tirto.id - Go-Jek, salah satu start up nasional yang bergerak di bidang transportasi online mengaku masih mengkaji regulasi baru yang akan diterapkan per tanggal 1 November 2017 mendatang ini.
"Dari kami tetap masih mau menunggu. Saat ini kami masih mau mengkaji, khususnya di daerah-daerah (peraturan) ini bagaimana penerapannya nanti," ujar Chief HR Go-Jek Monica Oudang di Paviliun Indonesia Senayan City, Senin (30/10/2017).
Sebelum peraturan ini muncul, Go-Jek mengaku telah menerapkan tarif dan poin-poin pada aturan operasionalnya. "Kami dari Go-Jek sudah mengikuti dan mematuhi," ujar Monica.
Ia juga menegaskan, belum ada action plan khusus terkait apa yang akan dilakukan Go-Jek mengenai peraturan pemerintah yang baru. "Kami masih dalam tahap pengkajian," imbuh Monica.
Kementerian Perhubungan pada 20 Oktober 2017 lalu secara resmi meluncurkan peraturan baru terkait transportasi online. Aturan ini adalah revisi dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek alias taksi online.
Dalam peraturan ini, terdapat sembilan poin yang difokuskan, meliputi argometer, tarif, wilayah operasi, kuota atau perencanaan kebutuhan, persyaratan minimal lima kendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor domisili tanda nomor kendaraan bermotor, sertifikat registrasi uji tipe,dan peran aplikator.
Baca: Grab Harap Aturan Pemasangan Striker Tak Pancing Intimidasi
Sebelumnya, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengharapkan adanya keluwesan dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Salah satunya terkait dengan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi dan penumpang taksi daring (online).
Ridzki tidak menampik apabila saat ini masih ditemukan adanya intimidasi terhadap pengemudi taksi daring saat mengangkut penumpang di beberapa tempat, seperti bandara maupun stasiun kereta. Oleh karena itu, Ridzki meminta agar kebijakan pemasangan stiker di armada tidak malah memancing aksi intimidatif yang lebih parah.
“Kalau dilihat dari motivasinya, penggunaan stiker itu baik. Tapi kalau dilihat dari realitanya di lapangan, di sini perlu ada keluwesan dari penggunaan maupun praktik dari aturan tersebut,” ujar Ridzki di Kementerian Perhubungan, Jakarta pada Jumat (27/10/2017) siang.
Penulis: Diana Pramesti
Editor: Alexander Haryanto