tirto.id - Polres Metro Jakarta Utara menerima surat permohonan penangguhan penahanan Asteria Fitriani, yang menjadi tersangka kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kepala Polres Jakarta Utara, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengatakan surat permohonan penangguhan penahanan itu diajukan oleh keluarga Asteria Fitriani.
"Sudah kami Terima. Itu hak tersangka yang ditahan. Dia punya hak untuk mengajukan dan diatur oleh undang-undang, tapi nanti keputusan ada pada penyidik," kata Budhi kepada wartawan di Kantor Polres Metro Jakarta Utara pada Senin (15/7/2019).
Asteria adalah guru les bimbingan belajar. Dia ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena mengunggah status di facebook berisi seruan agar foto presiden tidak dipajang di sekolah. Status itu diunggah di akun facebook milik Asteria pada 26 Juni 2019.
Unggahan itu kemudian dilaporkan seseorang berinisial TCS ke polisi atas dugaan pelanggaran UU ITE.
Adapun kalimat lengkap dalam unggahan di akun facebook milik Asteria adalah sebagai berikut:
"Kalo boleh usul...di sekolah2 tidak usah lagi memajang foto Presiden & Wakil presiden...turunin aja foto2nya..kita sebagai guru ngga mau kan mengajarkan anak2 didik kita tunduk, mengikuti dan membiarkan kecurangan dan ketidakadilan? Cukup pajang foto GOODBENER kita ajaa...GUBERNUR INDONESIA ANIES BASWEDAN."
Menurut Budhi, penyidik Polres Jakarta Utara akan memperlajari terlebih dahulu surat permohonan penangguhan penahanan Asteria, sebelum memutuskan untuk menerima atau menolaknya.
"[Pertimbangan] Subjektifnya, apakah tersangka akan melarikan diri, mengulangi perbuatannya, apakah akan menghilangkan barang bukti. Kalau itu tidak terpenuhi, mungkin bisa dikabulkan," kata Budhi.
Asteria dijerat dengan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45 Huruf a Ayat (2) UU ITE juncto Pasal 14 Ayat (1) atau Ayat (2) atau Pasal 15 UU Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 160 KUHP atau Pasal 207 KUHP.
Karena menjadi tersangka ujaran kebencian, Asteria terancam hukuman pidana paling lama 6 tahun penjara atau denda maksimal Rp1 miliar.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom