Menuju konten utama

Gas Air Mata Kedaluwarsa, Toksikolog: Zat & Sifatnya Tetap Sama

Namun untuk efeknya, toksikolog Budiawan menyebut perlu ada kepastian terkait apakah turunannya mempunyai sifat bahaya atau tidak.

Gas Air Mata Kedaluwarsa, Toksikolog: Zat & Sifatnya Tetap Sama
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.

tirto.id - Pakar Toksikologi Universitas Indonesia (UI) Budiawan menegaskan bahwa gas air mata kedaluwarsa pasti akan mengandung zat yang sama dan memiliki sifat iritasi. Hal ini merespons penggunaan gas air mata kedaluwarsa saat tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) lalu.

“Ya semua itu baik yang zat awal maupun yang pecahannya hasil dari katakanlah yang namanya kedaluwarsa kan berarti ada yang terurai, ada perubahan. Yang pasti akan mengandung zat-zat sama lah yang garis besarnya juga mempunyai sifat iritasi,” kata Budiawan saat dihubungi Tirto pada Rabu (12/10/2022).

Meski begitu, dia mengatakan bahwa kadar zat awalnya bisa menurun karena telah kedaluwarsa. Tetapi perlu diberitahukan apakah jenis gas air mata yang ditembakkan pada tragedi Kanjuruhan 100 persen menurun atau hanya sekian persen.

“Terkait itu, kita perlu tunggu,” ucap Peneliti dan Dosen Toksikologi dari Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI tersebut.

Kemudian Budiawan menyebut bahwa jika 100 persen menurun, maka akan timbul zat baru dari turunannya. Dia juga mengatakan bahwa perlu ada kepastian terkait apakah turunannya mempunyai sifat bahaya atau tidak.

“Ya dalam hal tertentu bahan kimia memiliki sifat bahaya tapi bahayanya tidak sebahaya dibandingkan zat asalnya,” jelas Budiawan.

Dia menambahkan, tetap saja itu memiliki tingkatan bahaya. Masyarakat juga perlu diberitahu komponen apa yang digunakan dan berapa kadarnya dari gas air mata di tragedi Kanjuruhan itu.

Menurut beberapa studi pada hewan, kata Budiawan, pernah dibuktikan bahwa gas air mata chlorobenzylidenemalononitrile (CS) kedaluwarsa berubah menjadi chlorobenzaldehyde dan malononitrile. Zat-zat tersebut memang masih memiliki sifat bahaya, namun studi ini belum bisa memastikan tingkat keparahannya seperti apa dan apakah bisa menghasilkan sianida atau tidak.

“Tapi dalam konteks secara senyawanya, memang dimungkinkan itu ada,” imbuh dia.

Sebelumnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) membenarkan adanya penggunaan gas air mata kedaluwarsa saat kericuhan di Stadion Kanjuruhan. Meski begitu, polisi berdalih efek ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibanding yang masih belum kedaluwarsa.

“Ada beberapa yang ditemukan [gas air mata] tahun 2021, saya masih belum tahu jumlahnya, tapi ada beberapa,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022) dilansir dari Antara.

Meski belum diketahui berapa jumlah gas air mata kedaluwarsa yang digunakan saat kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Dedi memastikan sebagian besar gas air mata atau CS yang digunakan saat itu adalah gas air mata yang masih berlaku dengan jenis CS warna merah dan biru. Dia menjelaskan ada tiga jenis gas air mata yang digunakan oleh personel Brimob di seluruh Indonesia, yakni warna merah, biru dan hijau.

Penggunaannya pun diatur sesuai eskalasi massa dan tingkat kontijensi yang terjadi. Gas air mata warna hijau yang digunakan pertama berupa asap (smoke), saat ditembakkan terjadi ledakan di udara yang berisi asap putih. Gas air mata kedua, yaitu berwarna biru untuk menghalau massa bersifat sedang.

“Jadi, kalau klaster dalam jumlah kecil digunakan gas air mata tingkat sedang,” kata Dedi.

Kemudian gas air mata warna merah dipakai untuk mengurangi massa dalam jumlah besar. “Jadi, mengutip kata pakar, semua tingkatan ini, CS atau gas air mata dalam tingkat tertinggi pun tidak ada yang mematikan,” ujar dia.

Baca juga artikel terkait BAHAYA GAS AIR MATA atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri