tirto.id - George Lazenby menjadi James Bond pertama yang melontarkan reaksi terhadap film terbaru dari waralaba spionase British tersebut, No Time to Die (2021). Komentar Lazenby di Twitter, yang berfokus pada musik dalam film 007 terbaru itu, disebut-sebut mengungkapkan easter egg yang menghubungkan film itu dengan judul Bond yang dibintanginya, On Her Majesty's Secret Service (1969).
OHMSS menjadi satu-satunya film Bond yang dibintangi aktor asal Australia itu. Lazenby juga menjadi satu-satunya Bond yang berasal dari luar British Isles. Di antara tujuh aktor yang pernah memerankan Bond, Lazenby juga satu-satunya yang tampil hanya dalam satu film.
Dengan latar belakang tersebut, mudah saja untuk menemukan Lazenby kerap berada di peringkat buncit dalam daftar Bond terbaik atau terfavorit. Lupakan khayalan untuk menemukan dia bersaing dengan Daniel Craig atau Sean Connery.
Namanya bahkan dijadikan sebagai metafora untuk kata dilupakan, non-ikonik, bahkan diabaikan. Peran George Clooney dalam Batman & Robin (1997), misalnya, disebut San Francisco Chronicle sebagai "the George Lazenby of the series," Lazenby-nya Batman. Sedangkan musisi asal Norwegia, Sondre Lerche, menulis lagu berjudul 'Like Lazenby' yang bercerita tentang menyesali kesempatan yang disia-siakan.
Dalam bonus DVD film OHMSS, Sondre Lerche mendapati Lazenby tua "sedikit menyesali" keputusannya meninggalkan peran sebagai agen 007. Bagaimanapun, dalam usia 29 tahun saat OHMSS difilmkan, Lazenby adalah pemeran Bond termuda dalam sejarah. Lazenby muda kelak meninggalkan perannya sebagai Bond, lebih tertarik pada film-film western spaghetti yang menaikkan pamor aktor macam Clint Eastwood, atau sekalian, terpikat gerakan counterculture yang sedang berkembang seperti hippies atau "generasi bunga" yang bermekaran di akhir 1960-an.
Dia bahkan sama sekali bukan aktor saat dipilih untuk memerankan Bond menggantikan Sean Connery (yang kelak kembali memerankan Bond selepas cabutnya Lazenby). Lazenby mulanya berkarier sebagai model dan hanya pernah tampil dalam iklan, sebelum produser Albert R. Broccoli menawarkannya audisi. Peran sebagai Bond lantas berhasil ia raih usai secara tak sengaja mematahkan hidung pegulat profesional yang juga koordinator stunt film itu.
On Her Majesty's Secret Service
(Mengandung spoiler)
Mematahkan hidung orang saat audisi tentu bukan jaminan dipilih menjadi Bond. Namun hal itu menjadi semacam penegas untuk "kriteria standar" yang diajukan sutradara debutan Peter R. Hunt: seorang lelaki yang memancarkan sex appeal tinggi. Lazenby dianggap memiliki karakteristik semacam itu.
Lazenby memiliki tinggi badan 187 cm (ingat Daniel Craig yang dianggap banyak pihak kurang tinggi untuk menjadi Bond?), rambut belah pinggir rapi, dan wajah masa mudanya mengingatkan pada Clive Owen (yang juga pernah menjadi kandidat Bond masa kini). Sebagai aktor kedua yang memerankan Bond, ia bisa dibilang tampil baik-baik saja saat bertugas menggantikan Sean Connery yang imaji Bond-nya kadung melekat di benak publik.
Rokok disulut di sudut mulut, hafal aroma parfum, tahu soal lepidoptery, dan pastinya, tahu lebih banyak soal perempuan. Itu seperti menjadi hal-hal lumrah yang bisa dikesankan seorang Bond baru untuk mempertahankan kesan bagaimana seorang Bond berlaku, siapa pun pemerannya.
Oh ya, tambahkan celetukan-celetukan yang kini mungkin bisa dikategorikan ke dalam dad jokes."He had a lot of guts," ujarnya tatkala usus seorang musuh terburai. Atau, "He's branched off!" ketika kepala musuh bebuyutannya, Blofeld, tersangkut di dahan pohon.
"Semua perempuan menginginkan dia dan semua laki-laki ingin seperti dia" merupakan ujaran yang lumrah menyertai setiap kemunculan James Bond. Siapa pula yang tidak membayangkan jadi agen rahasia tiada banding yang punya "selera bujangan untuk kebebasan". OHMSS mempertahankan Bond yang seperti itu, tetapi juga membuat dia tak ubahnya pria kebanyakan yang jauh dari kehidupan spionase: mabuk udara saat menumpangi heli, jatuh cinta (betulan), dia menikah.
Dengan menyertakan pertumbuhan pribadi sang agen rahasia ke dalam menu, maka film ini pun berupaya menyeimbangkan antara romansa dan tembak-tembakan, menjalin drama, aksi, dan tragedi. Selain menempati posisi buncit Bond terfavorit, tidak mengherankan jika Bond-nya Lazenby juga menempati posisi terbawah dalam peringkat Bond paling mematikan.
Dalam sebuah riset oleh Fandomspot yang mengukur peringkat "Bond paling mematikan" dari seluruh film, dari Dr. No (1962) hingga Spectre (2015), Bond yang dimainkan Lazenby ada di dasar klasemen dengan total menewaskan musuh enam kali (atau satu musuh ditewaskan setiap 23 menit dan 33 detik). Bandingkan dengan Bond-nya Daniel Craig di peringkat teratas yang rata-rata membunuh 59 musuh dalam satu film, atau satu pembunuhan tiap 2 1/2 menit.
Film ini memang berjalan tenang, setidaknya hingga separuh jalan, dengan lebih berfokus pada pembangunan cerita yang bulat dan Bond yang menjalin kerja sama maupun cinta. Aksi-aksi menegangkan baru mulai tampak sekitar sepertiga akhir film, termasuk tembak-tembakan dan kejar-kejaran menggunakan peralatan olahraga musim dingin seperti ski dan bobsled dengan latar belakang rangkaian Alpen di Swiss yang menawan.
OHMSS juga turut memunculkan nama Diana Rigg ke kancah layar lebar. Bond girl utama dalam film ini bisa dibilang punya karier yang lebih mentereng ketimbang Lazenby, dengan kiprah yang merentang ke Broadway dan serial seperti The Avengers (bukan yang Marvel) dan Game of Thrones hingga akhir hayatnya pada 2020.
Untuk film dan cerita yang ditulis lebih dari setengah abad lalu (novel berjudul sama ditulis kreator Bond, Ian Flemings, pada 1963), tentu ada nilai-nilai dan adegan dalam OHMSS yang sudah tidak bakal dihadirkan pada film-film hari ini, terutama yang berkaitan dengan perempuan. Begitu pula dengan aspek produksi, seperti editing atau perpindahan shot yang tidak secanggih film-film sekarang, atau koreografi perkelahian yang tidak semulus film-film aksi hari ini.
Kendati tidak bakal bersaing di papan atas daftar film-film Bond terbaik, film ini dianggap banyak pihak sebagai film Bond yang layak. Deretan sutradara seperti Steven Soderbergh, Christopher Nolan, hingga sutradara No Time to Die, Cary Joji Fukunaga menganggapnya sebagai film Bond terbaik.
Hidup Pasca Bond
Lazenby menghadiri penayangan perdana OHMSS dengan tampil berjanggut, lebih menyerupai hippie ketimbang Bond. Dia mengklaim para produser membujuknya agar mencukur janggut itu agar tampak "lebih Bond." Namun selepas film itu rilis, sang aktor telah membulatkan tekadnya untuk tidak lagi menjadi Bond--kontrak untuk tujuh film yang disodorkan padanya pun ia tolak.
Lazenby beralasan bahwa para produser menolak segala sarannya karena ia belum lama beredar di industri film. Dalam koran Australia The Canberra Times, dia bahkan pernah menyatakan lebih baik jadi sales mobil bekas (pekerjaannya sebelum model dan aktor) ketimbang James Bond yang stereotip.
Produser Broccoli menyesal telah memilih Lazenby sebagai Bond, menyebutnya arogan, tidak bisa bekerja sama dengan teknisi dan aktor-aktor lain. Broccoli bahkan menyebutnya sebagai "kesalahan terbesar saya dalam 16 tahun." Yang terjadi berikutnya adalah Lazenby kesulitan mendapatkan pekerjaan di Hollywood.
Ia bokek, harus mencari pekerjaan ke kampung halamannya bahkan ke Hong Kong. Di Hong Kong, Lazenby ditawari untuk bermain dalam film yang sama dengan Bruce Lee, Game of Death. Ia baru akan makan malam dan membicarakan proyek itu dengan Bruce Lee, tetapi semuanya buyar lantaran malam itu sang pencipta Jeet Kune Do meninggal dunia.
Jauh sebelum norma-norma bergeser, dan film-film Bond terkini mungkin dinilai tidak se-misoginis dulu, agen Lazenby, Ronan O'Rahilly, telah meyakinkan dia untuk meninggalkan peran Bond. Namun pertimbangannya saat itu ialah bahwa agen rahasia sudah arkais, kelewat kuno untuk dekade 1970-an yang bebas dan liberal.
Roger Moore, pemeran James Bond lainnya, menyatakan bahwa Lazenby mendengarkan nasihat yang keliru. Kita tahu, film-film sepay atau spionase, baik Bond maupun judul lainnya, terus diproduksi dan disaksikan khalayak luas hingga kini. Di luar petualangannya mencari kerja sampai ke Hong Kong, Lazenby tampak masih cukup aktif berkarier di dunia akting, kendati tidak bermain dalam judul-judul besar. Berkat Bond-nya pula, ia beberapa kali tampil sebagai parodi agen 007.
Lazenby lantas menyadari bahwa ia telah membuat kesalahan dengan meninggalkan perannya sebagai 007. Namun lelaki 82 tahun itu juga tak luput menyadari berkah dari pilihan masa mudanya itu. Dia menikah dan punya lima anak, sesuatu yang diakuinya sendiri mungkin tidak bakal terwujud jika melanjutkan peran Bond.
"Instead, I was Bond-ing with my children," ujar Lazenby, dengan gurauan serupa dengan Bond yang diperankannya. Bond yang sama yang berharap bisa melanjutkan masa tua seperti Lazenby, yang tidak pernah terjadi.
Editor: Rio Apinino