Menuju konten utama

Greenpeace: Perlu Koordinasi Antarsektor Atasi Polusi Udara Jakarta

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menilai Pemprov DKI perlu berkoordinasi lintas sektor untuk menuntaskan masalah polusi udara atau pencemaran udara di Jakarta.

Greenpeace: Perlu Koordinasi Antarsektor Atasi Polusi Udara Jakarta
Seorang wanita menggunakan masker untuk melindungi diri dari polusi udara saat menyeberang di jembatan penyeberangan orang di Sarinah, Jakarta, Senin (9/10/2017). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id -

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menilai jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang mau menuntaskan masalah polusi udara atau pencemaran udara di Jakarta, maka dibutuhkan koordinasi antarsektor dan wilayah.

“Harus ada koordinasi lintas administrasi, dan bahkan lintas sektoral atau kementerian,” ujar Bondan kepada reporter Tirto pada Selasa (16/4/2019).

Bondan menjelaskan bahwa terdapat sejumlah faktor atas buruknya udara di Jakarta. Faktornya bukanlah faktor tunggal.

“Karena bicara polusi udara ini, ada sumber bergerak dan tidak bergerak,” jelas Bondan.

Menurut Bondan, solusi yang diajukan seharusnya bukanlah untuk salah satu faktor penyebabnya saja, sebagaimana yang dikatakan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Anies mengatakan bahwa penyebab atas buruknya kualitas udara di Jakarta adalah banyaknya pengguna kendaraan pribadi. Anies pun memaparkan beberapa solusi terkait masalah kendaraan tersebut, salah satunya adalah memaksimalkan penggunaan transportasi dengan energi berbasis listrik.

Bondan menjelaskan bahwa transportasi hanyalah salah satu faktor penyebab. Faktor lain yang disebutkannya justru beberapa berasal dari kawasan di luar Jakarta. Salah satu faktor dari sumber tak bergerak dan berada di luar Jakarta adalah keberadaan sejumlah PLTU.

Bondan memaparkan bagaimana pergerakan angin yang ditangkapnya melalui satelit menunjukkan sejak April, angin bergerak ke arah Timur. Dengan itu, PLTU Babelan, yang berlokasi di Bekasi, bisa bergerak ke arah Jakarta.

“Seharusnya ada kajian reguler yang dilakukan pemerintah, baik Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan lainnya,” jelas Bondan.

Bondan menyayangkan karena hingga saat ini masih sulit mengakses informasi secara resmi dari pemerintah terkait dengan sumber-sumber polusi udara di Jakarta, lebih luasnya di Indonesia.

“Karena bicara sumber polusi sampai saat ini tidak ada data yang di-published resmi mengenai sumber,” ujarnya.

“Harusnya ada kajian reguler yang di-published seperti jurnal berikut yang dijadikan dasar kajian pengambilan kebijakan penanganan polusi udara,” ungkap Bondan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) punya standar untuk menyebut udara sehat. Udara sehat adalah yang punya partikel debu halus atau PM (Particulate Matter) 2,5 sebesar 25 µg/m³.

Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi memaparkan PM 2,5 di atas 38 µg/m³, bahkan mencapai 100 µg/m³ pada hari-hari tertentu.

“Jakarta masih mengalami pencemaran udara ya. Masih buruk kualitasnya,” kata Bagus saat dihubungi pada Senin (15/4/2019).

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri