Menuju konten utama

Fenomena Aksi Gadai SK Anggota DPRD Imbas Biaya Politik Mahal

Ahli hukum pemilu, Titi Anggraini, khawatir fenomena anggota DPRD gadai SK memicu tindakan koruptif saat bertugas sebagai legislator.

Fenomena Aksi Gadai SK Anggota DPRD Imbas Biaya Politik Mahal
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta periode 2019-2024 mengucap sumpah jabatan saat pelantikan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (26/8/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.

tirto.id - Sejumlah anggota DPRD di beberapa daerah menggadaikan surat keputusan (SK) mereka usai dilantik. Beberapa anggota DPRD yang menggadaikan SK mereka antara lain Anggota DPRD Serang, Banten dan Anggota DPRD Pasuruan, Jawa Timur.

Pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, perilaku para anggota dewan yang menggadaikan SK akan memicu praktik korupsi meski tidak melanggar aturan.

"Meski tidak melanggar hukum, namun perilaku ini bila dibiarkan bisa memicu terjadinya praktik korupsi politik," kata Titi saat dihubungi Tirto, Senin (9/9/2024).

Titi mengatakan, fenomena anggota DPRD menggadaikan SK usai dilantik relatif jamak dilakukan oleh pejabat politik atau pejabat publik Indonesia. Ia mengatakan, aksi tersebut tidak hanya terjadi di lembaga politik, tetapi pada jabatan-jabatan lembaga negara independen yang anggota atau Komisionernya diisi melalui rekrutmen terbuka, turut melakukan hal serupa. Dalam kasus pemilu, mereka menggadaikan demi menambal ongkos pemilu yang mahal.

"Kebanyakan dari mereka kehabisan dana akibat biaya kampanye yang jor-joran," tutur Titi.

Selain motif politik, penggadaian SK adalah upaya memenuhi gaya hidup. Ia mengatakan, pejabat politik atau legislator biasanya dilengkapi fasilitas yang mewah, sehingga anggota dewan juga perlu menyesuaikan.

"Apalagi stigma di masyarakat, anggota parlemen identik dengan pejabat yang punya banyak uang," kata Titi.

Menurut Titi, negara semestinya serius memikirkan cara menurunkan ongkos politik di pemilu Indonesia. Ia berkata, hal itu bisa mendorong politisi terus mencari uang tambahan apabila SK digadaikan. Ia khawatir, bisa terjadi penyalahgunaan wewenang dengan tujuan untuk menutupi kebutuhan membayar cicilan dan biaya-biaya politik lainnya.

Dalam kesempatan terpisah, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, memandang fenomena anggota DPRD menggadaikan SK sebagai upaya para anggota ingin balik modal akibat mengeluarkan uang berlebihan saat kampanye 2024 lalu.

"Bisa jadi sebelum kampanye mereka memang mempunyai simpanan tetapi gegara kampanye yang brutal, uang mereka ludes," kata Lucius kepada Tirto, Senin (9/9/2024).

Di sisi lain, kata dia, langkah para dewan menggadaikan SK sebagai calon terpilih menandakan legislator ini hanya mencari pekerjaan atau pendapatan dan tidak beriorientasi untuk kepentingan rakyat.

"Ketika ada kesempatan untuk mendapatkan uang itu secepatnya setelah dilantik, mereka tak mau membuang-buang waktu lagi," tutur Lucius.

Menurut Lucius, mental menempatkan uang di atas segalanya ini tentu sangat mencemaskan karena jabatan anggota DPRD sangat dekat dengan sumber uang daerah. Ia mewanti-wanti agar para anggota dewan terpilih menggunakan fungsi mereka sebagai celah untuk mencari keuntungan selain menggadaikan SK.

"Apalagi kebutuhan sebagai pejabat juga semakin bertambah," kata Lucius.

Lucius menegaskan, penggadaian SK ini adalah titik awal lingkaran setan para anggota DPRD ketergantungan uang. Artinya, kata dia, tidak tertutup peluang para anggota DPRD itu untuk mendapatkan uang dengan sumber ilegal lewat memanfaatkan fungsi dan kewenangan DPRD.

Pada sisi lain, Lucius mengatakan penggadaian SK ini menunjukkan jati diri anggota DPRD saat ini. Ia khawatir, anggota DPRD tersebut mencari keuntungan daripada memikirkan kepentingan publik.

"Bagaimana mereka bisa berbicara tentang politik anggaran ketika mereka justru dituntut oleh kebutuhan diri sendiri akan uang?" kata Lucius teheran-heran.

Baca juga artikel terkait ANGGOTA DPRD atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Andrian Pratama Taher