tirto.id - “Sembarangan main asal tempel depan rumah gue. Beh!" kata Fauzi Baadila dalam video, lewat akun Instagramnya @fauzibaadilla__ yang diposting, pada Senin, 11 Maret 2019.
Dalam video tersebut, Fauzi mencopot tiga stiker Jokowi-Maruf yang menempel di bagian depan tembok rumahnya. Caleg Gerindra itu meradang karena merasa alat peraga kampanye (APK) politik praktis seperti itu masuk ke ranah pribadinya.
“Kalo mau tempel sesuatu di rumah gue .. ijin dulu..jgn seenaknya.. gue suruh cat ulang mau lo ?," tulis Fauzi Baadila di caption video Instagramnya.
Namun, betulkah hal itu sudah masuk ke ranah privat dan bagaimana aturannya?
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Sigit Pamungkas mengatakan yang termasuk dalam ranah privat seseorang dalam konteks penempelan APK adalah rumah beserta halamannya.
“Menempel APK itu diperbolehkan di ruang privat, sepanjang mendapat persetujuan dan izin dari yang bersangkutan. Rumah dan halamannya itu masuk ke ranah privat. Termasuk tembok rumahnya, itu masuk ke privat,” kata mantan komisioner KPU ini saat dihubungi reporter Tirto, Senin (11/3/2019).
Sigit melanjutkan, jika di depan rumah seseorang terdapat tiang listrik yang ditempel APK, maka itu masuk ke dalam ranah publik yang diatur dalam peraturan pemilu. Dalam konteks ini, kata Sigit, individu tak berhak dan tak memiliki wewenang untuk melepas APK yang masuk ke ranah publik.
Akan tetapi, kata Sigit, jika terdapat penempelan APK di ranah privat, seperti yang terjadi dalam kasus Fauzi Baadila, maka pihak yang merasa dirugikan bisa melaporkan ke Bawaslu. Sebab, hal itu masuk ke dalam pelanggaran administrasi yang diatur dalam peraturan pemilu.
“Biar Bawaslu yang proses, peraturan apa yang dilanggar. Yang kena adalah pelaku yang menempel, yang bertanggung jawab yang memasang, belum tentu si caleg/tokoh yang ada di dalam APK,” kata Sigit.
APK di Ranah Privat Harus Berizin
KPU dan Bawaslu DKI Jakarta sebenarnya telah melakukan sosialisasi mengenai ruang publik terlarang dan mana ruang publik yang dibolehkan ada atribut kampanye. Hal ini termaktub dalam Surat Keputusan KPU DKI Jakarta Nomor 175 tahun 2018.
Lokasi yang dibolehkan adalah kantor atau sekretariat partai, rumah perseorangan atau swasta, yang harus seizin tertulis dari pemilik lokasi. Itu artinya penempelan APK di rumah perseorangan yang masuk ranah privat harus mendapat izin terlebih dahulu.
Hal senada diungkapkan Ketua Kode Inisiatif, Veri Junaidi. Ia menilai pemasangan APK di rumah perseorangan harus melalui izin terlebih dahulu karena sudah masuk ke ranah privat.
“Pastinya kalau sudah masuk wilayah pribadi, ya mestinya minta izin dulu ke pemiliknya, sebelum memasang APK," kata Veri.
Namun, kata Veri, sanksi yang diberikan bukanlah sanksi pidana, melainkan hanya sanksi administratif saja.
“Kalau konteksnya sudah mengganggu hak pribadi seseorang mestinya bukan pidana,” kata dia.
Hal tersebut juga ditegaskan Komisioner Bawaslu RI Rahmat Bagja. Ia menilai apa yang terjadi pada warga negara yang ranah privatnya diganggu oleh urusan APK politik praktis bisa melapor ke pengawas pemilu.
“Penempelan di rumah yang bersangkutan harus mendapat izin yang bersangkutan juga. Kalau tidak mendapat izin, ya tidak boleh. Pihak yang nempel bisa dilaporkan ke Bawaslu," kata dia saat dikonfirmasi, Senin sore.
"Sanksinya salah satunya kami turunkan alat peraga kampanyenya,” kata Rahmat.
Respons TKN Jokowi-Ma'ruf
Direktur Komunikasi Politik TKN Jokowi-Maruf, Usman Kansong merespons video pencopotan APK Jokowi-Ma'ruf di rumah Fauzi Baadila.
Ia mengatakan jika Fauzi Baadila keberatan dan hanya mencopot saja, serta tak melanjutkan proses hukum, maka menurutnya tak masalah karena itu merupakan wewenang Fauzi Baadila sebagai pemilik rumah.
Menurut Usman, memasang APK di tempat yang tidak semestinya memang dilarang.
“Kami juga pernah dilaporkan memasang baliho dan video tron di tempat yang tidak dibenarkan Bawaslu, ternyata yang pasang relawan, bukan TKN. TKN juga tidak tahu menahu, akhirnya enggak dilanjutkan oleh Bawaslu. Itu pernah juga terjadi,” kata Usman saat dihubungi reporter Tirto, Senin malam.
Namun, kata Usman, pihaknya siap jika Fauzi Baadila melaporkan masalah ini ke Bawaslu. “Kalau misalnya dilaporkan, ya kami akan hadapi. Kita lihat saja hasil dari Bawaslu itu,” kata Usman.
Sebab, kata Usman, pemasangan APK di ranah privat tanpa meminta izin terlebih dahulu bisa saja karena ketidaksengajaan dari tim relawan. Selama ini, kata Usman, TKN selalu mengarahkan relawan yang mau pasang APK di ranah privat agar meminta izin terlebih dahulu.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz