tirto.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira meminta kepada pemerintah untuk menunda kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Hal ini seiring turunnya harga minyak mentah dunia di bawah 100 dolar AS per barel.
"Sebaiknya kenaikan harga BBM subsidi ditunda dulu karena harga minyak mentah dunianya turun," kata Bhima kepada Tirto, Kamis (1/9/2022).
Harga minyak mentah hari ini berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober kehilangan 2,09 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi 89,55 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Lalu minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober yang berakhir, Rabu (31/8/2022) merosot 2,82 dolar AS atau 2,8 persen, menjadi ditutup pada 96,49 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
"Bahkan penurunan ini diperkirakan akan berlanjut terus, jadi penurunan harga minyak mentah bisa berpengaruh kepada beban subsidi yang berkurang," bebernya.
Dia pun mendesak pemerintah agar ada kejelasan terkait naik atau tidaknya BBM subsidi. Kejelasan ini menurutnya perlu agar tidak terjadi kepanikan di tingkat masyarakat.
"Karena dengan ketidakjelasan pemerintah ini seperti pimpong ke sana kemari akibatnya apa? Akibatnya terjadi antrean justru itulah mempercepat kuota BBM habis. Karena komunikasi pemerintah tidak clear terkait harga BBM," jelasnya.
Pemerintah sendiri memperkirakan, kuota BBM jenis Pertalite dan Solar bakal habis pada September dan Oktober 2022. Hal ini tidak terlepas dari realisasi kuota untuk Pertalite sudah melampaui tinggi.
Kuota Pertalite disediakan pemerintah sebanyak 23,05 juta kiloliter (KL) pada 2022. Namun, hingga Juli 2022 realisasi konsumsi Pertalite di masyarakat sudah mencapai 16,84 juta KL.
"Setiap bulan 2,4 juta KL. Kalau ini diikuti, bahkan akhir September ini habis untuk [kuota] Pertalite," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Sementara untuk Solar, pemerintah telah menetapkan kuota sebanyak 14,91 juta KL untuk 2022, tetapi realisasi konsumsinya sudah mencapai 9,88 juta KL hingga Juli 2022. Jika mengikuti tren konsumsi, maka sebelum akhir tahun kuota Solar sudah habis.
"Jadi kalau ikuti tren ini, bulan Oktober habis kuotanya itu (Solar)," imbuhnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin