tirto.id - Penundaan pembayaran gaji pegawai PT Pos Indonesia (Persero) membuat perusahaan plat merah tersebut jadi sorotan publik. Terutama, penundaan ditengarai oleh belum cairnya pinjaman dari mitra PT Pos sebagai dampak dari demo karyawan yang berlangsung Senin (4/1/2019).
Hal ini jadi pertanda, perusahaan dengan warna khas oranye itu tak bisa hanya mengandalkan kas perusahaan untuk membiayai gaji para karyawannya.
"Dengan terjadinya demo, maka perusahaan terpaksa harus mengatur ulang cash flow dan hal yang tak bisa dihindari adalah penundaan gaji yang lazimnya dibayarkan pada tanggal 1," kata Direktur Utama PT Pos Gilarsi W Setijono, Jumat (1/2/2019).
Seretnya keuangan PT Pos memang bukan kabar baru. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, salah satu penyebabnya, yakni tren pengiriman surat yang terus menurun serta makin tertinggalnya jasa keuangan yang selama ini menjadi andalan PT Pos.
"Era digital dan pesatnya teknologi membuat surat-menyurat turun tajam, sementara jasa keuangan PT Pos, tergerus akibat program bantuan tunai pemerintah tidak ada dan semakin banyak jasa keuangan," ujarnya kepada Tirto, Senin (4/1/2019).
Bisnis PT Pos yang makin berat pada era digital memang bikin para direksi perusahaan tersebut harus mati-matian memutar strategi bisnis.
Sejak 2016, tiga lini bisnis terbesar PT Pos yakni parsel, jasa keuangan dan surat tidak bisa bersaing dengan optimal.
Pada 2017, laba bersih PT Pos terpangkas dari Rp429 miliar menjadi Rp335 miliar. Lewat laporan tahunan 2017, direksi PT Pos menyebut, bisnis dan model pendapatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan baru, telah menggerus solusi tradisional yang selama ini disediakan oleh PT Pos.
Contoh kecil ekspansi perusahaan jasa pengiriman dan keuangan, dapat terlihat dalam penyelenggaraan layanan keuangan dengan semakin agresifnya bank melakukan ekspansi jaringan lebih dalam dan jauh ke pelosok negeri dengan Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif).
Biaya yang murah dan fitur layanan yang lebih lengkap membuat pergeseran konsumen dari PT Pos ke bank-bank tidak dapat dibendung.
Kondisi ini semakin menggantikan fungsi layanan keuangan Kantor Pos di daerah sub-urban dan rural. Pemerintah pun dengan sangat tegas telah mengalihkan semua penyaluran dana secara nontunai untuk pengendalian dan transparansi yang lebih baik.
Tak ayal, pada 2017, segmen jasa keuangan PT Pos mengalami penurunan pendapatan sebesar 15 persen dibandingkan tahun 2016 menjadi sebesar Rp969 Miliar.
Perolehan laba usaha yang tumbuh 26 persen pada 2017 menjadi Rp445 miliar dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp325 miliar yang masih disumbang dari lini bisnis parsel dan surat.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali