tirto.id - Harga ayam hidup yang tak kunjung naik membuat geram para peternak mandiri. Hari ini, Kamis (5/9/2019), mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor kementerian koordinator bidang perekonomian, Jakata Pusat.
Sekjen Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sugeng Wahyudi, mengatakan, jatuhnya harga menyebabkan para peternak harus menanggung rugi hingga Rp 2 Triliun.
Angka tersebut dihitung secara kumulatif sejak harga ayam hidup di jatuh pada Januari 2019.
“Harga ayam hidup kembali menyentuh titik terendah di Agustus 2019, Rp8.000/kg. Sebabnya over supply produksi ayam hidup. Harganya sekarang di bawah harga pokok produksi (HPP) peternak,” ucap Sugeng dalam keterangan tertulis yang diperoleh reporter Tirto.
Sugeng mengatakan, puncak anjloknya harga ayam terjadi pada bulan Agustus lalu, setelah sebelumnya hal serupa dialami peternak pada Juni 2019.
Hal ini dianggap kegagalan pemerintah, sebab dalam berbagai rapat koordinasi dan evaluasi di tingkat kementerian dan lembaga belum pemerintah belum mengeluarkan solusi jitu untuk menagatasi permasalahan tersebut.
Peternak broiler pun kembali menelan pil pahit merasakan buruknya penataan perunggasan nasional.
Di samping itu, tingginya harga sarana produksi ternak (sapronak) saat harga jual ayam peternak jatuh juga masih jadi problem yang tak terselesaikan.
Sugeng bilang, harga pakan sejak awal 2019 sampai saat ini stabil di harga Rp6.800-7.400 per kg.
“Di saat harga selalu jauh di bawah HPP, [ayam] peternak bahkan anjlok dititik terendah, harga-harga sapronak terus stabil di level tertinggi,” imbuhnya.
Beban peternak juga diperberat dengan masih tingginya harga Day Old Chick (DOC) atau bibit ayam yang dijual ke pasaran.
Memang, harganya sudah turun dari Rp6.600 per kg di Agustsus 2018 menjadi Rp4.000 per kg, tetapi hal dinilai belum cukup membantu.
Apalagi saat ini pemerintah tengah akan mengurangi suplai DOC yang berdampak ke harga pasaran.
Sugeng meminta pemerintah menaikkan harga ayam peternak minimal di tingkat HPP. Bila perlu, diterbitkan Perpres untuk menata iklim usaha unggas nasional.
Pemerintah juga didesak untuk segera merealisasikan amanat Peraturan Menteri Pertanian nomor 32 Tahun 2017 agar peternak integrator (menguasai hulu-hilir) memiliki rumah potong.
Dengan demikian, kelebihan pasokan bisa diserap dan harga kembali stabi.
“Benang kusut ini tidak diurai pemerintah dan pelaku industri. Akhirnya memakan korban peternak broiler,” tandas Sugeng.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana