tirto.id - Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan larangan penerbangan umrah oleh Arab Saudi menjadi pukulan berat bagi maskapainya. Apalagi, belum lama ini juga ada pelarangan terbang ke daratan Cina yang penyebabnya sama, yakni mewabahnya virus corona atau COVID-19.
“Ini pasti menimbulkan kerugian. Kami bukan perusahaan yang ngomel. Kerugian itu tantangan direksi memperbaiki kinerja dalam kondisi apapun,” ucap Irfan Setiaputra di kantor Garuda Indonesia, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Irfan menyatakan Garuda saat ini memiliki empat rute penerbangan ke Arab Saudi, terdiri dari dua rute menuju Jeddah dan dua rute menuju Madinah. Pesawat yang digunakan pun tak main-main yaitu tipe badan lebar.
Belum lagi beberapa saat sebelumnya Garuda juga telah melakukan penutupan rute penerbangan ke Cina atau daratan Cina menyusul pembatasan sementara terbang yang diberlakukan Kementerian Perhubungan. Di samping itu, Garuda katanya juga sudah mengurangi penerbangan dari dan ke Hong Kong menjadi hanya Hong Kong-Jakarta.
Namun Irfan belum mau memberikan informasi lebih lanjut mengenai angka kerugian yang dialami Garuda Indonesia. Ia beralasan membeberkan angka kerugian hanya akan mengesankan kalau direksi Garuda kerap mengeluh alih-alih memikirkan solusi untuk mengatasi situasi.
Sebagai ganti dari kehilangan potensi pendapatan dari penutupan rute ini, ia mengaku sudah menyiapkan sejumlah rencana rute alternatif terutama yang mengarah ke Denpasar. Antara lain Denpasar – Belgia, Denpasar – Mumbai, Denpasar - Kuala Lumpur, dan Denpasar - Bangkok.
“Jadi kita sedang mendiskusikan dan memfinalisasikan rute-rute baru,” ucap Irfan.
Sebelumnya, kerugian tak hanya dialami maskapai penerbangan tetapi juga penyelenggara haji dan umrah. Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (Himpuh) memperkirakan puluhan ribu jemaah umrah batal berangkat menyusul larangan sementara dari Arab Saudi. Mereka merupakan jemaah yang siap berangkat umrah dalam 1-2 bulan ke depan.
“Diperkirakan setiap bulannya ada kurang lebih sekitar 60 ribu jemaah yang akan terdampak pada kesemapatan ini. Ini adalah mereka yang sudah mendapat visa yang tidak bisa berangkat,” ucap Sekretaris Jendral Himpuh Mucharom saat dihubungi, Kamis (27/2/2020).
Mucharom mengatakan jumlah ini belum termasuk mereka yang masih masih memproses visa maupun sudah mendaftar. Dengan kata lain jumlahnya bisa lebih besar lagi.
“Yang baru proses pengajuan sudah bisa diantisipasi. Kami belum bisa memastikan kapan kebijakan ini bisa dicabut dan visa dibuka kembali,” ucap Mucharom.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Bayu Septianto