tirto.id - Band rock asal Jakarta, .Feast, merilis video klip dari single terbaru mereka, "Nina". Lagu ini adalah bentuk surat cinta untuk keponakan mereka bersama, Nina.
Disutradarai oleh Dian Tamara, .Feast mengangkat pesan bahwa kita semua adalah Nina bagi seseorang, buah dari perubahan dalam sikap dan pikiran saat menemui masa kehadiran Nina di hidup mereka. Dalam musik video kali ini, .Feast mengajak Imelda Therrine yang memerankan Nina, Natasha Abigail, dan nama-nama lain.
"Nina" adalah single ketiga dari calon album ketiga .Feast, Membangun & Menghancurkan yang sudah lama dinantikan dan rencananya akan dirilis pada bulan Agustus 2024. Lagu ini dirilis oleh Sun Eater ke platform musik digital pada 5 Juli 2024.
Dalam single yang diproduseri oleh Vega Antares ini, .Feast mengambil tema pergeseran besar dalam hidup mereka. Diambil dari nama putri gitaris Adnan Satyanugraha, lagu "Nina" ini punya iringan musik yang lembut, seperti menyiratkan kasih sayang orang tua pada anaknya.
Dengan iringan musik yang lebih lembut dan terasa lebih pas kembang karya-karya .Feast yang paling
terkenal – termasuk dua single terbaru “Konsekuens” dan “Politrik” yang sudah rilis terlebih dulu-- lirik ciptaan Baskara dan Adnan untuk “Nina” berisi pesan untuk sang anak dari sudut pandang orang tua yang berusaha memberikan yang terbaik di tengah banyaknya cobaan hidup.
“Maaf atas perjalanan yang tak sempurna/Namun percayalah untukmu kujual dunia," tulis mereka.
Sifat lembut lagu “Nina” mungkin akan mengejutkan pendengar lama .Feast yang sudah terbiasa dengan tembang-tembang agresif seperti “Fastest Man Alive” dan “Camkan”. Tak tertutup kemungkinan bahwa akan ada yang geli hanya karena band ini menulis lagu untuk anak. Namun "Nina" serta Membangun & Menghancurkan adalah tanda kedewasaan .Feast sebagai band dan manusia, sudah saatnya bagi pendengar mereka untuk ikut dewasa bersama – dan mungkin juga sekalian melahirkan generasi penggemar yang baru.
Menurut Dian Tamara selaku sutradari dari musik video Nina, “Lagu ini merupakan pengingat bahwa kita semua adalah Nina bagi seseorang, dan ketika tiba waktunya kita memiliki Nina kita masing-masing, rasanya seperti ada argo yang baru berjalan. Bagiku pribadi, argo tersebut berjalan saat membesarkan seorang anak, melihatnya tumbuh, namun di waktu bersamaan juga melihat kedua orangtuaku kian menua. Menghadapi dan
menyadari siklus tersebut rasanya sedikit menyesakkan, (sialnya) tak terhindarkan, dan hanya bisa ditelan. Mungkin kita tidak pernah sadar jika bukan hanya anak kita yang tumbuh di mata kita, tapi kita juga tumbuh di mata orang tua kita.”
Editor: Nuran Wibisono