tirto.id - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, merespons persepsi publik yang menilai Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto yang bersikap "lembek" terhadap penyelesaian sengketa di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Menurut Arief saat debat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu Prabowo memang sempat menyinggung kekayaan Indonesia yang harus dijaga. Tak hanya itu, kala itu Prabowo menurut Arief menyatakan sistem pertahanan Indonesia yang masih lemah.
Dengan pertahanan dan perekonomian Indonesia yang lemah, kata Arief, hal tersebut akan memudahkan negara lain masuk ke wilayah Indonesia seperti yang terjadi saat ini di Perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri).
"Nah, sekarang terbukti dengan masuk kapal-kapal Cina ke Natuna dan sudah dilakukan protes oleh pemerintah tapi kan enggak dianggap. Jadi bukan lembek, tapi Prabowo tahu kalau pertahanan kita lemah, jadi jalan diplomasi adalah yang paling cool," kata Arief saat dikonfirmasi, Selasa (7/1/2020).
Seperti Prabowo, Arief meminta masyarakat Indonesia juga mengakui kalau sistem pertahanan dan kekuatan Indonesia masih sangat lemah apalagi bila dibandingkan dengan kekuatan militer Cina.
"China sudah bisa menciptakan dan memproduksi alutsista sendiri. Nah, kita semua BUMN alutsista kita saja hancur banyak korupsi," kata Arief.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra lainnya Sufmi Dasco Ahmad menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri terhadap kasus di perairan Natuna sudah tepat dan cukup tegas.
Apalagi, kata Dasco, pengerahan armada laut yang telah dilakukan juga cukup menunjukkan bahwa Indonesia sudah tegas dalam penegakan kedaulatan. Upaya diplomasi yang dilakukan Kemenlu, menurut Wakil Ketua DPR RI ini juga sudah maksimal.
"Apa yang dilakukan Menlu melalui jalur diplomasi saya pikir sudah cukup keras, sudah pas. Dan harus dilakukan komunikasi dan diplomasi yang intens, pertama untuk menyamakan persepsi soal garis batas sehingga hal tersebut bisa diselesaikan dengan baik," kata Dasco saat ditemui di DPR RI, Selasa (7/1/2020).
Dasco juga meminta kepada para pengamat isu hukum internasional yang berkomentar mengenai kasus di perairan Natuna untuk jangan berkomentar yang justru bisa memperlemah posisi Indonesia.
"Kepada pada para teman-teman, terutama pengamat, menurut saya harus melihat posisi dengan pas. Jangan kemudian memberikan komentar atau pendapat yang justru memperlemah semangat kebangsaan kita dalam rangka menegakan kedaulatan di wilayah kita sendiri," katanya.
Ia menilai, yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia saat ini adalah melakukan negosiasi seintensif mungkin karena tak mungkin Indonesia melakukan perang.
"Ya, kan negosiasi melalui jalur diplomasi harus dilaksanakan. Karena kita tidak mungkin kan mengajak langsung perang," kata Dasco.
Semangat TNI untuk menjaga kedaulatan NKRI ini tak didukung pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pemerintah Indonesia justru memilih upaya damai dengan melakukan diplomasi ketimbang menangkap kapal pencuri ikan asal Cina. Hal itu terlihat dari ucapan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang menanggapi tenang polemik laut Natuna yang jelas-jelas diklaim oleh Cina sebagai bagian dari wilayahnya.
“Kita cool saja. Kita santai kok ya,” ucap Prabowo kepada wartawan saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (3/1/2019).
Tak hanya Prabowo yang menanggapi santai, Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan juga meminta perkara ini tak perlu dibesar-besarkan. Sontak, pernyataan dua mantan jenderal TNI ini mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Mereka terlihat lembek dan tak garang kala berhadapan dengan Cina. Padahal, sosok dua menteri Jokowi ini dikenal beberapa kali dalam retorikanya tampak garang.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto