Menuju konten utama

FAKTA: Penolakan Transaksi Tunai di Tol Langgar UU

Menghapus gerbang tol yang melayani pembayaran tunai dinilai melanggar UU Mata Uang dan bisa dipidana.

FAKTA: Penolakan Transaksi Tunai di Tol Langgar UU
Sejumlah kendaraan antre membayar tol di gerbang Tol Cibubur, Jagorawi, Jakarta, Jumat (5/5). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya.

tirto.id - Penolakan terhadap transaksi tunai menggunakan uang rupiah bisa dikategorikan tindak pidana yang melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Seiring dengan pemberlakuan elektronifikasi jalan tol, seyogianya pengelola tol masih menerima pembayaran tunai meski hanya di beberapa gardu tol.

"Karena itu, saya ingatkan pengelola jalan tol agar tidak menolak pembayaran secara tunai menggunakan uang rupiah. Mata uang Rupiah adalah identitas negara Republik Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah," kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan di Jakarta, Sabtu (14/10/2017).

Tigor mengatakan Pasal 33 Undang-Undang Mata Uang mengatur tidak boleh menolak pembayaran secara tunai dengan mata uang rupiah. Pasal tersebut juga mengatur sanksi bila menolak pembayaran tunai dengan rupiah, yaitu dipidana dengan hukuman kurungan penjara satu tahun dan denda Rp200 juta.

Menurut Tigor, bila pengelola jalan tol tetap memaksakan menghapus gerbang tol yang melayani pembayaran tunai dan mengganti semua gerbang tol otomatis yang hanya melayani transaksi uang elektronik, maka hal itu melanggar Undang-Undang Mata Uang dan bisa dipidana.

"Pengelola jalan tol harus tetap menyediakan layanan pembayaran secara tunai menggunakan uang rupiah pada setiap gerbang tol," tuturnya, seperti diwartakan Antara.

Baca juga: Yang Untung dan Buntung Soal Biaya Isi Ulang e-Money

"Pemaksaan" penggunaan uang elektronik, dikatakan Tigor, telah menimbulkan keresahan dan pertanyaan masyarakat terhadap keberadaan Undang-Undang Mata Uang yang hanya mengatur rupiah dalam bentuk kertas dan logam.

Apalagi, sejumlah layanan publik seperti jalan tol dan bus TransJakarta saat ini hanya menerima transaksi menggunakan uang elektronik.

Karena itu, FAKTA telah mendaftarkan upaya uji materi terhadap Peraturan Bank Indonesia tentang Uang Elektronik itu kepada Mahkamah Agung (MA) pada Rabu (10/10/2017). FAKTA meminta MA menyatakan Peraturan Bank Indonesia tentang Uang Elektronik tidak sah dan tidak berlaku secara umum.

Baca juga: Baik Buruk Uang Elektronik

Di lain kesempatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa penggunaan uang elektronik dalam transaksi pembayaran tol bertujuan untuk meningkatkan pelayanan.

Hal tersebut disampaikan Presiden menanggapi pertanyaan jurnalis tentang adanya penolakan penggunaan uang elektronik dalam transaksi pembayaran tol.

“Kita kan akan memperbaiki pelayanan, yang kedua ingin memperlancar jalan di pintu tol, biar cepat,” kata Presiden setelah meresmikan jalan tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi (MKTT) seksi II-VI ruas Parbarakan-Sei Rampah, Jumat (13/10/2017).

Selain itu, banyak negara sudah mengurangi transaksi tunai. “Negara lain sudah pakai (pembayaran non tunai) masak kita mau ngasih cash. Akurasi pembayaran juga semakin jelas, lebih baik, lebih aman,” ucap Presiden.

Terkait adanya anggapan kurangnya sosialisasi penggunaan uang elektronik tersebut, Presiden mengatakan bahwa penerapan sebuah kebijakan memang memerlukan waktu untuk pembelajaran.

“Memang apapun perlu waktu untuk pembelajaran, tapi arahnya jelas,” ujar Presiden seperti diberitakan setkab.go.id.

Baca juga artikel terkait TRANSAKSI NONTUNAI atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri