tirto.id - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengaku tidak mempermasalahkan penggunaan bahasa asing seperti bahasa Inggris dalam debat kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2019 mendatang.
Namun, kata dia, hal itu tidak penting karena pemimpin Cina Xie Jinping yang tidak fasih berbahasa Inggris pun mampu membawa ekonomi negaranya maju.
"Karena Xie Jinping juga tidak bisa bahasa Inggris tapi ekonominya hampir nomor satu di dunia," kata Fahri, di Jakarta, Sabtu (15/9/2018), seperti dikutip Antara.
Menurut Fahri, yang paling penting adalah keterlibatan rakyat untuk mengetahui kemampuan para kandidat secara lebih luas.
Ia menyarankan agar memperbanyak intensitas debat kandidat calon presiden di Pilpres 2019. Pasalnya, kata Fahri, metode debat memberikan banyak kesempatan untuk mengetahui rekam jejak kandidat calon presiden.
"Karena itu lebih baik kalau intensitas debatnya diperbanyak. Dari daerah-daerah dengan waktu kampanye enam sampai tujuh bulan ini, setidak-tidaknya semua pulau-pulau besar itu terwakili dengan adanya debat seperti Papua dan Sumatera," kata Fahri.
Selain itu, Fahri juga menyarankan agar debat di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa dilakukan dua kali. Sementara untuk di Pulau Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku, Fahri menyarankan agar tema debat dibuat lebih spesifik.
Sebelumnya, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arsul Sani menganggap tak perlu gunakan bahasa Inggris dalam Debat Kandidat Pemilu Presiden 2019.
Menurut Arsul, bahasa Indonesia harus digunakan dalam acara resmi seperti debat kandidat. Penggunaan bahasa Indonesia di acara resmi itu sesuai amanat UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.
"Pasal 32 UU itu dinyatakan, dalam forum resmi nasional wajib gunakan bahasa indonesia. Forum itu [debat] resmi bukan? Saya kira forum resmi," kata Arsul di Posko Pemenangan Jokowi-Ma'ruf, Jakarta, Jumat (14/9/2018).
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto