tirto.id - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyoroti pernyataan Capres 01 Joko Widodo pada hari pertama kampanye terbuka atau rapat umum di Stadion Maulana Yusuf, Serang, Banten, 24 Maret kemarin.
Di hadapan pendukung, Jokowi saat itu membantah fitnah dan hoaks yang menyerangnya, seperti soal penghapusan pelajaran agama, legalisasi nikah sesama jenis. Dia pun meminta semua pihak tidak memakai segala cara untuk menang di pilpres, seperti dengan menyebar fitnah dan hoaks.
Namun, Fahri justru menuding Jokowi sebenarnya menuai dampak konflik yang dipicu oleh petahana tersebut dan pendukungnya.
"Jadi dia [Jokowi] mau melawan momok yang dia buat sendiri. Karena dari awal ada konflik yang diciptakan, ada konflik naratif dalam hal 'saya pancasila, saya Indonesia',” kata Fahri di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (25/3/2019).
“Itu kan seperti ingin mengatakan 'saya pancasila kamu bukan'. 'Islam jangan dicampur dengan politik agama', kemudian ada konflik terbuka dengan [gerakan] massa 411, 212 dan sebagainya," tambah dia.
Fahri mengatakan konflik tersebut buntut dari polemik saat Pilkada DKI 2017. Dia menuding eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memicu polemik itu. Saat ini, kata Fahri, Jokowi mewarisi konflik tersebut.
"Sebenarnya momok itu bisa dihilangkan dari awal, tapi karena enggak dihilangkan dari awal, dia [Jokowi] akhirnya menghadapi sendiri," ujar Fahri.
Inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) itu berpendapat seruan Jokowi agar masyarakat melawan penyebaran hoaks dan fitnah juga sudah telat.
"Dia [dituduh sebagai] pemimpin yang tidak membangun persatuan tapi membangun konflik. Itu yang harus dia jawab. Eh, malah dia melakukan tindakan yang menunjukkan memang dia yang konflik dari awal. Dengan mengatakan 'apa mau nanti capres yang dipilih kelompok itu?' tidak boleh begitu," ujar Fahri.
Komentar Fahri merujuk pada pernyataan Jokowi saat deklarasi dukungan 10 ribu pengusaha ke capres 01 tersebut pada pekan kemarin.
Melalui pernyataan itu, Fahri menilai Jokowi semakin mempersempit cakupan pemilihnya dan bisa berujung pada kekalahan petahana tersebut di Pilpres 2019.
"Pak Jokowi […] seperti mempersempit segmen pemilihnya. [….] Pak Jokowi mempersempit dengan narasi tadi, dengan momok-momok yang dia ciptakan sendiri," ujar Fahri.
Padahal, dia menambahkan, capres inkumben semestinya tidak terlalu sulit untuk kembali menang di pemilihan jika berhasil membangun hubungan baik dengan semua kelompok.
Dia mencontohkan hal itu pernah dilakukan oleh Presiden RI Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pilpres 2009. Menurut Fahri, konstelasi politik saat ini tidak jauh berbeda dari tahun 2009.
"Tetapi karena dia [SBY] rekonsiliatif, [….] kalau mampu mengurai atau mengulurkan payung besar di kepemimpinannya, petahana itu terpilih. Tapi, Pak Jokowi sayangnya menciptakan konflik dan mempersempit basis pemilihnya," ujar Fahri.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Addi M Idhom