tirto.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menjamin proses pemilihan ketua umum Persyarikatan dalam perhelatan Muktamar ke-48 di Solo, Jawa Tengah, terbebas dari intervensi politik, baik internal maupun eksternal organisasi.
"Tidak memungkinkan ada intervensi dari dalam maupun dari luar, termasuk dari 'luar angkasa' sehingga proses itu akan berjalan objektif," katanya saat konferensi pers di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Haedar proses seleksi calon ketum PP Muhammadiyah biasanya sudah berlangsung secara berjenjang dua tahun sebelum Muktamar sehingga tidak mungkin ada nama baru yang muncul secara mendadak.
"Dua tahun sebelumnya sudah melalui proses seleksi yang luar biasa, maka tidak akan ada tambahan di tengah jalan siapa pun dia," jelasnya.
Pada 18 November 2022 atau sehari sebelum Muktamar Muhammadiyah ke-48, Sidang Tanwir akan mengeluarkan sebanyak 39 nama calon dari hasil seleksi panitia pemilihan selama dua tahun.
Berikutnya, pada 19 November 2022 atau pada malam hari setelah muktamar dibuka, akan dipilih 13 nama dari 39 calon tersebut untuk masuk dalam struktur PP Muhammadiyah yang kemudian akan memilih ketua umum.
"Untuk (nama) ketua umum nanti dibawa lagi ke muktamar itu, di sidang pleno untuk disahkan," terang Haedar.
Ia memastikan bahwa seluruh progres dan proses pemilihan ketua umum hanya diketahui oleh panitia pemilihan. Bahkan jajaran pimpinan termasuk dirinya sebagai ketua umum yang masih menjabat saat ini tidak mengetahui nama-nama calon yang terseleksi.
"Kami pun baru tahu nanti tanggal 18 November itu. Ini serius jadi bukan pura-pura tidak tahu dan panitia pemilihan ini disumpah betul untuk tidak membocorkan," tutur Haedar.
Haedar sendiri mengaku pada 2021 termasuk menjadi salah satu dari sekitar 300 orang yang dimintai kesediaan untuk menjadi calon. "Karena diajukan sebagai calon oleh beberapa wilayah, kita bersedia, ada yang tidak bersedia. Nah kami yang sedia ini diseleksi lagi dan sejak seleksi itu kami sudah tidak tahu mana yang masuk dan mana yang tidak," ucapnya.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa secara prinsip kader Muhammadiyah tidak boleh menolak ketika mendapat amanat lewat muktamar dan harus menjalankannya dengan baik.
"Tapi jangan sekali-sekali kita mengejar amanat, mengejar jabatan. Itu sudah jadi darah daging kami Insyaallah," tutup Haedar.
Editor: Fahreza Rizky