tirto.id - Asosiasi Pesebak Bola Profesional (FIFPro) menyebut atlet sepak bola yang depresi terkait pandemik corona meningkat tajam sebagaimana ditunjukkan dalam hasil survei mereka belum lama ini.
"Secara tiba-tiba mereka harus mengisolasikan diri. Ini penangguhan terhadap pekerjaan dan masa depan," ujar Vincent Gouttebarge, Chief Medical Officer FIFPro, sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa (21/4/2020).
Dalam laporan itu, disebutkan 22 persen pesepak bola perempuan dan 13 persen atlet sepak bola pria responden mengalami gejala depresi, seperti kurangnya minat, nafsu makan menurun, kurangnya energi, dan kepercayaan diri rendah.
Jika dibandingkan dengan survei sebelumnya pada periode Desember 2019-Januari 2020 lalu, ada peningkatan angka depresi, yang saat itu menunjukkan 11 persen untuk pesepak bola perempuan dan 6 persen untuk atlet sepak bola pria.
Selain itu, hasil survei juga menunjukkan 18 persen pesepak bola perempuan dan 16 persen atlet sepak bola pria mengalami gejala kecemasan umum, macam kekhawatiran atau ketegangan.
Bahkan, FIFPro menyebut 11 persen pesepak bola perempuan dan 7,5 persen atlet sepak bola pria mengalami kedua gejala itu.
"Saat ini adalah masa ketidakpastian bagi pesepak bola dan keluarga mereka karena ketidaknyamanan terkait masa depan dan adanya isolasi," kata Gouttebarge.
Meski begitu, 80 persen dari responden mengaku menerima dukungan kesehatan mental dari asosiasi pemain masing-masing negara.
Dalam surveinya, FIFPro berkerja sama dengan Amsterdam University Medical Centre.
Survei itu melibatkan total 1.134 responden yaitu pesepak bola pria dengan usia rata-rata 26 tahun dan 468 atlet sepak bola perempuan dengan rata-rata usia 23 tahun yang berasal dari 16 negara berbeda.
Sementara, Sekjen FIFPro, Jonas Baer-Hoffmann, menyadari penuh terkait hasil survei itu yang menurutnya adalah contoh dari kondisi masyarakat sekarang.
Argumennya, dengan rata-rata kontrak pemain kurang dari dua tahun, Baer-Hoffmann menganggap apa yang sedang dialami para pesepak bola tidak jauh beda dengan masyarakat umum.
"Banyak orang yang sangat tergantung pada industri sepak bola dan tidak siap dengan situasi yang bakal terjadi setelahnya," imbuh Baer-Hoffmann.
Dampak pandemi COVID-19 memang cukup bikin industri sepak bola kalang kabut. Ditundanya atau bahkan terhentinya kompetisi bikin pihak klub terpaksa memotong gaji pemain.
Akan tetapi, ada juga pesepak bola yang bersedia tidak digaji selama pandemik ini, salah satunya para penggawa AS Roma, sebagaimana diumumkan pihak klub pada Minggu, 19 April lalu.
Skuad utama Il Giallorossi termasuk pelatih dan staf rela tidak digaji selama empat bulan demi membantu pihak klub mengatasi krisis keuangan.
Penulis: Beni Jo
Editor: Ibnu Azis