tirto.id - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, menyebutkan hunian berbentuk rumah susun atau apartemen akan semakin diminati pada tahun-tahun ke depan di kota-kota besar Indonesia, seperti kota-kota besar di luar negeri. Selain karena keterbatasan lahan, minat itu berasal dari dengan kebutuhan rumah yang tinggi, seperti tercermin dari backlog sebesar 13,38 juta unit.
Direktur Utama Bank BTN Maryono menyebutkan pangsa pasar properti ke depan adalah para kaum milenial, yang pada 2020 diprediksikan akan mencetak populasi sebesar 142 juta.
“Generasi milienial perlu kita jangkau. Generasi milenial akan naik 2 kali lipat pada 2020, dari sekitar 71 juta jiwa menjadi 142 juta jiwa. Yang perlu disiapkan sekarang adalah apa keinginan mereka? Jangan sampai backlog lebih besar,” ujar Maryono di JS Luwansa Jakarta pada Selasa (19/12/2017).
Proyeksi pertumbuhan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) dari tahun ke tahun disebut Maryono terus meningkat sekitar 10-11 persen. Bank BTN sendiri memiliki dua skema KPA, yaitu ada yang dibiayai konstruksi apartemennya dan yang tidak dibiayai konstruksi apartemennya. Skema kedua biasanya dipakai oleh tipe pengembang apartemen untuk kalangan menengah.
“Kami belum menghitung detail pertumbuhan KPA, tapi KPA kami selalu meningkat keseluruhan. KPA itu kan pembiayaannya tergantung tingkat penyelesaian tiap tahun,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto turut mengatakan bahwa rumah hunian vertikal mau tidak mau menjadi solusi penerapan ke depan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang melejit di tengah ketersediaan lahan yang menipis.
“Enggak dimungkinkan lagi rumah tapak. Kota-kota besar cenderung huniannya ke atas semua. Orang-orang kelas menengah bawah Singapura tinggal di apartemen. Kondisi itu nantinya kita, seperti kota-kota besar dunia,” ucap Salanto.
Salanto mengungkapkan faktor lain rumah vertikal atau apartemen akan sangat diminati oleh generasi milenial, adalah gaya hidup yang cenderung memiliki mobilitas tinggi dan suka mencari pengalaman berbeda-beda.
“Generasi zaman dulu menilai aspek sosial dari rumah vertikal rendah, sehingga mereka tidak bisa meninggalkan rumah tapak, lebih memilih rumah tapak dibanding rumah vertikal,” katanya.
Saat ini, disebutkannya sudah ada 190 ribu unit apartemen yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta, dan angka tersebut terus dapat meningkat karena telah terjadi perubahan gaya hidup dan cara pandang. Ia menilai hal itu sebagai peluang untuk perbankan mendorong KPA.
“Perbankan hanya perlu memberikan kemudahan untuk membeli apartemen. Ada beberapa bank yang sudah turunkan suku bunganya sampai satu digit. Artinya dengan segala kondisi yang terjadi sekarang ini bisa ajak perbankan untuk turunkan suku bunganya,” terangnya.
Alasan Generasi Milenial Lebih Suka Rumah Vertikal
Sementara itu, Perencana Keuangan Agustina Fritria menambahkan bahwa selain kaum milenial yang dinilai akan lebih tertarik pada bentuk rumah vertikal (apartemen), mereka juga lebih cenderung tidak terlalu berambisi untuk memiliki rumah milik. Pasalnya, kaum milenial lebih mengedepankan eksperimen dari pada kepemilikan.
“Mereka lebih memikirkan bagaimana hidup untuk sekarang (konsumtif), tapi tidak memikirkan hari tuanya seperti pensiun. Mereka juga cenderung suka menggunakan kartu kredit,” ujar Agustina.
Kaum milenial juga dikategorikan generasi yang tidak tertarik hidup di luar dari wilayah perkotaan. Alasannya, perkampungan atau desa dinilai memiliki akses yang minus terhadap kebutuhan jaringan internet.
Generasi milenial perlu membeli rumah dengan alasan kebanggaan, kemandirian, networking dan kekayaan. Selanjutnya, Agustina memberikan beberapa tips untuk kaum milenial agar dapat memiliki hunian di era transformasi budaya. Tips ini dia khususnya bagi para lajang, karena menurutnya pengeluaran setelah menikah pasti akan membengkak.
Yakni, niatkan untuk membeli rumah; kurangi pengeluaran yang tidak penting; rencanakan untuk meningkatkan penghasilan; perbaiki pengelolaan keuangan yang buruk; ambillah KPR sesuai kebutuhan; dan pilihlah rumah yang didukung sarana dan prasarana.
“Kalau nikah kebutuhan banyak, kemampuan menabung biasanya hanya nunggu sisa uang. Jadi segeralah beli aset sebelum menikah, karena biaya hidup akan naik setelah nikah,” ungkapnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto