tirto.id - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotejo mengaku surat izin mengemudi (SIM) miliknya hilang. Hal itu diakuinya saat Hakim Ketua Fahzal Hendri menanyakan identitas dalam sidang dugaan korupsi pengadaan tower BTS 4G Bakti Kominfo.
Dalam sidang tersebut, Dito menjadi saksi tambahan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.
“Anda tinggal di mana? Ada KTP?” ujar Hakim Fahzal dalam sidang, Rabu (11/10/2023).
“Ada di istri, Yang Mulia,” kata Dito.
Lalu, istri Dito yang duduk di kursi depan peserta sidang mencari di dalam tas. Namun, pencarian itu membuat hakim menunggu sehingga diminta untuk menggantinya dengan SIM.
“Kalau tidak ada SIM juga enggak apa-apa karena yang penting alamatnya,” kata hakim anggota.
“SIM saya hilang, Yang Mulia,” jawab Dito.
Tak berselang lama, istri Dito yang mengenakan pakaian kemeja putih menemukan KTP tersebut. Kemudian, diberikan kepada majelis hakim untuk mengonfirmasi alamatnya.
Dalam e-KTP itu, Dito beralamat di Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur. Alamat tersebut berbeda dengan lokasi di mana saksi Resi sempat mengaku menyerahkan uang di rumahnya Jalan Denpasar Nomor 34.
Dito membeberkan, rumah tersebut merupakan milik orang tuanya yang biasa digunakan untuk berkumpul bersama teman-temannya. Ada alat gym yang memang biasa digunakan Dito bersama teman-temannya.
Untuk diketahui, Dito menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi ini dikarenakan pengakuan saksi Resi. Dalam kesaksiannya, Resi mengaku telah mengirimkan uang dua kali kepada Dito. Ia menyatakan bahwa penyerahan itu dilakukan sekitar November-Desember 2022.
Dibeberkan Resi, ia menyerahkan uang itu dalam bentuk bingkisan besar dan kecil. Uang itu diserahkan langsung kepada Dito di rumahnya tersebut.
"Ini ada titipan," kata Resi mencontohkan saat dirinya bertemu dengan Dito.
Untuk diketahui, dalam kasus ini Dito Ariotejo juga sudah pernah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung. Pemeriksaan itu guna mendalami pengakuan Windi atas aliran uang kepada Dito yang disebut untuk pengamanan kasus Bakti Kominfo.
Kasus korupsi ini bermula ketika Bakti Kominfo ingin memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Kominfo membangun infrastruktur 4.200 site BTS.
Dalam pelaksanaan perencanaan dan pelelangan, ada indikasi para tersangka merekayasa proses sehingga dalam pengadaannya tidak terjadi persaingan sehat. Bakti merupakan unit organisasi noneselon di lingkungan Kominfo yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Bakti berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh Direktur Utama.
Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp8 triliun. Angka tersebut merupakan hasil analisis Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian berupa biaya kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun.
Penyidik lalu menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, yaitu Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; Tersangka lainnya ada Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali; Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto; Menkominfo Johnny Plate; Windi Purnama, orang kepercayaan Irwan Hermawan, dan Direktur Utama PT Basis Utama Prima M. Yusrizki.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang