tirto.id - Lawas-kekinian suatu produk mencuat dalam perbincangan di dunia maya Indonesia. Hal ini terjadi setelah Idham Amiruddin, ahli IT yang dihadirkan kubu Prabowo-Sandi, dalam proses sidang sengketa Pemilihan Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), menunjukkan adanya daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah. Dalam aksinya itu, ia menggunakan FoxPro, aplikasi manajemen database yang terhitung jadul.
FoxPro, baik di Twitter maupun di Google, menjadi trending seketika. Perbincangannya adalah: apakah layak suatu aplikasi yang “out-of-date” masih digunakan untuk melakukan suatu tugas. Padahal, telah ada aplikasi sejenis yang lebih modern, misalnya SQL.
Bicara tentang sistem jadul yang masih diandalkan, ada New York City Subway, sistem transportasi berumur 115 tahun yang masih menggunakan OS/2. Ia adalah sistem operasi “jadul” yang dirancang Ad Lacobucci untuk IBM pada 1987 silam. Saban hari, sistem operasi ini mengakomodasi kebutuhan 5,7 juta komuter di salah satu pusat Amerika Serikat itu.
Selain FoxPro dan OS/2, sistem jadul yang masih banyak digunakan adalah Windows XP, yang versi terakhirnya selesai pada 2008. Dukungan bagi sistem ini dihentikan pada 2014, padahal, menurut survei yang dilakukan Positive Technologies, 15 dari 26 Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang mereka periksa masih menggunakan XP.
Tapi, apa sesungguhnya FoxPro? Apakah ia sungguh bisa diandalkan?
Mengolah Data dengan FoxPro
“Proyek ini melibatkan upaya mendapatkan data dari Data General mikrokomputer guna menciptakan sistem pendukung keputusan bagi para manajer. Kami ingin menggunakan Apple II kami yang sangat kuat, dengan dua floppy disk drive, dan akses ke data penjualan perusahaan sehingga manajer produk dapat membuat keputusan yang tepat,” kenang Gary DeWitt, penulis buku Client/Server Applications with Visual FoxPro and SQL Server, dalam upayanya membuat sistem manajemen database pada dekade 1970-an.
Sayangnya, menurut De Witt, kerja mereka ada di bawah tanggung jawab departemen Management Information System (MIS) yang mengendalikan semua data penjualan perusahaan. Dan mereka tidak mungkin membiarkan kami memperoleh akses online ke sana.
Sistem manajemen data ala DeWitt sukses dibuat. Namun, menurut pengakuannya, sistem itu tak beda seperti gudang data primitif. Alasan utamanya, data penjualan bulanan hanya dimasukkan secara manual, yang kemudian membuat DeWitt berkeluh bahwa menciptakan pemodelan database lebih mudah dilakukan dibandingkan mendapatkan akses terhadap data yang hendak diolahnya.
Pada dekade 1970-an, berbagai data milik sebuah institusi umumnya tersimpan dalam rak-rak mainframe (komputer utama) atau minikomputer yang mengisi suatu kamar/ruangan khusus. Departemen MIS-lah yang menjaga dan mengelola berbagai data itu. Dalam model manajemen database bertajuk “host-based model” ini, data terpusat. Mengambil dan mengelola suatu data secara mandiri sukar dilakukan.
Namun, seperti termaktub dalam buku Client/Server Applications with Visual FoxPro and SQL Server, lahirlah kemudian PC atau Personal Computer. Manajemen data yang dulu berbasis “centralized host-based” perlahan berpindah “client-based.” Salah satu aplikasi berikut bahasa pemrograman yang dapat dipakai untuk melakukan manajemen data berbasis klien ialah FoxPro.
FoxPro merupakan aplikasi sistem manajemen database, juga sebagai bahasa pemrograman berorientasi prosedural berbasis teks yang dipublikasikan oleh Fox Software. Pada 1992, dengan mahar $173 juta, Fox melebur dan publikasi FoxPro beralih ke tangan Microsoft.
Kelahiran FoxPro dapat ditarik ke tahun 1984. Kala itu, Fox Software merilis aplikasi manajemen basis data dan bahasa pemrograman bernama FoxBASE, ini merupakan aplikasi yang meniru dBASE, aplikasi manajemen basis data yang lahir pada akhir dekade 1970-an yang dibuat oleh Ashton-Tate. Pada 1986, akibat kesamaan FoxBASE dan dBASE, Ashton-Tate sebetulnya ingin mengakuisisi Fox Software. Sayangnya gagal.
Pengembangan FoxBASE berlanjut tahun demi tahun. Hingga, pada 1987 Fox Software merilis versi untuk sistem operasi SCO Xenix, penamaan pun kemudian diubah menjadi FoxPro. Pada 1989, versi DOS aplikasi ini bergulir ke pasaran. Pada perkembangannya, FoxPro dapat dijalankan di hampir semua komputer, dari MS-DOS, Windows 3.1 sampai XP, Macintosh, Linux, hingga UNIX.
Pada 1994, FoxPro kemudian berganti menjadi Visual FoxPro, versi lebih baru dengan tambahan Graphical User Interface (GUI).
Manajemen data berbasis klien merupakan solusi pada pengiriman/penerimaan data yang kadang bermasalah pada sistem centralized host-based. Pada host-based, karena data terpusat, terkadang terjadi overhead ketika pengelolaan data dilakukan. Client-based mengatasi masalah ini. Dan daripada data hanya diolah melalui satu komputer utama, via client-based, data dapat diolah di berbagai workstation (computer client).
Misalnya, untuk melakukan pencarian karyawan bernama “Andi,” proses dilakukan via komputer client melalui “SELECT * FROM employees WHERE name LIKE 'Andi'”. Komputer host hanya dimanfaatkan untuk tempat penyimpanan data yang digunakan.
Secara sederhana, FoxPro tak terlalu berbeda SQL (Structured Query Language), yang populer dimanfaatkan untuk mengelola database di masa kini. Namun, FoxPro punya beberapa keunggulan, misalnya, dapat bekerja lebih cepat karena ia menggunakan format file dBASE. Selain itu, memanfaatkan FoxWeb, manajemen basis data dengan FoxPro dapat dikembangkan untuk mendukung aplikasi web.
Secara umum, karena telah tidak dikembangkan oleh Microsoft, dan meskipun terdapat lebih dari 2,4 ribu tanda tangan dari komunitas pengembang untuk meminta Microsoft terus melanjutkan pengembangan FoxPro, FoxPro atau Visual FoxPro perlahan ditinggalkan penggunanya. Namun, seperti disinggung di awal tulisan ini: jadul belum tentu tak berguna.
Editor: Maulida Sri Handayani