tirto.id -
Suhartoyo mengingatkan agar saksi tidak menggunakan diksi manipulatif dan siluman dalam menjelaskan tentang dugaan kejanggalan Daftar Pemilih Tetap (DPT), KTP dan KK palsu.
"Anda jangan menggunakan diksi manipulatif atau siluman, ada data yang tidak sesuai antara data sebenarnya dengan data pembandingnya," kata hakim Suhartoyo dalam sidang lanjutan gugatan hasil Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).
"Jangan menyimpulkan manipulasi atau siluman, pakai diksi yang lebih netral tidak kemudian nuansanya pendapat anda itu," imbuhnya.
Teguran ini terkait dengan pernyataan Agus sebelumnya menggunakan diksi manipulatif atau siluman saat menyebut bahwa ia dan timnya menemukan adanya dugaan DPT tidak wajar sebanyak 17,5 juta.
"Kami sejak Desember itu sudah datang kepada KPU untuk mendiskusikan dan menginformasikan DPT-DPT invalid. Kami diskusikan hingga Maret tidak ada titik temu dan membuat laporan resmi DPT tidak wajar 17,5 juta, tanggal lahir sama, KK manipulatif," ujar Agus Maksum.
KPU, kata Agus beralasan bahwa KK yang dimiliki Agus itu berasal dari pengecekan di lapangan. Pihak Prabowo-Sandi, menurut Agus, juga langsung mengecek data-data yang dinilainya invalid.
"Kami menemukan DPT tidak ada KK-nya, KPU mengatakan itu hasil pendataan di lapangan. Kami lakukan pengecekan di lapangan mengecek di Dukcapil ternyata tidak benar, ternyata orang itu punya KK," kata Agus.
Agus kemudian menyebut nama Udung dari Pangalengan, Bandung, Jawa Barat, yang punya dua kode digit awal sebagai kode provinsi KTP yakni 1-0. Padahal menurut Agus, kode provinsi KTP diawali 1-1. Dari situ lah akhirnya Agus mengatakan ada dugaan KK Manipulatif terkait munculnya pemilih fiktif.
"KK manipulatif itu ternyata setelah kami cek ke lapangan ternyata ada DPT silumannya," jelas Agus.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Nur Hidayah Perwitasari