Menuju konten utama

FITRA: Jokowi Jangan Main-main dengan Pengemplang Pajak

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tidak main-main dengan para pengemplang pajak. Pasalnya, Jokowi ngotot agar Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak disahkan menjadi Undang-Undang.

FITRA: Jokowi Jangan Main-main dengan Pengemplang Pajak
Presiden Joko Widodo ANTARA FOTO/Andika Wahyu

tirto.id - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tidak main-main dengan para pengemplang pajak. Pasalnya, Jokowi ngotot agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

“Presiden jangan main-main dengan para pengemplang pajak membuat previlage kebijakan atas nama dana pembangunan,” kata Sekretaris Jenderal FITRA, Yenny Sucipto, seperti rilis yang diterima Tirto.id, Selasa (8/3/2016).

Menurut Yenny, saat ini Jokowi menjadi aktor utama yang ngotot agar RUU Pengampunan Pajak disahkan menjadi UU dengan alasan mendorong pembangunan. Padahal, kata Yenny, masalah utama yang dihadapi pemerintah adalah minimnya penerimaan. Seharusnya, lanjut Yenny, perbaikan sistem pemungutan pajak menjadi prioritas, bukan sebaliknya justru pengampunan pajak.

Data yang dilansir FITRA, hingga 31 Agustus 2015, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 598,270 triliun. Dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar Rp 1.294,258 triliun, realisasi penerimaan pajak mencapai 46,22%. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014, realisasi penerimaan pajak di tahun 2015 ini mengalami pertumbuhan yang cukup baik di sektor tertentu, namun juga mengalami penurunan pertumbuhan di sektor lainnya.

Karena itu, secara tegas FITRA melolak usulan RUU Pengampunan Pajak ini. Menurut catatan FITRA ada banyak masalah dalam RUU tersebut, di antaranya dasar argumentasi RUU Pengampunan Pajak salah tafsir dalam pasal 23 A. Hal tersebut bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945 pasal 23 dan 23 A tentang pengelolaan APBN dan Pemungutan Pajak. Di mana, pemungutan pajak dalam proses APBN sudah ada sistem hukumnya yang bersifat memaksa, bukan mengampuni.

Selain itu, RUU Pengampunan Pajak berpotensi menjadi fasilitas ‘karpet merah’ bagi konglomerat, pelaku kejahatan ekonomi dan financial, dan pencucian uang. Di mana dalam RUU tersebut dicantumkan bahwa asal seorang atau badan mengajukan pengampunan, maka akan dilakukan proses pengampunan tanpa melihat asal usul harta.

Baca juga artikel terkait APBN atau tulisan lainnya

Reporter: Abdul Aziz