naik dan turun menyesuaikan minyak dunia.
“Agar konsumen terbiasa karena berbagai negara kenaikan harga fluktuatif. Cuma nanti kalau harga minyak dunia turun drastis jadi 70 dolar AS per barel, maka Pertamina harus seketika menurunkan harga Pertamax ke atas," kata dia.
Lebih lanjut, Fahmy mengatakan, langkah Pertamina menaikkan BBM nonsubsidi tentunya untuk mengurangi beban kompensasi yang diberikan oleh negara. Terlebih selama ini, negara harus menanggung beban kompensasi akibat Pertamina menjual BBM Pertamax atau RON 92 di bawah harga keekonomiannya.
“Untuk kurangi kompensasi tadi itu harus dinaikkan secara berkala mungkin kebijakan konsisten akan naik lagi harganya," ujarnya.
Di sisi lain, Fahmy menjamin kenaikan ketiga jenis produk BBM itu tidak akan menyulut inflasi. Karena jumlah konsumen Pertamax Turbo ke atas tidak besar yakni hanya lima persen dari konsumsi BBM nasional. "Tidak akan pengaruhi inflasi. Kecil," imbuhnya.
Penyesuaian harga BBM, lanjut Fahmy juga dinilai tidak akan berpotensi terjadinya migrasi ke Pertamax (RON 92). Sebab konsumen Pertamax ke atas adalah pemilik mobil mewah atau orang kaya.
“Mereka gak mungkin pindah ke Petamax karena mobil mesin mereka," tandasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz