Menuju konten utama

Gadai Jadi Jalan Pintas saat Lebaran Diliputi Kelesuan Ekonomi

Layanan gadai tumbuh lantaran maraknya gelombang PHK dan kelesuan ekonomi di momen Ramadhan dan Idulfitri.

Gadai Jadi Jalan Pintas saat Lebaran Diliputi Kelesuan Ekonomi
Petugas Pegadaian melayani warga yang menggadaikan barangnya di Kantor Pegadaian Merdeka Palembang, Sumsel, Senin (12/6). ANTARA FOTO/Feny Selly

tirto.id - Sudaryono (47) kembali menggadaikan cincin kawin istrinya dan sepasang anting milik putrinya demi memenuhi kebutuhan lebaran. Menggadaikan emas perhiasan tersebut seakan sudah menjadi persiapan rutin yang dilakukannya sejak 2022. Saat itu, dia mendapat pemberitahuan pemutusan hubungan kerja (PHK) dari tempatnya bekerja sebagai satpam.

Rencananya, hasil gadai dari cincin kawin dan sepasang anting yang hanya sebesar Rp1,88 juta itu bakal digunakannya untuk mudik bersama istri serta putra dan putrinya pada Kamis (27/3/2025). Hasil gadai yang didapatnya itu sudah termasuk potongan biaya administrasi sebesar 1 persen, biaya jasa 3 persen, dan biaya asuransi Rp10 ribu.

Sudaryono menyadari bahwa harga gadai emas tersebut jauh lebih rendah ketimbang bila dia menjualnya. Namun, itu tak masalah karena baik cincin kawin maupun anting bermotif Mickey Mouse milik putrinya itu bisa dia ambil kembali dan digadaikan lagi lain waktu.

Apalagi, bagi keluarganya, mudik sudah menjadi tradisi yang sebisa mungkin dijalankan saat Idulfitri tiba.

“Sekarang mertua itu tinggal satu, tinggal ibunya istriku. Bapak, ibuku udah enggak ada lama. Jadi, ya dieman-emanlah. Selama masih bisa pulang, ya pulang,” kata Sudaryono saat ditemui Tirto di salah satu pusat gadai di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (22/3/2025).

Sudaryono kini bekerja sebagai pengemudi ojek online (ojol) penuh waktu. Sudah pasti dia tak mendapat tunjangan hari raya (THR). Uang yang dikantonginya dari bonus hari raya (BHR) pun terbatas.

Meski serba terbatas, ayah dua anak itu selalu mengusahakan untuk pulang kampung demi bersua dengan sanak saudara dari keluarga istrinya di Sragen, Jawa Tengah.

“Intinya jangan dijadiin bebanlah. Pulang kampung kan juga silaturahmi. Nanti, pasti ada rejeki lagi buat ganti [uang] yang udah keluar [untuk mudik],” sambung lelaki yang lebih akrab disapa Mas Dar itu.

Dia pun berharap, dalam waktu sebulan, dia punya cukup uang untuk menebus cincin kawin milik istrinya dan anting kepunyaan putrinya yang masih berusia 7 tahun. Sebab, bunga gadai yang harus dibayarkannya terbilang cukup besar, yakni 10 persen untuk jangka waktu sebulan.

“Jadi, ya lumayan. Bayar pokoknya sama bunga 10 persen,” kata warga Tanah Abang itu.

Sementara itu, seorang pegawai pusat gadai bernama Renny Amalia (27) mengatakan bahwa sejak awal Ramadhan hingga menjelang lebaran seperti ini, orang yang datang untuk menggadaikan hartanya lebih banyak dari hari-hari biasa.

Untuk Ramadhan dan Idulfitri tahun ini, tren gadai masih sama dengan tahun lalu, kebanyakan orang menggadaikan barang elektronik seperti laptop dan juga emas perhiasan.

“Deket-deket Lebaran gini sehari bisa 11-12 oranglah. Lebih malah kadang-kadang tuh. Kalau hari-hari biasa, ya paling enggak sampai 10,” bebernya kepada Tirto.

Tren kenaikan bisnis gadai pun dialami PT Pegadaian (Persero). Menjelang Ramadhan dan Lebaran 2025, perusahaan gadai pelat merah itu mencatat kenaikan transaksi harian, dari rata-rata sebesar Rp64 miliar pada periode Februari 2025 menjadi sekitar Rp78 miliar per hari di Maret 2025.

Dus, di sepanjang Bulan Suci ini Pegadaian setidaknya dapat meraih omzet hingga Rp55,79 triliun hanya dari bisnis gadai.

“Pertumbuhan bisnis gadai di awal bulan Ramadhan mengalami peningkatan. Meski tidak signifikan, terdapat peningkatan sebesar 22 persen secara harian dari bulan sebelumnya. Di mana, sebelumnya transaksi harian sebesar Rp64 miliar, di bulan Ramadhan ini naik menjadi Rp78 miliar per hari,” ujar Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk Pegadaian, Elvi Rofiqotul Hidayah, kepada Tirto, Selasa (25/3/2025).

Menurut Elvi, barang jaminan yang paling sering digadaikan adalah emas perhiasan dan emas batangan. Kemudian, ada pula yang menjaminkan barang-barang elektronik, seperti ponsel, tablet, ataupun kamera, hingga Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

Meski demikian, di beberapa kantor cabang, seperti daerah Nusa Tenggara Timur, masih sering melakukan penerimaan kain tenun sebagai jaminan. Di daerah Nusa Tenggara Barat, traktor dan alat pertanian juga lazim digadaikan.

“Pegadaian optimistis peningkatan ini akan berlangsung hingga akhir Ramadhan dan dapat melebihi kinerja Ramadhan tahun sebelumnya,” imbuh Elvi.

Tren Naik saat Lebaran

Peningkatan minat gadai saat Ramadhan dan Idulfitri di tahun ini dinilai terjadi karena berbagai faktor. Selain memang untuk kebutuhan mudik lebaran, ada pula masyarakat yang menggadaikan asetnya untuk mendapatkan dana segar sebagai modal usaha dadakan selama Ramadhan.

Selain itu, ada pula yang sekadar menitipkan barang berharga mereka. Hal ini seiring dengan adanya layanan yang baru dirilis Pegadaian, yakni Titipan Emas Fisik. Layanan itu diluncurkan untuk mengakomodasi masyarakat yang ingin menitipkan harta emasnya secara lebih aman saat mudik lebaran.

“Karena di Ramadhan itu kan banyak masyarakat yang menjadi pengusaha dadakan, butuh modal tambahan. Ini menjadi salah satu trigger peningkatan transaksi gadai kita di Ramadhan,” ujar Kepala Departemen Komunikasi Pegadaian, Riana Rifani, dalam acara Media Gathering di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).

Sekretaris Perkumpulan Perusahaan Gadai Indonesia (PPGI), Holilur Rohman, menjelaskan bahwa sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tren peningkatan bisnis gadai akan terjadi menjelang Ramadhan hingga lebaran. Setidaknya, di Ramadhan hingga lebaran tahun ini tren bisnis gadai dapat meningkat di kisaran 10-15 persen.

Meski begitu, tren akan kembali melandai setelah lebaran karena konsumsi hanya akan ditujukan untuk kebutuhan rutin saja.

Namun, Holilur optimistis bisnis gadai masih akan terus bergeliat karena masih banyak masyarakat dari kalangan kelas menengah ke bawah membutuhkan layanan gadai.

“Diharapkan bisnis gadai tetap naik, seandainya turun enggak signifikan. [Karena] antarpelaku bisnis gadai dari sektor keuangan mana saja mempunyai playing field yang sama,” kata Holilur, Selasa (25/3/2025).

Secara historis, permintaan terhadap pembiayaan cenderung meningkat menjelang lebaran. Bagi masyarakat yang belum terjamah oleh perbankan (unbankable), gadai dan pinjaman daring (pindar) atau pinjaman online (pinjol) adalah jawaban.

Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, pembiayaan ini cenderung digunakan untuk keperluan mudik atau keperluan lebaran lainnya, seperti membeli pakaian baru, membuat makanan atau kue-kue khas lebaran, bahkan pemberian THR untuk sanak saudara.

“Mereka yang tidak cukup biaya, memilih untuk mencari pembiayaan atau utang. Dulu, mungkin bisa berutang ke tetangga atau keluarga. Sekarang, beralih ke gadai bagi masyarakat yang memang tidak terlayani perbankan dan juga tidak cukup adaptif dengan teknologi,” papar Nailul kepada Tirto, dikutip Jumat (28/3/2025).

Badai PHK dan Penurunan Daya Beli Jadi Pemicu

Jika dilihat dari data geografis, permintaan gadai cenderung tumbuh lebih tinggi di luar Jawa. Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), transaksi gadai di Luar Jawa mencapai Rp47,35 triliun, atau sekitar 53,78 persen dari total transaksi gadai nasional yang senilai Rp88,05 triliun.

Sementara itu, transaksi pinjaman gadai di Pulau Jawa sepanjang 2024 lalu mencapai Rp40,70 triliun, dengan pinjaman diakses oleh 13,60 juta nasabah. Meski lebih rendah dari transaksi pinjaman gadai di Luar Jawa, realisasi pinjaman gadai di Pulau Jawa tercatat tumbuh 27,6 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Nailul menjelaskan bahwa layanan gadai di Pulau Jawa tumbuh lantaran maraknya gelombang PHK oleh pabrik-pabrik yang bergerak di bidang manufaktur atau pengolahan, khususnya tekstil dan produk tekstil (TPT).

“Mereka yang terkena PHK, namun masih mempunyai tanggungan kebutuhan, biasanya memanfaatkan gadai untuk mendapatkan pembiayaan,” sambungnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Mohammad Faisal, menilai bahwa tumbuhnya bisnis gadai saat Ramadhan dan Idulfitri dapat menjadi pertanda peningkatan kebutuhan yang tidak diimbangi dengan biaya atau modal yang memadai. Selain itu, orang yang terpaksa menggadaikan barangnya pun cenderung sudah tidak memiliki tabungan lagi.

Padahal, meski ada kenaikan harga di berbagai kelompok barang, tingkat inflasi secara umum sebenarnya cenderung rendah.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada Februari 2025, Indonesia justru mengalami deflasi sebesar 0,48 persen secara bulanan (month to month/mtm) dan 0,09 persen secara tahunan. Deflasi ini semakin dalam dibanding posisi Januari yang sebesar 0,76 persen (mtm) dan inflasi 0,76 persen (yoy).

“Merayakan hari raya lebaran bersama keluarga, kalau sampai menggadaikan, berarti mereka pendapatannya tidak cukup. Sehingga, mereka harus menggadaikan barang apa yang ada,” kata Mohammad, dikutip Jumat (28/3/2025).

Hal ini terjadi seiring dengan kondisi daya beli melemah yang ditunjukkan oleh deflasi selama dua bulan beruntun. Pelemahan daya beli itu terjadi akibat kecilnya pendapatan atau upah di beberapa sektor industri.

BPS mencatat, berdasar Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2024, secara nasional rata-rata upah pekerja Indonesia adalah sebesar Rp3,27 juta per bulan, naik dari periode yang sama di tahun 2023 yang senilai Rp3,18 juta per bulan.

Namun, rata-rata upah di beberapa industri berada di bawah rata-rata upah pekerja nasional. Rata-rata upah industri pengolahan, misalnya, pada Agustus 2023 adalah Rp3,20 juta per bulan dan menjadi hanya Rp3,25 juta. Rata-rata upah industri pertanian pun hanya sebesar Rp2,41 juta per bulan di Agustus 2024, naik tipis dari posisi Agustus 2023 yang senilai Rp2,37 juta per bulan.

“Dan sejalan juga dengan pertumbuhan upah [industri] riil, ini rata-rata [upah] dari sektor pekerja di sektor-sektor terbesar yang upah riilnya itu malah mengalami penurunan atau kontraksi pada 2024. Dan itu saya rasa akan terjadi sampai ke depan,” sambung Mohammad.

Dus, saat daya beli masyarakat masih terus lemah, tren industri gadai akan terus bergeliat. Oleh karena itu, OJK bersama Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) berupaya menjaga agar masyarakat dapat berlebaran dengan aman.

OJK dan Satgas PASTI terus melakukan pemblokiran terhadap situs-situs pinjaman ilegal, termasuk dalam hal ini gadai ilegal. Per awal Maret 2025, dua lembaga tersebut telah berhasil menemukan dan memblokir 508 entitas pinjol ilegal di berbagai situs dan aplikasi, serta 28 konten penawaran pinjaman pribadi (pinpri).

Dus, sejak 2017 hingga 13 Maret 2025, Satgas PASTI telah menghentikan 12.721 entitas keuangan ilegal, terdiri dari 1.737 entitas investasi ilegal, 10.733 entitas pinjaman online ilegal atau pinpri, dan 251 entitas gadai ilegal.

Selain terus melakukan pemblokiran, OJK juga memberikan relaksasi kepada perusahaan-perusahaan gadai ilegal yang merupakan bagian dari usaha jasa keuangan untuk mengajukan izin kepada regulator sehingga tak harus beroperasi di bawah tanah lagi.

Termasuk juga, upaya untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“[Gadai ilegal] diberikan waktu selama 3 tahun, sejak 2024 hingga 2026. Jadi, dikembalikan ke jalan yang benar [legal] apabila gadai tersebut selama ini memang melaksanakan bisnis gadai sesuai undang-undang, tetapi hanya tak berizin,” tutur Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK, Rizal Ramadhani, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, dikutip Jumat (28/3/2025).

Baca juga artikel terkait GADAI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi