tirto.id - Gerakan Texas untuk memisahkan diri dari Amerika Serikat—dikenal dengan Texit—telah menjadi topik yang menyita perhatian dalam beberapa dekade terakhir.
Anggota parlemen Negara Bagian Texas Bryan Slaton baru-baru ini kembali mengangkat isu tersebut. Dia menyampaikan RUU Referendum Texas (HB 3596) melalui akun Twitter pribadinya pada 7 Maret lalu, bertepatan dengan peringatan Kejatuhan Benteng Alamo ke tangan pasukan Meksiko dalam pertempuran sengit pada 1836.
Meskipun sejarah Texas turut menjadi salah satu faktor pendorong, gerakan Texit sebenarnya lebih dipicu isu-isu politik, seperti hak-hak individual, kebijakan lingkungan, dan kebijakan imigrasi.
Isu-isu tersebut memicu perdebatan atas pertanyaan fundamental: apakah Texas memiliki hak untuk memisahkan diri. Jika iya, bagaimana pengaruhnya terhadap stabilitas politik dan ekonomi AS secara keseluruhan.
Solusi Texas Keluar dari AS
Gerakan Texit memperjuangkan Texas menjadi negara mandiri yang terpisah dari AS, dengan otonomi penuh serta kemerdekaan secara politik.
Menurut sejarahnya, gagasan Texit bukanlah sesuatu yang baru. Sejak bergabung dengan AS pada 1845, orang-orang Texas sering kali merasa dianggap berbeda karena memiliki sejarah, budaya, dan identitas yang unik ketimbang negara bagian lainnya.
Beberapa pengikut gerakan Texit mengklaim bahwa Texas memiliki hak untuk memisahkan diri.Pasalnya, Texas semula adalah sebuah republik berdaulat usai merdeka dari Meksiko pada 1836. Sembilan tahun kemudian, Texas bergabung dengan AS sebagai negara bagian ke-28.
Pada 1861, Texas bersama dengan sepuluh negara bagian lain sempat memisahkan diri, lalu membentuk Konfederasi selama Perang Saudara AS. Setelah kekalahan Konfederasi, Texas kembali menjadi bagian dari AS dan mendapatkan pengakuannya pada 1870.
Sejak saat itu, benih-benih awal gerakan Texit mulai bermunculan. Salah satu upaya terjadi pada 1995, ketika kelompok aktivis Republik Texas mencoba untuk membentuk pemerintahan sendiri dengan mengumumkan kemerdekaan.
Namun, usaha ini tidak pernah terwujud sebab tidak mendapatkan dukungan yang luas.
Selain itu, beberapa kelompok konservatif dan libertarian Texas juga mendukung pemisahan diri. Alasan utama mereka karena menganggap Pemerintah Federal AS terlalu intrusif dalam kehidupan masyarakat Texas.
Ketidakpuasan Terhadap Pemerintah Federal
Ada berbagai latar belakang yang mempengaruhi gerakan Texit. Salah satu yang sering dikemukakan adalah ketidakpuasan terhadap Pemerintah Federal yang memperlakukan Texas secara tidak adil.
Texas merupakan salah satu dari beberapa negara bagian AS yang tidak mengenakan pajak penghasilan individu. Sebagai gantinya, Texas mengenakan pajak properti yang relatif tinggi. Selain itu, Texas juga memungkinkan beberapa bisnis membayar pajak yang lebih rendah.
Hal itu sering menimbulkan kontroversi lantaran Pemerintah Federal ingin mengenakan pajak yang lebih merata di seluruh negara bagian. Terlebih, pada 2009, kalangan konservatif AS menyuarakan penerapan pajak rendah untuk kesejahteraan ekonomi warga.
Beberapa pejabat Texas telah menentang kebijakan pajak federal tersebut dan menuntut pengakuan atas hak Texas untuk menentukan pajak mereka sendiri. Gerakan protes atas kebijakan pajak ini kemudian dikenal dengan Tea Party Movement. Gubernur Texas saat itu, Rick Perry, bahkan menyarankan negara bagiannya untuk meninggalkan AS.
Para pendukung Texit kemudian sampai pada pandangan bahwa Pemerintah Federal terlalu berlebihan dalam mengatur dan mencampuri urusan dalam negeri Texas, termasuk dalam hal kebijakan lingkungan dan imigrasi.
Lone Star State sebagai negara bagian terbesar kedua dengan luas wilayah lebih dari 696.000 km² dianggap memiliki potensi ekonomi lewat pertanian, peternakan, dan industri energi yang memadai.
Memiliki industri minyak dan gas yang besar, Texas menentang regulasi federal untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, termasuk cara penanganan limbah radioaktif dan kebijakan energi terbarukan.
Texas juga berkonfrontasi terkait kebijakan imigrasi Pemerintah Federal AS, terutama terkait kebijakan penanganan imigran ilegal dan kebijakan DACA (Deferred Action for Childhood Arrivals).
Ketegangan antara Texas dan Pemerintah Federal AS menjadi sumber perselisihan yang terus dipelihara kedua pihak. Pemerintah Federal AS sering kali menekankan bahwa kebijakan federal adalah yang terbaik untuk masyarakat secara keseluruhan dan mengkritik Texas karena menerapkan kebijakan yang berbeda.
Di sisi lain, Pemerintah Texas sering menegaskan bahwa mereka ingin mempertahankan hak untuk mengambil kebijakan yang sesuai dengan kondisi lokal dan masyarakat mereka.
Para pendukung Texit juga berpendapat bahwa dengan memisahkan diri, Texas dapat mempertahankan dan mengelola sumber daya alamnya secara lebih mandiri. Mereka berargumen bahwa Texas akan menjadi negara yang lebih makmur dan sejahtera jika memisahkan diri dari AS.
Namun, para kritikus Texit mempunyai pandangan lain. Texas disebut bakal menghadapi tantangan baru jika memisahkan diri, seperti pengelolaan sumber daya alam yang kompleks, ekonomi yang kurang stabil, dan masalah sosial politik yang muncul.
Selain itu, kebijakan perdagangan dan diplomasi luar negeri juga akan menjadi isu yang tidak mudah.
“Apakah Texas perlu mengembangkan mata uangnya sendiri? Apakah akan memiliki militernya sendiri? Apakah orang membutuhkan paspor untuk pergi dari Texas ke Oklahoma?” ujar Direktur Studi Tata Kelola di Brookings Institution Darrell M. West kepada The Independent.
Texit Selalu Kandas
Hingga saat ini, gagasan Texit tidak pernah mendapatkan dukungan resmi dari Pemerintah Amerika Serikat. Ada beberapa alasan mengapa gagasan ini selalu ditolak atau dianggap tidak realistis.
Pemisahan diri Texas bertentangan dengan Konstitusi AS, meskipun dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat 1776 terdapat pernyataan yang mendukung hak negara-negara bagian untuk menentukan nasib mereka sendiri.
"We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty and the pursuit of Happiness."
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan setara dan diberi hak-hak yang tidak dapat dicabut oleh pemerintah. Adanya pemerintahan untuk melindungi hak-hak tersebut. Jadi, jika pemerintah gagal melindunginya, rakyat memiliki hak untuk menggulingkan pemerintah dan membentuk pemerintahan baru yang lebih baik.
Namun, penting untuk dicatat bahwa Deklarasi Kemerdekaan AS 1776 tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Konstitusi AS dalam menentukan struktur maupun fungsi pemerintah federal, negara bagian, serta hak dan kewajiban bagi warga negara.
Konstitusi AS juga tidak memberikan hak kepada negara bagian untuk memisahkan diri secara sepihak. Oleh karena itu, klausul Deklarasi Kemerdekaan yang mendukung hak negara-negara untuk menentukan nasib mereka sendiri tidak dapat dijadikan dasar hukum yang sah.
Alhasil, meskipun Texas dulunya merupakan negara merdeka, bergabung ke dalam AS telah mengubah statusnya menjadi negara bagian dan harus tunduk pada Hukum Federal.
Pemisahan diri Texas juga dapat memicu konflik sosial politik yang serius karena dapat menginspirasi gerakan serupa di negara bagian lain yang dapat mengancam stabilitas dan keutuhan AS.
Selain itu, gerakan Texit dapat menyebabkan masalah praktis, terutama ekonomi. Misalnya, Texas akan kehilangan dukungan program-program yang didanai oleh pemerintah federal, serta kehilangan akses perdagangan ke pangsa pasar AS.
Karenanya, tidak semua penduduk Texas setuju dengan gagasan Texit. Sejumlah undang-undang yang diajukan di Texas Legislature terkait pemisahan diri tidak pernah mendapatkan dukungan yang cukup.
Mahkamah Agung AS pernah memutuskan dalam kasus Texas v. White pada 1869 bahwa negara bagian tidak memiliki hak untuk memisahkan diri secara sepihak dari AS. Keputusan ini dianggap sebagai preseden hukum yang kuat dan menunjukkan bahwa gagasan pemisahan diri Texas bertentangan dengan Konstitusi dan Hukum Federal AS.
Sejauh ini, tidak ada partai politik utama di AS yang secara resmi mendukung pemisahan diri Texas. Mayoritas partai politik, termasuk Partai Demokrat dan Partai Republik, secara tegas menentang gagasan pemisahan diri Texas.
Negara Bagian Lain yang Ingin Keluar
Secara umum, sebagian besar negara bagian di AS tidak memiliki gerakan yang signifikan dalam memperjuangkan pemisahan diri. Namun, tetap ada beberapa gerakan separatisme yang muncul.
Salah satu contohnya adalah gerakan Vermont Independence di Negara Bagian Vermont yang mengemuka pada 2005. Menurut CBS News, gerakan ini terdiri dari kelompok-kelompok aktivis dan politisi lokal yang merasa bahwa Pemerintah Federal AS tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat Vermont.
Gerakan serupa juga terjadi di Negara Bagian California yang dikenal dengan sebutan Calexit. Gerakan ini muncul tepat setelah Donald Trump memenangkan Pemilu AS 2016. Para pengusung Calexit membawa alasan bahwa California memiliki potensi untuk menjadi negara merdeka yang sukses secara ekonomi.
Pada 2012, sebuah petisi daring muncul di situs Pemerintah Federal AS, We The People, yang meminta pemisahan diri Negara Bagian Alabama dari AS. Petisi tersebut mendapatkan lebih dari 25.000 tanda tangan dalam waktu kurang dari sebulan. Itu cukup memenuhi persyaratan untuk mendapatkan tanggapan resmi dari Pemerintah Federal.
Petisi ini kemudian diikuti beberapa negara bagian lain, seperti Florida, Louisiana, Texas, dan Tennessee. Namun, petisi-petisi ini juga tidak berhasil memicu perdebatan yang signifikan sehingga tidak memiliki dampak praktis apa pun.
Dalam tanggapannya, Gedung Putih selalu berdalih bahwa pemisahan diri tidak konsisten dengan Konstitusi Amerika Serikat.
Mengenai Texas, jika Bryan Slaton berhasil meloloskan RUU Referendum, warga Texas berhak memberikan suara referendum untuk menentukan statusnya sebagai bangsa yang merdeka dalam pemilihan umum berikutnya pada 7 November 2023.
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Fadrik Aziz Firdausi