tirto.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan formula baru untuk menentukan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM).
Dengan mengacu pada formula tersebut, maka badan usaha yang menjual BBM harus ikut melakukan penyesuaian harga sebagaimana diatur pemerintah.
Kebijakan untuk mengatur formula baru itu telah disahkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 19K/10/MEM/2019 dan mulai berlaku sejak 1 Februari 2019.
“Ini untuk melindungi konsumen dan agar pengusaha tidak mengambil keuntungan yang besar. Jadi praktik usaha juga bisa lebih fair. Itu tujuan kami,” kata Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (10/2/2019).
Djoko menjelaskan, harga jual eceran saat ini akan ditentukan berdasarkan MOPS+konstanta+margin+ PPN sebesar 10 persen+PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) yang disesuaikan dengan peraturan daerah provinsi setempat.
Konstanta, kata dia, terdiri atas biaya perolehan di luar harga produk, biaya penyimpanan, dan biaya distribusi. Besaran konstanta beserta MOPS disebutkan Djoko harus mengikuti ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 19K/10/MEM/2019.
Djoko menyebutkan, penetapan harga jual eceran tidak boleh sembarangan. Badan usaha harus memperhatikan batas atas dan bawah yang telah ditetapkan Kementerian ESDM.
“Ketentuan batas marginnya paling rendah 5 persen dari harga pasar, sedangkan [batas margin] paling tinggi 10 persen dari harga pasar. Badan usaha harus dapat menetapkan harga jual eceran jenis BBM umum di dalam rentang tersebut,” jelas Djoko.
Dengan penetapan formula baru ini, Djoko meminta agar badan usaha melakukan penyesuaian serta melaporkan besarannya kepada pemerintah. Kemudian, badan usaha tidak membanding-bandingkan harga saat menjual BBM.
Djoko juga mengatakan, bakal ada penurunan harga jual BBM non-subsidi yang bervariasi. Kisarannya paling rendah adalah sebesar Rp50 per liter, sedangkan paling tinggi bisa mencapai Rp1.100 per liter.
Pernyataan terkait formula baru itu menyusul penurunan harga yang telah dilakukan PT Pertamina untuk BBM non-subsidi, kecuali Pertalite.
Kebijakan penurunan harga itu pun disebutkan menyesuaikan tren menurunnya harga minyak mentah dunia dan penguatan rupiah terhadap dollar AS.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Zakki Amali