tirto.id -
"Bermula dari adanya laporan pidana dan gugatan perdata di internal kepengurusan Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) yang diajukan oleh saudara selaku debitur koperasi simpan pinjam ID ke Pengadilan Negeri Semarang," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi persnya, Rabu, 12 Juli 2023.
Sebelumnya, pada 6 Juli 2023 lalu, penyidik KPK mengumumkan penetapan dua tersangka baru dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA, yakni Hasbi Hasan (HH) dan Dadan Tri Yudianto (DTY) selaku mantan Komisaris PT Wika Beton.
KPK mengungkap bahwa Hasbi Hasan menerima aliran uang dari Dadan untuk mengurus penanganan perkara di MA. Penyidik KPK menemukan Dadan menerima uang Rp11,2 miliar untuk mengurus perkara di MA, di mana sebagian dari uang tersebut diduga diberikan oleh Dadan kepada Hasbi.
Hasbi Hasan Diperiksa 6 Jam lalu Ditahan
Pada hari ini, Hasbi Hasan memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Awalnya, ia tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 10.25 WIB dengan didampingi oleh tim kuasa hukumnya untuk diperiksa sebagai tersangka.
Setelah dilakukan pemeriksaan selama lebih dari enam jam, Hasbi akhirnya dihadirkan dengan mengenakan rompi jingga bertuliskan "Tahanan KPK" pada pukul 16.44 WIB.
KPK akhirnya menahan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan (HH) setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan penanganan perkara di MA.
"Dalam kepentingan penyidikan, tim penyidik menahan tersangka dimaksud selama 20 hari pertama, terhitung 12 Juli 2023 sampai 31 Juli 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2023).
Kode-kode dalam Kasus Hasbi Hasan
Ketua KPK Firli Bahuri juga menjelaskan konstruksi perkara kasus ini. Hasbi Hasan selaku Sekretaris MA ditahan dalam kasus ini karena diduga ikut berperan mengurus kasasi perkara debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka.
Peran Hasbi bersama Komisaris Independen PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto, untuk memuluskan putusan pidana yang diinginkan Heryanto terbukti. Pengurus KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman, dinyatakan bersalah dan dipidana selama lima tahun penjara. Meski di putusan pengadilan di bawahnya, Budiman sudah dinyatakan bebas.
"Di tahun 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh HT (Heryanto) dan IDKS (Ivan Dwi Kusuma Sujanto) dengan masih mempercayakan YP (Yosep Parera) dan ES (Eko Suparno) sebagai kuasa hukumnya," jelas Firli.
Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA termasuk Hasbi Hasan yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.
"Ada kesepakatan pemberian fee memakai sebutan 'suntikan dana.' Dari beberapa komunikasi antara HT dan TYP terdapat beberapa agenda skenario agar kasasi jaksa dikabulkan dengan menggunakan istilah pengurusan perkara melalui 'jalur atas' dan 'jalur bawah' yang dipahami dan disepakati keduanya berupa penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak yang memiliki pengaruh di Mahkamah Agung yang satu diantaranya adalah HH (Hasbi Hasan) selaku Sekretaris Mahkamah Agung," terang Firli.
Hasbi Hasan Diduga Terima Rp3 Miliar
Dalam komunikasi itu, kata Firli, Hasbi sepakat ambil bagian mengurus kasasi perkara. Putusan kasasi pun dijatuhkan sebagaimana permintaan debitur koperasi.
"Sekitar periode Maret 2022 sampai dengan September 2022 terjadi transfer uang dari HT kepada DTY sebanyak 7 kali dengan jumlah sekitar Rp11,2 miliar. Dari uang Rp11,2 miliar tersebut, DTY kemudian membagikan dan menyerahkan pada HH sesuai komitmen yang disepakati keduanya dengan besaran yang diterima kurang lebih sekitar Rp3 miliar," ungkap dia.
Sebagai barang bukti, KPK juga telah melakukan penyitaan beberapa aset berupa unit mobil mewah yang diduga terkait dengan perkara ini.
Atas perbuatannya, Hasbi disangkakan melanggar pasal 12 huruf A atau pasal 12 huruf B dan atau pasal 11 Uu No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menetapkan 17 Tersangka termasuk Beberapa Hakim Agung
Dalam kasus ini, sebelumnya KPK juga telah menetapkan 17 orang tersangka. Mereka yakni Hakim Yustisial nonaktif Edy Wibowo (EW), Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh (GS), Hakim Yustisial nonaktif Prasetio Nugroho (PN), dan Redhy Novarisza (RN) selaku staf Gazalba Saleh.
Tersangka lainnya, Hakim Agung nonaktif Sudrajat Dimyati (SD), Hakim Yudisial nonaktif atau Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sudrajat Dimyati telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan penjara. Sedangkan, Gazalba Saleh masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Selain itu, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS), dan tersangka terbaru adalah Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar Wahyudi Hardi (WH), Komisaris BUMN Dadan Tri Yudianto (DTY) dan Sekretaris MA Hasbi Hasan (HH).
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri