tirto.id - Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan adalah proses asimilasi.
Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa budaya bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan. Meski beberapa kebudayaan berubah dengan lambat ataupun cepat.
Perubahan kebudayaan ini akan terus terjadi sesuai dengan faktor penyebabnya.
Menurut Siany L dalam bukuKhazanah Antropologi 1 : Untuk kelas XI SMA dan MA (2009:99) sebagaimana yang dijelaskan oleh Soerjono Soekanto, asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha yang mengurangi perbedaan yang terdapat antar individu atau kelompok masyarakat yang meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan perilaku, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama.
Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi asimilasi antarbudaya, manusia di dalamnya melebur untuk menjadi satu kebudayaan sehingga menciptakan budaya yang baru.
Asimilasi juga merupakan salah satu bentuk proses sosial yang erat kaitannya dengan pertemuan dua budaya atau lebih.
Selain asimilasi, terdapat juga akulturasi. Menurut Romli dalamAkulturasi dan Asimilasi Dalam Konteks Interaksi Antaretnik (2015:2) seperti yang dijelaskan oleh Mulyana definisi akulturasi adalah suatu bentuk perubahan budaya yang diakibatkan oleh kontak kelompok-kelompok budaya, yang menekankan penerimaan pola-pola dan budaya baru dan ciri-ciri masyarakat pribumi oleh kelompok-kelompok minoritas.
Dari kedua pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa asimilasi merupakan peleburan dua kebudayaan atau lebih untuk menciptakan budaya baru, sedangkan akulturasi merupakan proses peleburan dua budaya atau lebih tanpa menghilangkan ciri khas budaya aslinya.
Biasanya dalam akulturasi, budaya yang lebih dominan mengintegerasikan dengan budaya yang minoritas sehingga budaya yang dominan tidak kehilangan ciri khasnya.
Faktor Pendorong dan Penghambat dalam Proses Asimilasi
Beberapa faktor yang mendorong terjadinya asimilasi, antara lain sebagai berikut:
1. Adanya perbedaan di antara masing-masing pendukung kebudayaan sehingga kedua pihak yang terlibat dalam interaksi tersebut mempunyai kepentingan saling melengkapi unsur kebudayaan masing-masing.
2. Adanya sikap menghargai budaya dan orang asing yang mau mengakui kelebihan dan kekurangan unsur kebudayaan masing-masing dalam proses interaksi sosial.
3. Sikap keterbukaan pihak yang berkuasa untuk memberikan akses yang seluas-luasnya dalam bidang pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan rakyat bagi kelompok masyarakat pendatang atau minoritas.
4. Adanya perkawinan campuran antara masyarakat setempat dengan masyarakat pendatang atau asing.
5. Adanya persamaan unsur-unsur kebudayaan dalam kelompok masyarakat asing dan penduduk setempat sehingga menyebabkan warga masyarakat kedua kelompok tersebut merasa lebih dekat satu sama lain
Adapun faktor-faktor yang menghambat terjadinya asimilasi, antara lain sebagai berikut:
1. Tidak adanya sikap toleransi dan simpati antara masyarakat asing dan penduduk setempat karena kurangnya pemahaman terhadap kebudayaan kelompok lain.
2. Perasaan dominan (lebih unggul) dari individu-individu yang berasal dari suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lainnya.
3. Terisolasinya suatu kelompok masyarakat sehingga menghambat terjadinya interaksi sosial budaya dengan kelompok masyarakat lainnya. Kelompok masyarakat yang terisolasi akan mengembangkan pemahaman yang berbeda terhadap kebudayaan kelompok masyarakat luar yang dianggap asing.
4. Adanya ingroup feeling atau perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kelompok sosial atau suatu kebudayaan kelompok tertentu.
5. Rasa takut terhadap kebudayaan kelompok masyarakat lain yang dianggap dapat merusak dan mengurangi kemurnian budaya masyarakat setempat. Sikap ini timbul di dalam kelompok masyarakat pedalaman yang berusaha untuk menutup kontak sosial dengan kelompok masyarakat lain.
Penulis: Abraham William
Editor: Yandri Daniel Damaledo