tirto.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan obat antivirus COVID-19 jenis Molnuvirapir buatan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, Merck, dibanderol dengan harga di bawah Rp1 juta.
"Hitung-hitungan kami antara 40 sampai 50 dolar, jadi tidak terlalu mahal di bawah Rp1 juta," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX yang diikuti dari YouTube DPR RI di Jakarta, Senin (10/11/2021), sebagaimana diberitakan Antara.
Budi mengatakan Molnupiravir dapat dikonsumsi oleh pasien terkonfirmasi COVID-19 dengan tingkat saturasi oksigen di atas 95 atau bergejala ringan. "Jadi kalau dia positif tapi saturasi masih di atas 94/95, dikasih obat ini hasil uji klinis di luar negeri 50 persen bisa sembuh. Tidak masuk ke rumah sakit," katanya.
Budi mengatakan konsumsi Molnuvirapir dilakukan selama lima hari selama proses penyembuhan, masing-masing sebanyak delapan tablet. "Jadi kira-kira butuh 40 tablet," katanya.
Pemerintah berupaya mendatangkan sekitar 600 ribu hingga 1 juta obat Molnuvirapir pada tahap awal pada Desember 2021 melalui skema pembelian secara langsung kepada produsen.
"Molnupiravir ini sudah memberikan lisensinya ke delapan pabrik di India untuk diproduksi," katanya.
Kehadiran obat itu di Tanah Air diyakini Budi bisa memberikan kesiapan bagi Indonesia menghadapi gelombang lanjutan COVID-19. "Mudah-mudahan tidak terjadi, tapi kalau terjadi setidaknya kita punya stok dulu," ujarnya.
Selain itu, saat ini pemerintah terus mendorong agar para produsen obat dan vaksin untuk bisa berinvestasi di Tanah Air.
Menkes Budi mengatakan ada dua strategi pengadaan obat dari Merck maupun Pfizer.
Dalam jangka pendek, pemerintah akan mendatangkan obat-obatan tersebut lebih cepat melalui impor agar sebelum momentum Natal dan Tahun Baru pemerintah memiliki stok untuk mengantisipasi lonjakan kasus.
"Kalau terjadi apa-apa, mudah-mudahan tidak, di Nataru, kita sudah siap obatnya," katanya.
Namun, Menkes Budi menambahkan, mereka yang bisa mengimpor harus memberikan komitmen jangka panjang untuk membangun pabrik di Indonesia.
"Jadi jangka menengahnya, kita akan memilih nanti perusahaan-perusahaan yang kita impor obat jadinya tapi mereka berkomitmen untuk bangun pabrik di Indonesia. Bisa dia investasi langsung, bisa kerja sama dengan perusahaan BUMN atau swasta, yang penting dia bangun pabriknya di Indonesia," katanya.
Menkes Budi mengatakan pemerintah terus melakukan diskusi soal dua strategi tersebut, termasuk dengan kedua produsen obat tersebut. Diskusi tersebut akan dilakukan minggu ini dipimpin langsung oleh Menko Marves.
"Mudah-mudahan kita bisa selesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama," kata Menkes Budi.
Persiapan pemenuhan obat COVID-19 dalam jangka panjang, kata Budi, juga ditempuh pemerintah lewat pengajuan lisensi kepada produsen Merck atau The Medicines Patent Pool (MPP) yang kini tergabung di United Nations.
"Merck sudah meminta tolong kepada United Nations atau badan yang namanya MPP untuk bisa diberikan grand patennya oleh dia sehingga kita bisa berhubungan dengan mereka," katanya.
Budi mengatakan proses itu sudah memasuki tahap finalisasi. Pemerintah juga melibatkan perusahaan BUMN dan swasta untuk produksi di Indonesia.
"Kalau syukur bisa cepat, mudah-mudahan tahun depan kita bisa bikin di sini sehingga memperkuat sistem ketahanan kesehatan kita," katanya.
Editor: Abdul Aziz